Satu tahun yang lalu tepatnya di bula maret saya dan teman melakukan perjalanan darat untuk menghadiri acara seminar wirausaha yang kebetulan menempuh perjalanan dari surabaya menuju jombang,kereta api menjadi pilihan kami. di saat memasuki gerbong kami sudah tidak kebagian tempat duduk, kamipun mencari barangkali masih ada tempat duduk yanag kosong dan alhamdulillah ada sesorang ibu tua yang masih keliatan sangat sehat mengizinkan kami duduk di sebelah beliau, ucapana terimakasih kami lontarkan pada beliau lantaran kebaikannya! sayapun menyapa beliau dan tak lama kami terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu,,, maaf kalo boleh tau ada acara apa pergi ke Jombang?” tanya si temenq rada penasaran. “Oh… saya mau ke Jombang terus ke jakarta nengokin anak saya yang ke 6”jawab ibu itu” Wouw… hebat sekali putra ibu'! temenq itu menyahut dan terdiam sejenak.
Akupun terlarut dalam renungan... Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu akupun melanjutkan pertanyaan.” Kalau saya tidak salah anak yang di jakarta tadi putra yan ke enam ya bu'? Bagaimana dengan kakak-kakak ny? Oh iya mas ” si Ibu bercerita” Anak saya yang ke enam seorang mahasiswa tingkat akhir di UI , yang ke lima kerja di surabaya di bidang properti, yang ke empat menjadi arsitek di malaysia, yang ke tiga menjadi kepala cabang bank di hongkong dan sudah menikah dengan orang sana mas,,,, yang ke dua menjadi dokter di banyuwangi.
akupun terdiam menganggukan kepala, hebat benner ibuk ini bisa mendidik anak -anak nya dengan sukses. mulai dari anak kedua sampai ke enam. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ? Sambil menghela napas panjang ibu itu menjawab... anak saya yang pertama menjadi kuli bangunan sambil bercocok tanam padi dan tembakau di sampang madura, itupun lahan sawahnya hanya beberapa petak Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”
mohon maaf ibu....... "kata itu terucapa dari bibirq"!lalu sejurus kemudian temenq saya yang dri awal mendengarkan dg serius bertanya, ibu kecewa ya dengan anak pertama ibu? adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedangkan dia menjadi kuli bangunan dan petani!
.Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
” Ooo …tidak begitu mas... meski bapak mereka sudah lama tiada Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia menjadi kuli dan bertani”
Note:
Saya rasa TUHAN maha tau dari apa yang tidak pernah di ketahui oleh hambanya, setiap jasad penting dalam kehidupanya. sering kali kita menjumpai di sekeliling kita pribadi pribadi yang termarjinalkan lantaran kerasnya kehidupan ini meniupkan simbol pembatas, simbol pembeda, dan sederet simbol-simbol lainya yang membentuk pribadi kita lunak, layaknya daun pisang terhantam hembusan angin lalu endingya tercabik cabik. temen- temen marilah sejenak kita buka mata batin kita, hati kita, pikiran kita. bertanya dengan suara lembut, siapakah d balik layar perjalanan kita saat in? barangkali beliau saat ini menahan rasa laparnya demi perjalanan kita, atau mungkin beliau tersenyum kaku lantaran kita sedang menempuh proses yang belum pasti jaminan kelayakan kehidupanya?! keheningan yang sempurnalah yang akan membantu kita untuk merenung lalu kemudian merasakan setuhan kasih sayang orang-orang yang berkorban untuk kita. kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH DIRI KITA tetapi APA YANG SUDAH KITA LAKUKAN”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H