Akhir-akhir ini banyak sekali terdengar kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, kabar ini menjadi perbincangan yang tidak ada habisnya, berbagai kasus pelecehan pun satu persatu terungkap. Kasus pelecehan seksual ini membuat masyarakat menjadi geram dan mengecam si pelaku-pelaku pelecehan seksual.Â
Kasus-kasus pelecehan seksual ini terjadi di lingkungan perguruan tinggi, di lingkungan sekolah, di tempat beribadah dan yang lebih membuat masyarakat geram pelecehan terjadi di pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu agama malah tercoreng akibat perilaku yang tidak pantas.
Adapun kasus pelecehan seksual yang  sangat-sangat tidak masuk akal terjadi di lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi rumah untuk berlindung bagi seorang anak atau pun seorang perempuan tetapi malah menjadi tempat yang tidak aman untuk berlindung. Karena siapa saja yang ada di dalam keluarga bisa saja menjadi pelaku pelecehan seksual.Â
Ayah, kakak, paman, dan bahkan kakek yang seharusnya menjadi sosok yang melindungi perempuan malah tega melakukan pelecehan seksual terhadap anggota keluarga mereka, dan parahnya korban ini adalah menantu, anak, cucu dan mirisnya anak-anak yang masih di bawa umur.
Sungguh berat yah menjadi seorang perempuan yang selalu menjadi korban pelecehan seksual di manapun, tidak gampang untuk seorang perempuan speak up apa yang telah di alami. Mereka lebih memilih diam dan memendamnya sendiri, sekalipun berbicara perempuan selalu disalahkan dari segi berpakaian.Â
Jika dilihat para korban pelecehan seksual sebagian besar berpakaian yang tertutup tetapi tetap saja dilecehkan, lalu, siapa yang harus di salahkan?Â
Lagi lagi perempuan, perempuan, perempuan selalu yang disalahkan. Bukan kah perempuan juga punya hak dan kebebasan? cara berpakaian tidak bisa dijadikan alasan bahwa perempuan pantas untuk dilecehkan. Â
Sungguh berat menjadi korban pelecehan seksual, tidak adanya dukungan, tidak adanya tempat untuk mengadu, bercerita, meluapkan semua yang telah di alami, bahkan untuk ke psikiater pun mereka tidak berani dan merasa malu, takut dipandang buruk, dikucilkan di lingkungan masyarakat. Trauma yang di alami membuat perempuan frustasi, depresi, gangguan mental dan bahkan melakukan suicide.Â
Adapun teori dari tokoh sosiologi klasik Emile Durkeim yang terkenal dengan Ateori bunuh diri, Â dalam bukunya "SUICIDE". Emile mengemukakan bahwa yang menjadi penyebab bunuh diri adalah pengaruh dari integrasi sosial.Â
Teori ini muncul karena ia melihat di lingkungannya terdapat orang-orang yang melakukan bunuh diri. Kemudian Emile Dhurkeim tertarik untuk melakukan penelitian di berbagai negara mengenai hal ini.Â
Peristiwa bunuh diri merupakan kenyataan sosial yang dapat dijadikan sarana penelitian yang menghubungkannya dengan struktur sosial dan integrasi sosial dari suatu kehidupan.