"Negara indonesia adalah negara hukum", see itu adalah kutipan UUD 1945.
Namun, hitam memang selalu di atas putih. Kenyataannya, jauh sekali. Artinya, hukum mengikat semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali, mau pejabat teras sampai kasta rakyat jelata, bahkan calon jabang bayi dari kandungan ibu (pertiwi) pun sudah di "booking" oleh hukum.
Lihat sekitar kita, mulai dari kasus century sampai ke "om" Gayus hingga pencuri ayam sekalipun, jika tindakan mereka merugikan orang lain baik secara personal hingga mencakup masalah negara, semua akan diadili dengan hukum.
salah satu sampel, kasus Gayus. Tahukah anda? Indonesia ? kasus gayus bak sandiwara para tokoh penegak hukum, mereka ber-"kompromi" memainkan sandiwara dalam keadilan, menutupi kenyataan bahwa di atas Gayus masig terdapat The-"driver". Hukum tak berani menembus kenyataan, para penegak tak mau kerepotan dan ketakutan, karena "uang" kemafiaan ini menjadi-jadi. Lantas ke mana pikiran mereka dalam janji suci menegakkan keadilan. Di mana jiwa "hukum" mereka sekarang. Para penguasa dapat seenaknya saja menghamburkan uang demi, menutupi kejahatan meraka. Apakah segampang itu hukum di beli oleh para penguasa.
Beda lagi jika hukum menjerat "maling kutang" (maaf). Dengan mudah hukum dijatuhkan tanpa kompromi. Ke mana hukum yang diidam-idamkan, memberi pengayom seluruh bangsa. Tidak membedakan kasta dan bebar-benar dijalankan berdasarkan fungsinya.
Andai saja semua orang melihat semua ini akan kembali kepada siapa, para koruptor akan ingat betapa panasnya api neraka. Para penegak keadilan akan ingat bagaimana kelak sang munkar-nakir bertanya dan menghukum seadil-adilnya.
Jika huku ditegakkan siapa yang akan menikamti keadilannya? tentu kita semua. masihkah ada naluri dan sebuah nilai kemanusiaan yang tersisa di jiwa para "Dewa" penegak yang paling maha sei- Indonesia.
Gunakanlah cermin, untuk apa hukum ada. Tentu saja, memberi keadilan.
Mungkinkah hukum di Indonesia bisa menjadi sebuah akhir yang bahagia ketika palu mulai diketuk dan mungkin hukum kemafiaan juga akan pecah. Nice ending.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H