Mohon tunggu...
Bang Bara
Bang Bara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Ideologis

Hanya Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Serentak dan Kematian demokrasi

31 Juli 2015   13:08 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:55 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada serentak dan tak serentak tak sama sama tak bermanfaat untuk rakyat.karena jauh dari nilai syariat - semuanya penuh dengan maksiat - untuk kepentigan perut pejabat

Karena Pilkada saat ini masih dalam bingkai demokrasi - sebuah sistem yang penuh ilusi menjadikan rakyat terus di jadi korban nafsu birahi para politisi

Tahukan kita bahwa demokrasi sumber masalah, sebuah ide yang jauh dari nilai agama untuk mengatur kehidupan dunia

Bukan kah kita di ajarkan untuk berfikir soal apa yang menjadi aturan kehidupan kita. Dan demokrasi sesungguhnya hanyalah dogma manusia dari manusia

ingat, Freedom, liberty dan fraternity dulu dijadikan slogan emosional revolusi Perancis (saat ini pun masih sering kita dengar). Slogan emosional tidak ubahnya dengan kepercayaan buta tanpa tahu apa latar belakang ideologi, isi, tujuannya dan pandangan hidup didalamnya.

Biasanya slogan tersebut memberi janji perbaikan kondisi dunia, namun pada faktanya malah mengirimkan manusia pada kehancuran. Sebenarnya kemajuan semu yang diperlihatkan merupakan bom waktu yang siap meledak bila mencapai klimaksnya.

Ketika John Dewey meletakkan dasar pendidikan AS, dia menyatakan “kita menginginkan manusia untuk nyaman, bukan untuk berpikir”. Pendidikan Barat tidak akan membuat kita menjadi seorang yang berpikir, namun hanya akan mengajari kita untuk membuat sejumlah informasi-informasi ngawur dan menyesatkan. Memang, dalam sistem pendidikan Barat, seseorang dapat meraih puncak profesi atau berhasil dalam studi akademisnya, akan tetapi dia akan tetap menjadi kaum intelektual yang bodoh dan tetap terbelakang, karena ia hanya merasakan kenyamanan tanpa dapat berpikir secara mendalam hingga ke hal-hal yang mendasar. Biasanya, mereka menyampaikan pendapat tanpa bentuk yang riil.

Mereka hanya bertujuan memanas-manaskan/menambah-nambahkan  apa yang mereka baca di media massa. Dengan kata lain, pemikiran mereka tidak akan lebih baik dan justeru akan sam dengan para pendahulunya. Beberapa dari mereka boleh bangga dengan mengklaim dirinya sebagai pembuat opini yang paling ebnar. Tapi bila ditelaah lebih lanjut, semua itu tidak lebih dari sekadar sampah busuk yang justeru mendorong kehancuran suatu negara... itulah demokrasi mati

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun