Mohon tunggu...
BARDI JM
BARDI JM Mohon Tunggu... -

belajar di university of sunan kalijaga, prodi ilmu komunikasi.@penikmat keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Kasih Sayang yang Tidak Ternilai

11 Desember 2012   21:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:49 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu  tahun yang lalu tepatnya di bula maret saya dan teman melakukan perjalanan darat untuk menghadiri acara seminar wirausaha yang kebetulan menempuh perjalanan dari surabaya menuju jombang,kereta api menjadi pilihan  kami. di saat memasuki gerbong kami sudah tidak kebagian tempat duduk,  kamipun mencari  barangkali masih ada tempat duduk yanag kosong dan alhamdulillah ada sesorang ibu tua yang masih keliatan sangat sehat mengizinkan kami duduk di sebelah beliau,  ucapana terimakasih kami lontarkan pada beliau  lantaran kebaikannya! sayapun  menyapa beliau dan tak lama kami terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu,,, maaf kalo boleh tau ada  acara apa pergi ke Jombang?” tanya si temenq rada penasaran. “Oh… saya mau ke Jombang terus  ke jakarta nengokin anak saya yang ke 6”jawab ibu itu” Wouw… hebat sekali putra ibu'! temenq itu menyahut dan terdiam sejenak.
Akupun terlarut dalam  renungan... Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu akupun melanjutkan pertanyaan.” Kalau saya tidak salah anak yang di jakarta tadi putra yan ke enam  ya bu'? Bagaimana dengan kakak-kakak ny? Oh iya mas ” si Ibu bercerita” Anak saya yang ke enam seorang mahasiswa tingkat akhir di UI , yang ke lima kerja di surabaya di bidang properti, yang ke empat menjadi arsitek di malaysia, yang ke tiga  menjadi kepala cabang bank di hongkong dan sudah menikah dengan orang sana mas,,,, yang ke dua menjadi dokter di banyuwangi.
akupun terdiam menganggukan kepala, hebat benner ibuk ini bisa mendidik anak -anak nya dengan sukses. mulai dari anak  kedua sampai ke enam. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ? Sambil menghela napas panjang  ibu itu menjawab...  anak saya yang pertama menjadi kuli bangunan sambil bercocok tanam padi dan tembakau di sampang madura, itupun lahan sawahnya hanya beberapa petak Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”
mohon maaf ibu....... "kata itu terucapa dari bibirq"!lalu sejurus kemudian temenq saya yang dri awal mendengarkan dg serius bertanya,   ibu kecewa ya dengan anak pertama ibu? adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedangkan dia menjadi  kuli bangunan dan petani!
.Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
” Ooo …tidak  begitu mas... meski bapak mereka sudah lama tiada Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia menjadi kuli dan  bertani”

Note:

Saya rasa TUHAN maha tau dari apa yang tidak pernah di ketahui oleh hambanya, setiap jasad penting dalam kehidupanya. sering kali kita menjumpai di sekeliling kita pribadi pribadi yang termarjinalkan lantaran kerasnya kehidupan ini meniupkan simbol pembatas, simbol pembeda, dan sederet simbol-simbol lainya yang membentuk pribadi kita lunak, layaknya daun pisang terhantam hembusan  angin lalu  endingya tercabik cabik. temen- temen marilah sejenak kita buka mata batin kita, hati kita, pikiran kita. bertanya dengan suara lembut, siapakah d balik layar perjalanan kita saat in? barangkali beliau saat ini menahan rasa laparnya demi perjalanan kita, atau mungkin beliau tersenyum kaku lantaran kita sedang menempuh proses yang belum pasti jaminan kelayakan kehidupanya?! keheningan yang sempurnalah yang akan membantu kita untuk merenung lalu kemudian merasakan setuhan kasih sayang orang-orang  yang berkorban untuk kita.  kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH DIRI KITA tetapi APA YANG SUDAH KITA LAKUKAN”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun