Mohon tunggu...
Barbados Bados
Barbados Bados Mohon Tunggu... lainnya -

Berangkat untuk pulang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ibu Tidak salah! Akulah yang Memilih!

17 Februari 2015   18:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:02 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pria dewasa dengan kemapuan memilih bertanggung jawab penuh atas pilihanya. Misal si anak di suruh membeli buah kemudian si anak celaka karena menabrak orang di jalan maka yang bersalah adalah si anak bukan ibunya. Ataupun juga jika si anak yang salah membelibuah yang dititipkan baik salah jenisnya ataupun salah kwalitasnya itu juga bukan salah ibu tapi salah yang orang yang disusuruh membeli.

Lalu apa salah ibu? Salah ibu adalah menyuruh orang yang tidak punya kemampuan untuk memilih. Dan ibu itu pintar sekali karena bisa memerintah tanpa ada resiko. Suatu waktu sang Ibu pernah bertutur enak juga ya punya anak bisa disuruh-suruh tanpa ada resiko apapun ke akyu hehehe.

Sedari awal akulah yang memilih untuk ibu supaya ibu senang namun apa daya seorang teman tidak menyukai pilihanku bahkan dengan lancangnya menampar aku sehingga aku merasa tersinggung karena katanya pilihan ku mengandung racun, tapi repotnya temenku itu adalah idola dari teman-temanku yang jumlahnya tidak sedikit. Sementara aku tau bawa ibu memang menitip buah ini buah yang mengadung bakteri berbahaya karena ibu suka. Alhasil aku harus mengabaikan temanku itu tapi temanku begitu memaksaku dan mengahalangi aku seolah-olah dialah yang benar prilaku temanku ini benar-benar menyinggunku. Lalu temanku ini di dukung oleh teman-teman yang lain yang tidak begitu jelas siapa orang-orang itu tapi aku harus berusaha supaya pendukung yang tidak jelas itu tidak tersinggung mereka berusaha meyakinkan aku bahwa buah yang kau pilih ini berbahaya, mereka memeprlakukan aku seolah-olah aku anak kecil yang tidak bisa memilih, padahal ibuku mempercayakan aku untuk memilih. Supaya merka percaya aku orang baik maka aku harus berpura-pura menderita, aku harus berpura-pura bermusuhan dengan ibu supaya pendukungyang tidak jelas dari teman-temanku bisa besimpati pada aku.

Temanku yang lancang dan tidak menghormati aku itu menghalangi aku untuk memilih buah itu, tapi demi ibu maka harus mendaptkan buah itu. Supaya teman-teman yang menghalangi aku tidak tersinggung aku harus memanggil teman-teman yang lain yang berkwalitas baik dalam menilai buah untuk diminta pendapatnya namun jika pendapatnya tidak aku sukai aku akan menapung pendapat mereka aku harus beracting seolah-olah aku terzalimi supaya teman-teman penilai buah ini mau membantu aku secara sukarela dan beropini untuk dapat menggiring para pendungukung temanku yang lancing itu, karena sang ibu memang menitipi aku untuk mendapatkan buah itu maka aku harus melalui jalur ahli buah bukan sekedar orang-orang baik dalam menilai. Padahal aku tau kwalitas ahli penilai buah ini tidak ada yang bagus lah wong buah berbakteri berbahaya aja bisa masuk jadi dengan aku ketahui kwalitas ahli buah ini akan memudahkan aku menyenangkan ibu. Dan ternyata benar sesuai apa yang aku rencanakan para ahli buah itu meloloskan buah pilihanku untuk ibu.

Dengan keputusan dari para ahli buah yang pas dan sesuai pilihanku untuk menyenangkan ibu maka teman-teman yang baik itu tidak akan banyak omong bahkan pendukung teman lancangku tidak bisa berbuat banyak. Karena temanku yang lancang itu sudah menyinggungku sedari awal aku biarkan dia digodai para tukang buah, bahkan ada tukang buah yang mengaku bahawa temanku yang lancang itu pernah memakan buah beracun aku biarkan saja biarkan dia di keroyok tukang buah karena berani-beraninya dia menyinggungku bahkan menaparku di depan umum. Dan aku biarkan tukang buah yang tersinggung itu memaki-maki temanku. Yang penting semua sesuai rencanaku untuk dapat membeli buah pesanan ibu dan pasti ibu senang. Dan sepertinya sekarangpara pendukung temanku yang lancang itu sudah mulai diam dan tak berdaya karena melihat tukang buah yang cukup banyak dan memegang golok! Drama yang cantik kan bu?!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun