Mohon tunggu...
Barda Iltsar Mangentang
Barda Iltsar Mangentang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menghancurkan Rantai Stunting: Strategi Revolusioner untuk Menyelamatkan Generasi Masa Depan

22 Agustus 2024   21:17 Diperbarui: 22 Agustus 2024   21:52 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi badan yang jauh di bawah standar usianya, merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius yang dihadapi dunia saat ini. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 162 juta anak di bawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami stunting. Kondisi ini tidak hanya mengancam kesehatan fisik anak, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan kognitif, kemampuan belajar, dan produktivitas ekonomi mereka di masa depan.

Masalah stunting bukan hanya isu kesehatan, melainkan juga merupakan cerminan dari ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mendalam. Stunting sering kali terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan akses terbatas terhadap makanan bergizi, layanan kesehatan yang memadai, serta air bersih dan sanitasi. Dalam banyak kasus, stunting adalah hasil dari kombinasi berbagai faktor, termasuk gizi buruk pada ibu hamil, infeksi yang berulang, serta ketidaktahuan tentang praktik pengasuhan yang baik. Oleh karena itu, upaya mengatasi stunting memerlukan pendekatan yang holistik dan multidimensi, yang melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan.

Stunting pada anak-anak tidak hanya berdampak pada kondisi fisik mereka, tetapi juga pada perkembangan otak dan kemampuan kognitif mereka. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah dan berisiko mengalami kesulitan dalam mencapai potensi akademik mereka. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak stunting lebih mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik dan kognitif, yang pada gilirannya berdampak negatif pada prestasi pendidikan mereka di kemudian hari.

Dampak negatif dari stunting tidak berhenti pada individu yang terkena dampaknya saja. Secara kolektif, stunting dapat menghambat perkembangan sosial dan ekonomi suatu negara. Anak-anak yang stunting cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah ketika mereka dewasa, yang berkontribusi pada penurunan pendapatan nasional dan memperburuk kemiskinan. Ini menjadi lingkaran setan di mana kemiskinan memperparah stunting, dan stunting pada akhirnya memperparah kemiskinan.

Di banyak negara berkembang, stunting masih menjadi masalah yang sangat akut. WHO memperkirakan bahwa jika tren saat ini terus berlanjut, sekitar 127 juta anak akan menderita stunting pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan bahwa upaya global untuk mengatasi stunting masih belum cukup efektif, dan bahwa diperlukan tindakan yang lebih kuat dan terkoordinasi untuk mencapai target pengurangan stunting sebesar 40% pada tahun 2025 yang telah ditetapkan oleh WHO.

Beberapa negara telah berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan melalui kebijakan dan program yang komprehensif. Brazil dan Peru adalah contoh negara yang menunjukkan bahwa penurunan stunting bukanlah tujuan yang mustahil untuk dicapai. Kedua negara ini berhasil menurunkan angka stunting secara drastis dalam beberapa dekade terakhir dengan mengimplementasikan pendekatan lintas sektor yang mencakup peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi.

Di Brazil, penurunan stunting dari 37,1% pada 1974 menjadi 7,1% pada 2007 merupakan hasil dari serangkaian intervensi yang berfokus pada peningkatan daya beli keluarga miskin, edukasi perempuan, serta perbaikan layanan kesehatan ibu dan anak. Program-program sosial seperti Bolsa Famlia, yang memberikan bantuan keuangan kepada keluarga miskin dengan syarat anak-anak mereka harus bersekolah dan menerima vaksinasi, juga berkontribusi besar terhadap penurunan angka stunting.

Peru, di sisi lain, berhasil menurunkan angka stunting dari 28,1% pada 2008 menjadi 13,1% pada 2016 melalui implementasi strategi nasional yang melibatkan berbagai sektor. Pemerintah Peru berfokus pada daerah-daerah dengan angka stunting tertinggi dan mengintegrasikan program gizi dengan layanan kesehatan, pendidikan, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi. Program nasional ini juga didukung oleh komitmen politik yang kuat dan kemitraan dengan organisasi internasional serta LSM.

Meskipun ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari negara-negara yang sukses, tantangan dalam upaya mengurangi stunting masih sangat besar. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya akses terhadap makanan bergizi, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Di banyak negara, keluarga miskin sering kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap makanan yang kaya nutrisi, sehingga menyebabkan anak-anak mereka rentan terhadap gizi buruk dan stunting.

Selain itu, kurangnya edukasi tentang pentingnya gizi dan kesehatan juga menjadi hambatan dalam upaya mengurangi stunting. Banyak ibu hamil dan menyusui tidak memiliki informasi yang memadai tentang nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan dan menyusui, yang berkontribusi pada terjadinya stunting pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, program edukasi dan pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa keluarga memiliki pengetahuan dan sumber daya yang diperlukan untuk memberikan gizi yang cukup bagi anak-anak mereka.

Tantangan lain adalah kurangnya infrastruktur yang memadai, seperti akses terhadap air bersih dan sanitasi. Air yang tidak bersih dan sanitasi yang buruk meningkatkan risiko infeksi, yang dapat memperburuk kondisi stunting. Upaya untuk memperbaiki infrastruktur dasar ini harus menjadi bagian integral dari strategi nasional untuk mengatasi stunting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun