Dalam konteks studi agama, ada persoalan abadi yang tidak pernah selesai untuk dibahas karena selalu menimbulkan perdebatan dan perselisihan, yaitu persoalan tentang definisi agama. Banyak definisi agama yang telah dirumuskan tetapi tidak ada satupun definisi agama yang dapat memuaskan semua orang. Namun, bagaimanapun juga, definisi agama ini harus tetap dirumuskan supaya kita dapat memahami tentang studi agama itu sesungguhnya studi tentang apa.
Di Indonesia, berdasarkan Penjelasan atas Penetapan Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalah-Gunaan dan/atau Penodaan Agama, yang termasuk ke dalam agama telah ditentukan ada 6 (enam) agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, Khong Cu (Confusius). Agama-agama ini dipeluk oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Dalam penjelasan ini pula, ada beberapa agama-agama lain yang juga disebutkan secara eksplisit, yaitu Yahudi, Zarasustrian, Shinto, dan Taoism.
Sebenarnya hal ini bukanlah tanpa masalah. Pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul adalah apakah yang menjadi unsur-unsur esensial dari agama sehingga keenam agama tersebut dapat disebut sebagai agama? Apakah hanya karena agama tersebut dipeluk oleh hampir seluruh penduduk Indonesia sehingga membuat agama tersebut disebut sebagai agama? Mengapa justru agama-agama yang berasal dari luar Indonesia yang dapat disebut sebagai agama? Mengapa keyakinan spiritual yang berasal dari Indonesia sendiri (seperti Sunda Wiwitan, Kejawen dan lain-lain) tidak disebut agama? Siapakah yang mempunyai wewenang atau otoritas untuk menentukan bahwa suatu keyakinan spiritual adalah agama atau bukan?
Keyakinan spiritual yang lahir dari Indonesia sendiri sering disebut dengan nama aliran kepercayaan, aliran kebatinan, atau agama lokal. Nama-nama yang diberikan tersebut terkesan memiliki makna peyorasi dan makna subordinasi, seolah-olah meletakkan keyakinan spiritual tersebut pada posisi di bawah agama-agama. Dari konteks sosial dan politik, hal ini tidak berhenti pada persoalan definisi saja karena yang diakui oleh negara sebagai agama mendapatkan jaminan, bantuan, dan perlindungan resmi dari negara.
Persoalan definisi agama di Indonesia merupakan salah satu contoh betapa rumitnya persoalan definisi agama sehingga tidak akan pernah selesai untuk dibahas. Mendefinisikan agama seperti masuk ke dalam sebuah lingkaran setan yang tidak berujung (vicious circle). Mengapa demikian? Kita lihat proses untuk mendefinisikannya. Untuk mendapatkan sebuah definisi agama, kita harus menentukan terlebih dahulu unsur-unsur yang esensial dari agama. Namun, darimana kita dapat memperoleh dan menyarikan unsur-unsur yang esensial dari agama? Tentu saja, untuk mendapatkan unsur-unsur yang esensial dari agama, kita tidak dapat melakukannya dengan cara speculative a priori, maksudnya menggunakan pemikiran akal budi semata seolah-olah ide tentang agama itu adalah ide bawaan yang ada di kepala kita sejak lahir. Cara speculative a priori ini sama sekali terpisah dari pengalaman hidup manusia.
Kita dapat memperoleh unsur-unsur esensial dari agama dengan cara experiential a posteriori, maksudnya menyelidikinya ke dalam pengalaman akan penghayatan agama-agama yang ada. Berbeda dengan cara sebelumnya, cara ini sangat mengandaikan pengalaman hidup manusia. Namun, untuk masuk ke dalam agama-agama yang ada dan menyelidiki unsur-unsur esensialnya, kita diandaikan sudah dapat membedakan terlebih dahulu keyakinan mana yang termasuk ke dalam agama dan keyakinan mana yang tidak termasuk ke dalam agama. Akhirnya, untuk dapat membedakan apakah suatu keyakinan itu adalah agama atau bukan, kita membutuhkan sebuah definisi agama.
Definisi agama memiliki sifat sekaligus menyatukan dan sekaligus memisahkan. Keyakinan yang memiliki unsur-unsur esensial dari agama akan digolongkan ke dalam kelompok agama. Sebaliknya, keyakinan yang tidak memiliki unsur-unsur esensial dari agama tidak akan digolongkan ke dalam kelompok agama. Padahal, definisi agama inilah yang sedang kita cari dan selidiki.
Inilah maksudnya bahwa mendefinisikan agama itu seperti masuk ke dalam lingkaran setan. Ternyata, mendefinisikan agama itu membutuhkan definisi agama terlebih dahulu untuk membedakan antara agama dan yang bukan agama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI