Mohon tunggu...
Jazzy D.a.n.
Jazzy D.a.n. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku bukan siapa-siapa....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kamisan: Ajang Nonton Gratis di Tahun 80-an

30 Juni 2013   11:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:13 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kamisan (atau kalau lidah Jawa menyebutnya Kemisan) merupakan istilah yang populer di kalangan kawula muda tahun 80-an. Istilah untuk menyebut aktivitas nonton gratis untuk umum yang diselenggarakan oleh pengelola gedung-gedung bioskop di kota Semarang. Apakah di kota-kota lain ada kegiatan serupa? Entahlah…, mungkin rekan-rekan Kompasianer ada yang berkenan berbagi informasi.

Disebut Kamisan karena ajang ini hanya diselenggarakan setiap hari Kamis. Apa saja keunikan-keunikan dari ajang Kamisan ini?

Pertama, tentu saja gratis! Umumnya orang masuk ke gedung bioskop terlebih dahulu harus menebus secarik tiket di loket dengan sejumlah nominal rupiah, tapi tidak demikian untuk ajang ini. Faktor gratis inilah yang menjadi magnet utama, khususnya kawula muda, untuk beramai-ramai memanfaatkan kesempatan nonton di gedung bioskop. Seperti kita ketahui bersama bahwa di tahun 80-an ketersediaan aneka hiburan belum semajemuk saat ini, dan bioskop masih menjadi primadona saat itu.

Mungkin karena faktor ‘tidak membayar’ ini pula, yang dalam pengamatan saya yang waktu itu masih SD, membuat penonton yang hadir seolah bebas untuk berbuat semau-maunya di dalam gedung. Ngobrol sendiri dengan temannya (tentu dengan volume suara yang tidak pelan), komentar-komentar ngaco, keluar masuk gedung, duduk dengan kedua kaki ditumpangkan di kursi di depannya, sampai merokok di dalam gedung. Padahal sebelum film diputar biasanya ada peringatan terpampang di layar : Dilarang merokok, mengganggu kesehatan dan gambar!

Kedua, adalah jam tayang yang tidak lazim. Waktu itu jam tayang yang lazim untuk menonton film adalah pukul 15.00, 17.00, 19.00, 21.00, dan midnite show pukul 24.00 WIB. Sementara film-film untuk ajang Kamisan hanya diputar pada pukul 11 siang!

Heran juga saya melihat para penonton itu, apa mereka itu tidak sekolah atau bekerja? Harinya kan hari kerja, waktunya juga pada jam-jam produktif. Masak satu gedung isinya pengangguran semua?

Ketiga, ini yang paling unik, bahwa penonton tidak tahu film apa yang akan diputar. Tidak ada suara merdu mbak-mbak di lobby gedung yang menyampaikan informasi tentang film yang akan disaksikan. Poster-poster yang ditempel di dinding pun poster untuk film-film yang tayang pada jam-jam reguler. Jadi penonton baru tahu judul film yang akan ditonton ketika sudah duduk di dalam gedung. Penentuan film yang akan diputar saat itu menjadi kewenangan absolut pengelola gedung. Apakah penonton akan suka dengan filmnya atau tidak, penonton tidak punya hak untuk protes, sepertinya mereka telah tersandera oleh faktor kegratisan yang mereka nikmati. ”Masuk nggak bayar masih mau pilih-pilih film? Dasar orang tidak tahu diuntung!”, mungkin begitu kata si pengelola gedung kalau ada penonton yang protes.

Waktu saya turut memanfaatkan momen gratisan ini di bioskop Rahayu (di kawasan pasar Johar, sekarang menjadi pertokoan Trend), saya pun disuguhi film kungfu mandarin, judulnya saya tidak ingat. Sebuah genre film yang tidak saya sukai saat itu (sampai sekarang juga ding…). Aneh saja melihat para pendekar-pendekar Tiongkok itu bisa bertarung sambil terbang…, kalah dong Iron Man. Toh demikian film itu saya tonton sampai tuntas.

Pengalaman lain waktu nonton Kamisan di bioskop Kanjengan. Bioskop yang saat ini sudah ditutup walaupun gedungnya masih ada. Bioskop murah meriah, waktu itu harga tanda masuknya cuma gopek alias setengah ribu rupiah. Di bioskop itu bersama teman-teman saya yang masih ingusan (saya pun masih ingusan juga), kami sudah duduk manis di dalam gedung menanti film diputar.

Tak dinyana ada petugas keamanan yang menghardik kami dan memerintahkan untuk segera keluar gedung. Apa alasannya? Bukankah kami penonton gratisan yang sama terhormatnya dengan penonton-penonton lain yang masuk ke gedung tanpa bayar? Untunglah di antara penonton itu ada yang mengenali saya sebagai familinya dan saya pun diamankan untuk tetap berada di dalam gedung, sementara kawan-kawan saya yang lain harus rela untuk diusir. Maaf kawan, Anda belum beruntung! Setelah iklan obat flu Pr*cold yang legendaris itu, film utama pun diputar. Saya baru paham mengapa tadi kami diusir. Ternyata yang ditayangkan adalah film untuk kalangan dewasa, filmnya jeng Anna Tairas yang judulnya Cinta Semalam. Hihihi….

Sesampai di rumah saya dimarahi Ibunda. Bukan karena filmnya, tapi karena ikut-ikutan nonton gratisan. “Malu-maluin!”, kata beliau, “kayak nggak pernah diajak orang tuanya ke bioskop saja.” Bukan masalah itu, tapi di mana-mana yang namanya gratisan itu enak. Hehehe, mungkin di bagian ini Ibunda ngga’ paham…. Lha wong saya juga senang kok kalau diberi kartu bebas sama tetangga. Bukan kartu perdana maksudnya, tapi kartu yang bisa buat nonton bioskop tanpa bayar.

Saat ajang Kamisan ini masih ada, sebagai penggemar film memang hanya dua kali itu saya memanfaatkannya. Ajang yang entah kapan dimulainya, siapa peloponya, dan kapan pula diakhiri. Namun yang pasti ini ajang yang populis, menyenangkan, dan akan disambut baik oleh penikmat film bila pengelola-pengelola gedung bioskop bermaksud menghidupkannya kembali di era sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun