Mohon tunggu...
Bare Kingkin
Bare Kingkin Mohon Tunggu... -

Writing, Reading, Learning, Seeing, Hearing and languages a holic.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Bangsa yang Besar lewat Bahasa dan Kebijakan?

5 Februari 2014   06:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Kepada saudara-saudaraku yang mendiami tanah Indonesia dan mereka yang lebih berkuasa”

Manusia berkomunikasi menggunakan alat, sebagai makhluk yang diciptakan memiliki indra yang paling sempurna, manusia wajib menggunakannya sebagai alat untuk berpikir. Lewat indra-indra itulah manusia bisa berkomunikasi dengan lancar. Alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antar semasanya disebut bahasa. Di setiap negara memiliki bahasa nasional masing-masing. Oleh karena itu untuk menjembatani antar bangsa ada beberapa bahasa intersanional yang diterapkan dalam dunia global. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional antar bangsa utamanya adalah bahasa inggris, kemudian diikuti oleh bahasa perancis, dan mandarin. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk manusia agar lebih menguasai banyak bahasa agar mempermudah dalam menyampaikan gagasan ke muka dunia global. Yang tidak hanya dibaca oleh “satu rumpun”.

Bahasa itu sendiri dalam konsep, memiliki fungsi yang dikotak-kotakkan, berdasarkan fungsinya memang sebagai alat komunikasi, di negeri Indonesia bahasa nasional adalah bahasa Indonesia, karena Indonesia terdiri dari beberapa keberagaman suku yang memiliki kekayaan bahasa daerah bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa nasional, sebagai ciri khas, dan pemersatu bangsa. Memang sebagai bangsa Indonesia kita harus benar-benar bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan tepat.

Namun, masih banyak orang yang beranggapan belajar bahasa asing itu dianggap tidak nasionalis. Itu pemikiran yang masih di dalam kotak, coba berpikirlah di luar konsep. Jika kita hendak mengenalkan budaya kita ke luar negeri bagaimana mungkin kita mengkomunikasikan dengan bahasa Indonesia yang hanya dimengerti oleh diri sendiri? Sebaiknya, kita memang harus menguasai beberapa bahasa minimal bahasa internasional utama, bahasa inggris. Dengan semakin banyaknya bahasa yang kita kuasai kita bukan menjadai bangsa yang kerdil, tetapo bangsa yang kaya, dan mau belajar. Akan tetapi perlu diingat, kita juga tidak boleh menghilangkan identitas bangsa, meskipun kita sedang belajar bahasa asing, bahasa jawa, bahasa sunda, bahasa batak, dan bahasa daerah laiinya perlu dilestarikan. Jangan sampai negara tetangga yang malah fasih menggunakan bahasa nasional atau bahasa daerah kita.

Tidak menutup kemungkinan, kita akan menjadi bangsa yang seperti dulu. Teman-teman, jika diputar mundur, sebenarnya orang Indonesia memiliki klan untuk maju, zaman Soekarno, para pemuda Indonesia diundang ke Malaysia, USA, dan negara-negara lain untuk menjadi guru mereka di Perguruan Tinggi. Kenapa? Karena kita mampu unggul dalam ilmu pengetahuan, dan menguasai banyak bahasa. Sekarang? Justru keadaan terbalik, kenapa kita terus menjadi negara yang berkembang? Padahal dahulu guru-guru yang mengajari mereka. Kita hanya bisa bengong melihat mereka yang sekarang menjadi negara maju? Tidak hanya disektor pendidikan saja yang dulu sangat maju pesat. Lihat saja bidang olahraga, banyak atlet-atlet Indonesia yang pindah kewarganegaraan dan memilih membela tanah air tetangga-tetangga mereka. Entah apa yang terjadi di negeri ini. Sepertinya pemerintah concernya hanya untuk orang-orang yang memiliki kepentingan politik.

Menjadi bangsa Indonesia adalah suatu kebanggaan tersendiri, kita mampu maju. Bukan mampu menjual aset negara. Tapi kenyataannya memang begini. Aset-aset bangsa di kuasai bangsa asing demi kepentingan makro. Sama sekali tidak menyentuh ekonomi mikro yang kembang kempis. Banyak sekali contohnya, China mengambil tembaga dari Indonesia, di sana tembaga-tembaga tersebut kemudian di buat bahan-bahan dapur sederhana, dan sebagainya pasar terbesar mereka kembali ke Indonesia, siapa yang menikmati untung besarnya? Ada lagi, Freeport. Mereka mengeruk gunung emas hingga sekarang cekung, kebijakan pemerintah yang satu ini entah kenapa tidak berpihak kepada masyarakat lokal, hanya pembesar saja yang menikmati keuntungan itu pun hanya sepuluh persen dari keuntungan. Rakyat hanya mendapat ampas berupa perut-perut bangsa di sekitar Freeport yang tanahnya dijajah oleh negerinya sendiri melalui tangan kebijakan yang berkuasa, menandatangai kontrak dengan Amerika selama empat tahun, dan kemudian memperanjangnya lagi. Benar-benar, tragedi alam dan kebijakan. Ini menurutmu adil? Belum lagi saham-saham telekomunikasi kita yang sebagian besar di beli oleh Singapura, sebenarnya kita ini bangsa yang kaya atau bangsa yang bekerja untuk negara lain? Masyarakat yang ingin protes tentang Freeport, dibungkam. Kebijakan ini terlalu kuat untuk diruntuhkan, karena yang bermain di dalamnya adalah orang-orang yang anti hukum. Miris sekali. Pemerintah itu pembantu rakyat, sekarang fungsi itu terasa janggal. Mereka memikirkan kantung mereka sendiri. Memang Bangsa ini luas, mengaturnyapun ruwet karena itu kita harus bahu membahu membangun negeri ini. Bisa mandiri. Kalau kebijakan-kebijakan tersebut dibiarkan memang menguntungkan, tapi hanya bagi mereka, golongan-golongan orang yang anti hukum dan para pembuat kebijakan.

Beranilah menjadi bangsa yang mandiri. Yang mau belajar dan membangun negeri ini. Apa daya kebijakan berada dalam genggaman mereka. Kepala-kepala di Indonesia banyak sekali, pasti banyak sekali ide yang masyarakat miliki untuk menangani kepelikkan Indonesia. Seperti banjir, dan lain sebagainya. Kenapa yang atas kurang mau mendengarkan pendapat rakyat biasa? Di sini letak kesalahannya komunikasi pemerintah dan rakyat terlalu formal dengan birokrasi yang berliku atau bahkan mungkin mengada-ada.

Selamat belajar menjadi negara yang besar dan maju lewat kebijakan yang bermoril dan menguntungkan berbagai pihak di tanah air.

Wassalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun