Masih pagi benar saat aku,anak lelakiku,dan anak perempuanku baru bangun lalu nongkrong diteras menikmati angin.Ketika tiba-tiba sebuah suara menyentak keras dari luar pagar tepat dimana aku membelakanginya,"MINTA UANG PAK,SAYA PENGEMIS!!".Sumpah aku kaget sekaget-kagetnya.Aku mendelik demi melihat seorang lelaki gagah,waras-wiris,tanpa cacat menengadahkan tangan dengan tegas.Diamputt!!(aku memekik dalam hati,maklum lagi puasa).Kutatap muka orang itu lekat-lekat.5 detik.Kalau saja tidak puasa,kalau saja aku tidak malu,kalau saja dia datang waktu aku masih abege...hhrrgghhh..."janc*k!!dah kugebukin kamu" (lagi-lagi cuma membatin,kumat jahiliyahnya).Agak dongkol aku masuk rumah terus mengambil dompet istriku diatas rak.Ketemu 2 keping logam seratusan mau kuambil tapi tidak jadi.Ah,kucabut saja selembar Pangeran Antasari.Beres. Setelah pengemis (apa preman?) itu pergi aku tertawa geli.Edan,ternyata budaya meminta-minta seperti ini masih saja musim.Padahal dulu waktu masih esde aku ingat betul bahwa gaya seperti ini dulu diwariskan oleh orang-orang bersafari di sebuah acara membosankan di stasiun tivi satu-satunya di republik ini yang bernama "Laporan Khusus".Dulu aku sering banget mendengar kosakata 'Hibah' yang artinya pemberian berupa materi tanpa embel-embel apapun.Senang rasanya dengar Indonesia dapat hibah dari Jepang,dari Amerika Serikat atau dari Uni Eropa.Tapi makin gede rasanya kamus bahasa Indonesia yang selama ini ku rujuk harus direvisi karena ternyata hibah itu artinya pemberian dengan embel-embel apapun. Entah kenapa aku tiba-tiba juga teringat ada tidak sih yang masih ingat kalau kita punya hutang?Atau sudah sibukkah rakyat kita dibuai berita polah tingkah badut-badut?Lalu dimana hebatnya pidato yang memuja kekayaan negeri cantik ini?Dari Sabang sampai Merauke,dari Miangas sampai pulau Rote?Gemah ripah loh jinawi,tata tentrem kertaraharja(yang ini dari orde yang lewat).Sampai dimana usaha kita untuk melunasi hutang yang sejak Dsember 2003 sampai Januari 2009 saja makin naik jadi 31%.Dari yang 'hanya' Rp 1.275 triliun menjadi Rp 1.667 triliun.Alias naik sebesar Rp 392 triliun.Amboi... Sementara nun jauh disana,apa yang dibanggakan sebagai kekayaan negara untuk mencukupi hajat hidup orang banyak ternyata cuma jadi tambang devisa bagi negeri manca.Betapa banyak yang telah dikeruk dari perut bumi Papua,begitu pula gas alam di bumi Rencong dan lainnya lalu bandingkan berapa besar hasil yang dikembalikan pada rakyat sekitar atau pada negara sekedar menambal hutang yang tak terbayangkan berapa banyak karung untuk mewadahinya. Sebetulnya aku tidak mau tahu soal itu.Karena kebiasaan orang dikampung kami selalu ngomong,"kayak kurang kerjaan aja ngurusi masalah negara,lha wong ngurusi besok mau cari makan aja susah!"."Wow,yo sak karepmu,"balasku.Tapi ngomong-ngomong kosakata hibah tadi kira-kira bisa berubah lagi tidak ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H