Hampir Setiap waktu manusia selalu berkata-kata dan kata-kata itu dapat menjadi alat penghubung dan alat mengukapkan ekspresi yang berguna untuk berinteraksi dengan orang, diri sendiri ataupun benda-benda, bahkan dengan Tuhan.Kata-kata Jika dirangkai dengan perasaan tertentu dan nada tertentu dapat menghasilkan rasa yang tertentu pula bagi pendengarnya atau pembacanya. Bahkan ada jargon yang berbunyi demikian “ Siapa yang menguasia kata-kata dialah raja”.
Kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat dan kalimat yang di rangkai menjadi alat percakapan yang merupakan bahasa dan tiap nada, bunyi dan intonasi yang berbeda menjadikan dialek, logat atau aksen. Pernakah anda semua memperhatikan betapa anehnya bahasa itu tiap tempat dengan geografis dan wilayah tertentu bisa menimbulkan suatu dialog dan bahasa yang berbeda. Aneh bukan??
Ada perkataan yang buat si A tidak ada maknanya sama sekali namun buat si B sangat bermakna dan bahkan bisa membuat dia menangis. Atau bahkan jika diucapkan satu kata saja bisa membuat orang tertawa terpingkal-pingkal. Kata-kata jika diucapkan dengan nada keras dan kasar cenderung menakutkan atau bisa menghasilkan rasa sakit bahkan juga sebaliknya. sebutlah sebuah kata misalnya "CINTA" pastilah setiap pembaca memiliki gambaran sendiri-sendiri terhadap kata itu.
Jadi apakah sebenarnya kata-kata itu? Kenapa bisa berbeda-beda?...Perhatikan baik-baik, kata-kata adalah Angin tenggorokan yang diberi arti dan nama… misal ketika seseorang yang sedang mengeluarkan air mata dengan derasnya diberi nama menangis dan artinya bisa sedih bisa bahagia, atau ada orang yang mengeluarkan suara dengan nada tertentu setelah mendengar cerita lucu dinamakan tertawa. Dan huruf-huruf adalah angin tenggorkan yang diberi lambang atau simbol. Lalu Perbedaan bahasa itu terjadi karena adanya perbedaan latar belakang geografis dan kebiasaan interaksi. Lalu siapakah yang member arti bunyi itu? Ya tentunya guru-guru kita baik leluhur orang tua, teman atau siapapun, apapun itu pokoknya dimana kita belajar menyerap arti suatu suara.
Kapan kata-kata bisa menyenengkan kita? Ya jelas, ketika suara yang kita beri arti itu memenuhi harapan kita dan begitupula sebalikanya untuk rasa sedih, kecewa dll. Jadi sebenarnya siapakah yang menyenangi dan tersakiti oleh kata? Padahal kita sendiri yang memberi makna akan angin tenggorokan itu dan kita sendiri meyaknin arti itu lalu kita bisa senang dan susah atau sakit terhadap arti yang kita percaya itu.
Lalu apakah angin tenggorakan yang diberi arti lalu di beri symbol ini bisa membuat orang menyelami kebenaran Yang ESA???....Lalu apakah dengan pandai berucap engkau sudah mengetahui kondisi sebenarnya? Atau hanya bayangan yang timbul setelah suara kerongkongan yang diberi arti dan nama di dalam benak mu.
Dan perlukah kata-kata untuk berdoa? Ya kita perlu kata-kata untuk berdoa, kenapa perlu? Supaya kita bisa mengerti apa yang kita minta, jadi kata-kata atau kalimat-kalimat doa itu perlunya buat siapa? Buat diri kita sendiri atau buat Tuhan?...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H