Mohon tunggu...
Barid Hardiyanto
Barid Hardiyanto Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang pembelajar masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Nature

“Pemantau Indpenden: Anak Tiri SVLK” (Pengalaman Proses Pemantauan terhadap Verifikasi Legalitas Kayu di PT. Albasia Bhumiphala Persada)

7 Juli 2011   04:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pendahuluan

Indonesia mempunyai ragam masalah kehutanan[1]. Upaya untuk mengatasi persoalan tersebut maka pemerintah mempunyai komitmen untuk menciptakan Good Forestry Governance (GFG). Salah satunya dengan melahirkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 38/Menhut-II/ 2009 (selanjutnya P 38)tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin dan Hutan Hak. Dalam peraturan ini ditegaskan adanyakewajiban para pemegang ijin kehutanan untuk melakukan proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK).

Tujuannya antara lain adalah untuk memastikan bahwa setiap pemegang ijin atau pengelola hutan hak mematuhi dan melaksanakan semua perundang-undangan dan peraturan terkait sektor kehutanan dalam setiap level aktifitasnya. Dengan demikian diharapkan pengelolaan hutan yang lestari di Indonesia dapat diwujudkan

Dalam kerangka itu pulalah, para pegiat kehutanan di Jawa mencoba berperan melalui pelibatan diri dalam pemantau independen[2], salah satunya dengan melakukan pemantauan audit verifikasi legalitas kayu (VLK).

Tulisan berikut ini merupakan hasil dari proses penelitian yang dilakukan penulis selama rentang waktu 1 Bulan (1 s.d. 30 Juni 2011) yang berisi gambaran kerja-kerja pemantauan yang dilakukan lewat kerja bersama antara Solidaritas Perjuangan Petani Temanggung (SPPT) dan Komunitas Peduli Slamet (Kompleet) sebagai focal point Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Jawa Tengah.

Kerja pemantauan yang dilakukan oleh para pegiat kehutanan ini secara khusus mengawasi dan memantau audit verifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (LVLK BRIK) terhadap PT. Albasia Bhumiphala Persada (PT. ABP) yang dilandasi oleh berbagai macam kebijakan yakni[3]:

·Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

·Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No. P. 6/VI-Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

·Peraturan Dirjem Bina Produksi Kehutanan No. P. 02/VI-BPPHH/2010 tentang Pedoman pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

·Peraturan perundangan lain yang terkait dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), antara lain: UU Nomor 40 tahun 2007, UU Nomor 32 tahun 2009, Peratutan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2010, Permenhut Nomor : P.51/Menhut-II/2006 dan perubahannya, Permenhut Nomor: P.55/Menhut-II/2006 dan perubahannya dan lain-lain.

Dalam melakukan pengumpulan data, penelitian ini menggunakan berbagai macam metode: pertama, FGD bersama untuk menentukan prioritas sasaran penelitian; kedua, wawancara mendalam dengan para pemantau tentang aktivitas yang dilakukan beserta berbagai temuan, kendala dan tantangan yang dihadapi, workshop atas hasil penulisan. Selain dengan pemantau, penulis juga mengajukan berbagai pertanyaan yang ditujukan ke BRIK mengenai tahapan audit verifikasi yang dilakukan serta pendapat BRIK tentang pemantau independen.

Dari proses pengumpulan data itu, penulis kemudian melakukan analisis terhadap temuan yang ada untuk diperbandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang juga menjadi landasan BRIK untuk melakukan audit verifikasi.

Penelitian ini mempunyai keterbatasan pada perkembangan terhadap akses data dan informasi serta kurun waktu yang singkat. Oleh karena itu, sebaiknya tulisan ini dibaca dalam kerangka dan kurun waktu yang telah disebutkan di atas sehingga lebih menemukan relevansinya.

Gambaran Wilayah Pemantauan dan Profil Para Pihak

Daerah yang berada di eks karisidenan Kedu[4] dikenal sebagai wilayah yang banyak memproduksi kayu, termasuk didalamnya Temanggung. Berdasarkan data ekspor kayu olahan di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Kabupaten Temanggung, tahun 2007 eksport kayu olahan mencapai volume 202,922.14 meter kubik dengan nilai ekspor US$ 96,502,930.54. Tahun 2008 volume eksport meningkat menjadi 258,210.74 meter kubik dengan nilai US$ 119,597.375.79.

Berikutnya, pada 2009, Temanggung berhasil mengekspor senilai US$ 121,462,929.25 dengan volume ekspor sebesar 262,238.47 meter kubik. Dan pada 2010 lalu nilai ekspor mencapai US$ 132,774,615.55 dengan volume 284,639.60 meter kubik[5].

Salah satu, perusahaan yang berkecimpung dalam ekspor kayu di Temanggung adalah PT. Albasia Bhumiphala Persada (PT. ABP). Perusahaan yang terletak di Raya Kedu Km. 03, Desa Candimulyo, Kecamatan Kedua, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kayu olahan yang didirikan pada tahun 1989 berdasarkan Akta Notaris Elly Dradjati Moelyono SH. Produk utama PT. ABP berasal dari Albacia Falcataria. Pohon jenis ini adalah pohon yang pertumbuhannya cepat dengan ciri khas kayu lembut, warnanya antara putih, kuning, pink sampai merah. Masa panen albasia adalah 5 – 7 tahun. Dari pohon tersebut, PT. ABP menghasilkan banyak produk seperti: solid laminate board, finger joints dan bare core.

Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 1433 orang –baik karyawan tetap maupun kontrak- ini dalam setiap tahunnya mampu menjual produknya dengan nilai USD 11 Juta dan nilai investasi mencapai USD 6 Juta.

Konsumen utama PT. ABP adalah adalah negara-negara seperti Jepang, Korea, Vietnam, China, Taiwan, Afrika Selatan, Amerika, Eropa, Timur Tengah dan lain–lain. Untuk pengangkutan kayu olahan tersebut, PT. ABP bekerjasama dengan International Shipping Lines seperti Wan Hai, Evergreen, Tokyo Sanpaku Kaisha dan K – Line.

Dalam visinya perusahaan ini berkomitmen untuk membangun perusahaan yang berdasarkan kemasyarakatan dalam tujuan menjadi pemimpin dalam perindustrian kayu global. Dan dalam rangka memasuki pasar internasional maka PT. ABP mengajukan sertifikasi legalitas kayu. Selanjutnya PT. ABP memilih BRIK sebagai pihak ketiga (LVLK) untuk melakukan verifikasi atas bahan baku yang mereka pergunakan.

Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK)[6] didirikan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 803/MPP/Kep/12/2002 dan Menteri Kehutanan Nomor 10267/Kpts-II/2002 tanggal 13 Desember 2002 juncto Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 495.1/MPP/Kep/9/2004 dan Menteri Kehutanan Nomor SK.335.1/Menhut-I/2004 tanggal 3 September 2004. Sesuai dengan Keputusan Bersama tersebut, bahwa pembentukan BRIK merupakan kesepahaman dan aksi bersama antara para pelaku usaha industri sektor kehutanan dengan instansi pemerintah terkait dalam rangka mewujudkan kelestarian hutan, penyediaan bahan baku industri kehutanan yang berkelanjutan, penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha.

Dalam rangka mewujudkan tata kelola organisasi yang memenuhi prinsip good governance, maka LVLK BRIK membentuk Komite Imparsialitas yang terdiri dari perwakilan dari 3 (tiga) kelompok, yaitu: Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan, Sektor Swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kegiatan operasional organisasi dipegang oleh Ketua BRIK dengan dibantu oleh seorang Direktur Eksekutif.

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 405/M-DAG/KEP/7/2008 tentang Penetapan BRIK sebagai pelaksana Endorsement, BRIK diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan endorsement terhadap produk panel dan wood working.

Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 Tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak, maka BRIK telah mendaftarkan kepada KAN untuk mendapatkan akreditasi sebagai Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK). Pada tanggal 1 September 2009, BRIK mendapat Sertifikat Akreditasi LVLK-001-IDN dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai Timber Legality Certification Body yang memenuhi ISO/IEC Guide 65 : 1996 – General Requirements For Bodies Operating Product Certification Systems.

Pada tahun 2010 KAN melakukan gap analysis dan audit witness sebagai dasar untuk memperpanjang sertifikat akreditasi sampai dengan 1 September 2014. Selanjutnya, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan a.n. Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan Nomor SK.479/Menhut-VI/Set/2010 tentang Penetapan Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LP-PHPL) Dan Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LV-LK) Sebagai Lembaga Penilai Dan Verifikasi Independen (LP&VI), dimana salah satunya adalah BRIK.

Pada tanggal 4-6 April 2011 KAN melakukan audit witness kedua kepada BRIK dengan kesimpulan “sangat baik”[7]. BRIK yang saat ini melakukan aktivitas sebagai LVLK, adalah sebuah divisi yang terpisah kegiatannya dari divisi Endorsement yang telah berjalan selama ini. Seluruh kegiatan VLK dilakukan secara mandiri, obyektif dan independen.

Audit verifikasi yang dilakukan oleh BRIK ini mendapatkan pemantauan dari sebuah komunitas yang bernama Komunitas Peduli Slamet (Kompleet) dan aktivis dari SPPT[8].

SPPT adalah organisasi petani yang dideklarasikan pada bulan November 2007. Organisasi ini mempunyai tujuan memperjuangkan hak-hak petani dan pengelolaan hutan yang lestari dan berkeadilan. Dalam konteks pemantauan, SPPT merupakan calon anggota JPIK region Jawa Tengah. SPPT mengenal isu pemantauan ini paska mengikuti sosialisasi JPIK yang dilakukan oleh Kompleet sebagai focal point JPIK Jawa Tengah.

Kompleet yang terbentuk pada bulan November tahun 2000 pada awalnya adalah sebuah jaringan (Forum Dinamika Pecinta Alam/ FORDIK-PA Purwokerto; Komunitas Pecinta Alam Pemerhati Lingkungan/ KAPPALA Indonesia Yogyakarta dan Kutilang Indonesia Birdwatching Club (Kutilang IBC) Yogyakarta. Jaringan ini terbentuk pada bulan November 2000, berawal dari kegiatan yang dilaksanakan bersama oleh FORDIK-PA, KAPPALA dan Kutilang IBC berupa Pendidikan Konservasi Pecinta Alam Purwokerto pada tahun 1999 dan Pengamatan Potensi Kawasan Gunung pada tahun 2000.

Kompleet secara kelembagaan menempatkan posisinya sebagai salah satu bagian dari gerakan lingkungan dan sosial yang utuh di Indonesia.  Dalam konteks tersebut KOMPLEET menjalin kerja sama dan menempatkan peranannya setara dengan para pihak yang lain seperti masyarakat tempatan, perorangan maupun lembaga lain, baik lembaga dana, Universitas, lembaga penelitian/ ilmiah, ORNOP, maupun organisasi pecinta alam, dari dalam maupun luar kawasan.  Melalui kemitraan  ini, Kompleet berupaya memperkuat jaringan untuk mendukung tercapainya tujuan bersama.

Dalam konteks pemantauan, Kompleet melibatkan dirinya dalam Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) dengan salah satu anggota menjadi focal point Provinsi Jawa Tengah. Kompleet memilih JPIK dengan alasan pentingnya membangun sinergi bersama dalam mewujudkan good forestry governance.

Memilih Memantau

Albasia menjadi komoditas primadona di era 2000an. Sebagai bahan baku berbagai produk seperti: panel kayu, plywood dan lain-lain, albasia banyak ditanam di wilayah hutan di Jawa baik di hutan hak maupun di hutan negara yang dikelola Perhutani.

Salah satu tempat yang dijadikan lahan penanaman jenis tanaman tersebut berada di wilayah yang merupakan bagian dari pengorganisasian Solidaritas Perjuangan Petani Temanggung (SPPT) yang meliputi Kabupaten Temanggung dan Magelang.

Seperti yang kita ketahui bersama, meskipun berbagai program telah diluncurkan oleh Perhutani[9] namun program tersebut tak kunjung memberi manfaat pada masyarakat. Hal ini diperkuat dengan analisis para petani hutan yang meletakkan Perhutani seperti “negara dalam negara”[10]. Selain berbagai persoalan yang sifatnya implementatif program, lahan di hutan negara juga menyimpan potensi konflik utama yakni soal “status lahan”. Di banyak wilayah hutan di Jawa, sering kali terjadi konflik antara masyarakat dengan Perhutani yang diakibatkan oleh “penyerobotan” lahan milik rakyat atau desa oleh Perhutani. Akibatnya kemudian adalah muncul upaya reklaiming di tingkat masyarakat. Sayangnya upaya masyarakat ini seringkali membuahkan kriminalisasi terhadap petani dan stigmatisasi PKI.

Ketidakberdayaan petani dalam soal implementasi program Perhutani dan klaim atas tanah itulah yang kemudian menggerakan SPPT untuk menjalankan berbagai strategi dan taktik untuk memperjuangkan haknya.

Salah satu yang menjadi strategi dan taktik perjuangan SPPT adalah melihat aksestabilitas masyarakat terhadap program Perhutani tersebut.

MoU antara Perhutani, PT. ABP dan LMDH yang ditandatangani tahun 2008, tak selang 2 tahun kemudian yakni di tahun 2010 mulai memunculkan gejolak[11]. PT. ABP merasa bahwa Perhutani tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Banyak di antara pohon yang ditanam mengalami kegagalan tumbuh. Di tempat terpisah, LMDH juga melakukan protes kepada Perhutani dikarenakan biaya yang harusnya diberikan kepada LMDH untuk mengurus pengelolaan albasia sebagaimana telah dituangkan dalam MoU, tidak sesuai dengan yang tertuang[12].

Hubungan antara Perhutani, PT. ABP dan masyarakat barulah satu tilikan alasan dilakukan pemantauan. Selain relasi di atas, faktor potensi wilayah dan ragam permasalahan yang ada di sekitar potensi tersebut juga menjadi titik pijak pemantauan.

Kompleet yang berkecimpung dalam soal industri perkayuan berpandangan pemerolehan kayu yang ada selama ini dijalankan tanpa mempertimbangkan faktor ekonomi, ekologi dan sosial[13]. Akibatnya hutan Indonesia, termasuk didalamnya di Jawa mengalami dua masalah besar yaitu penebangan berlebih (over harvesting) dan pembalakan illegal (illegal logging).

Penebangan secara berlebih ini disebabkan oleh adanya permintaan industri perkayuan dalam negeri yang tidak dibarengi dengan kemampuan regenerasi alamiah yang lestari. Kondisi ini diperburuk dengan permintaan luar negeri yang juga semakin meningkat. Upaya mengejar ketersediaan bahan baku inilah yang kemudian membuat industri perkayuan mengambil jalan yang tidak benar.

Selain itu, model industri besar yang rawan terhadap manipulasi tersebut, membuat kondisi masyarakat perkayuan yang berada di bawah mengalami kesulitan yang berarti. Upaya memperoleh kekayaan secara berlebih membuat adanya tekanan kepada masyarakat perkayuan di level yang lebih bawah seperti suplier kayu dan masyarakat sekitar hutan.

Tekanan-tekanan yang dilakukan kepada jejaring perkayuan tersebut membuktikan adanya posisi tawar yang tidak setara antar berbagai pihak yang ada dalam jaringan tersebut. Untuk itulah diperlukan upaya untuk memahami seluk beluk jaringan perkayuan serta pembangunan posisi tawar petani agar problematika di atas dapat diatasi.

Hubungan Perhutani, perusahaan industri kayu –dalam hal ini PT. ABP, masyarakat desa hutan dan industri perkayuan serta ragam soal didalamnya (baca: penebangan berlebih dan pembalakan liar) secara internal menyatukan SPPT dan Komunitas Peduli Gunung Slamet (Kompleet) melakukan kerja pemantauan bersama.

Sedangkan secara eksternal, keberadaan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 38/Menhut-II/ 2009, khususnya pasal 14 yang memungkinkan adanya pemantauan independen dianggap sebagai peluang untuk memperbaiki kondisi kehutanan di Jawa baik dalam upaya “perbaikan” hubungan antara petani hutan dan Perhutani serta menjadikan industri perkayuan Indonesia yang kredible.

Dinamika Proses dalam TahapanSVLK

Berdasarkan data di situs BRIK di mana dicantumkan bahwa BRIK akan melaksanakan audit Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) di PT Albasia Bhumiphala Persada pada tanggal 14 s.d 16 Maret 2011 maka tim pemantau dari JPIK focal point Jawa Tengah dengan lembaga utama Kompleet dan SPPT melakukan proses pemantauan mulai awal april 2011.

Beberapa tahap pemantauan yang telah dilakukan adalah: pertama, akses data dan info ke Departemen Kehutanan dan pihak terkait. Kedua, melakukan investigasi pemantauan. Berkenaan dengan akses data dan info, Kompleet baru memperoleh informasi tentang pengumuman rencana audit Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) di PT Albasia Bhumiphala Persada pada tanggal 14 s.d 16 Maret 2011 yang tercantum dalam website yang dimiliki BRIK. Dalam mencari data dan info[14], Kompleet juga melakukan penelusuran ke kabupaten dan propinsi. Akan tetapi data tersebut tidak dapat diperoleh dengan berbagai alasan diantaranya: Pertama, dokumen RPPBI di atas 6000 meter kubik berada di pemerintah pusat. Dan untuk mengakses hal itu, pemantau melakukan penulusuran melalui media online. Sayangnya, akses untuk mendapatkan dokumen lewat media online dibatasi melalui proses pendaftaran login di mana hanya perusahaanlah yang boleh mendaftarkan diri. Kebijakan untuk melakukan login disinyalir merupakan bagian dari kerahasiaan sumber data.

Kedua, tidak ada kewajiban BRIK untuk menyerahkan dokumen tersebut kepada pemerintah propinsi dan kabupaten. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari tim pemantau, mereka telah mengupayakan pemerolehan data dengan jalan mengirimkan surat pada tanggal 19 Mei 2011 ke Kantor Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Tengah [15] dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah[16] melalui LBH Semarang sebagai jejaring JPIK Jawa Tengah. Sedangkan pada tanggal 30 Mei 2011, Kompleet lewat SPPT juga mengirimkan surat keKepala Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Alam Kabupaten Temanggung[17]Berdasarkan info yang didapatkan oleh para pemantau lapangan, pihak pemerintah mengatakan bahwa salinan tersebut tidak ada di kantor karena memang tidak wajib diberikan ke dinas propinsi maupun kabupaten.

Ketiga, kabupaten merasa bahwa mereka tidak berkepentingan atas dokumen tersebut karena keterbatasan kewenangan. Meskipun PT. ABP berada di wilayah yang menjadi tanggung jawab Dinas Kehutanan Kabupaten Temanggung, tetapi karena kapasitas produksi yang besar dan surat salinan tidak wajib diberikan kepada dinas kabupaten maka dinas kabupaten merasa tidak berkepentingan atas hal itu.

Tentu saja dengan keterbatasan data dan info di atas, tim pemantau tidak kemudian tinggal diam. Dengan melakukan pembagian kerja[18] maka dilakukanlah kerja pemantauan. Metode kerja pemantauan dilakukan dengan kerja investigasi kepada pihak terkait diantaranya pemerintah, buruh PT. ABP, supplier dan masyarakat[19].

Hasil investigasi tersebut dipilah dalam empat aspek utama yakni: pertama, aspek lingkungan; kedua, aspek sosial masyarakat; ketiga, aspek perburuhan[20]; keempat, aspek keterlacakan asal usul kayu[21].

Berbagai temuan di atas rencananya akan menjadi bahan untuk dianalisis dan kemudian disampaikan sebagai “masukan” bagi BRIK. Dan jika sertifikasi legalitas kayu atas nama PT. ABP dikeluarkan dan tidak mengindahkan berbagai masukan di atas maka Kompleet sebagai JPIK focal point Jawa Tengah akan mengajukan keberatan.

Tetapi berbagai rencana tersebut nampaknya perlu dihitung ulang. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari BRIK[22]; ternyata pada tanggal 10 Mei 2011, BRIK telah mengeluarkan sertifikat VLK kepada PT. ABP.

Berdasarkan informasi dari BRIK, tahapan audit verifikasi sampai dengan penerbitan sertifikat melewati 2 (dua) tahap yang penulis tabulasikan seperti yang tertera di bawah ini:

Tahap

Tanggal

Lokasi

Tujuan

Tinjauan Dokumen (Verifikasi Tahap I)

24 s.d 25 Februari 2011

Kantor BRIK Jakarta

Memeriksa dokumen perusahaan untuk menilai kesiapan perusahaanmenjalani audit VLK di lapangan sesuai dengan standar dan pedomanVLK pada IUPHHK dan IUI Lanjutan.

Audit VLK (Verifikasi Tahap II)

14 s.d 16 Maret 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun