[caption id="attachment_82279" align="alignleft" width="180" caption="dari : www.gettyimages.com"][/caption] Sudah mengucapkan selamat natal ke Uti, Nak ? Belum Pa, bingung. katanya ga boleh, haram, dosa. Ya kalau merasa begitu ya tidak apa-apa. Telepon saja Uti dan ajak ngobrol-ngobrol, pasti senang bahkan mungkin lupa kalau Mas Ogie ga mengucapkan selamat natal. Uti adalah panggilan kesayangan dari anak-anakku untuk eyang Putrinya, Ibu dari Ibunya anak-anak. Kebetulan kami berbeda agama, Uti katolik dan kami Muslim. Sebagai cucu pertama, Ogie mendapat curahan kasih sayang dari Kakek dan Neneknya, bahkan cinta Uti sepertinya tidak berkurang walaupun sudah bertambah beberapa cucu, tetap Ogie yang paling disayang. Ogie sendiri kadang serasa lebih mencintai Uti nya dibanding Papa dan Mama nya sendiri. Ogie pernah beberapa waktu diasuh oleh Neneknya ketika kami sibuk dengan pekerjaan. Sekalipun berbeda keyakinan, Utie selalu mengingatkan Ogie untuk Sholat, memanggil guru ngaji untuk belajar membaca Al Qur an dan membelikan baju koko lengkap dengan sarung setiap lebaran. Utie pasti juga mendoakan kebaikan-kebaikan untuknya ketika menyentil rosario dalam putaran di pagi buta dan menjelang tengah malam. Secara sadar atau tidak Ogie mengerti hal itu semua, kecintaan Uti nya dan perbedaan yang ada. Ucapan selamat natal menjadi satu dilema. Mungkin dari sekolah, atau dari Mushola tempat ngaji sore atau bisa juga dari obrolan dengan teman-temannya, Ogie mendapat pernyataan mengucapkan selamat natal itu haram. Apakah dengan mengucapkan selamat natal berarti mengakui keyakinan yang lain dan otomatis meyakini nya ? Mungkin tidak otomatis ya, cuma sekedar mengakui bahwa ada orang yang sedang merayakan natal. Sedangkan esensi ajarannya sendiri, terserah pada kita untuk meyakini atau tidak. Hanya bagi bocah 13 tahun tentu tidak mudah untuk memahami dan cukup dengan mengikuti apa yang dikatakan 'pak Guru'. Hanya saja terdapat tentangan dari dalam hati kecilnya, perasaan bersalah karena tidak membalas kebaikan dan cinta Uti secara cukup, walaupun itu cuma sekedar mengucapkan selamat Natal. Papa sudah nelepon Uti ? Mengucapkan selamat natal ? Sudah, juga ke Pak poh. Tidak dosa Pa ? Biarlah Tuhan yang menentukan Mas, Papa juga tidak mau meyakini ajaran agama yang menjanjikan neraka bagi orang-orang sebaik Uti dan Pak Poh. Orang-orang yang Papa cintai. Maksud Papa ? Papa mengimani keyakinan yang memberikan kebaikan untuk semuanya. Buka mata dan mata hati Mas, nanti juga akan menemukan pemahaman tersendiri. Eh kalaupun tidak mengucapkan selamat natal, tetap telepon Uti ya. Iya Pa. Kapan Papa pulang ? .........................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H