Bagi Anda yang ingin menambah pengetahuan tentang penyebaran Islam di tanah Jawa, sebaiknya Anda membaca buku "Misteri Syekh Siti Jenar, Peran Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa" karya Prof. Dr. Hasanu Simon, penerbit Pustaka Pelajar, Cetakan V, Nopember 2008.
Berikut sinopsis buku sebagaimana termaktub di cover belakang.
Islam telah masuk ke Jawa pada abad ke-8. Raja Schima dari Kalingga yang berkuasa pada abad ke-9 dan makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah di desa Leran, Gresik, yang meninggal pada tahun 1028 adalah bukti bahwa Islam telah lama dianut oleh penduduk Jawa.
Namun selama lebih dari 7 abad, perkembangan Islam di Jawa belum mampu menembus dominasi tiga agama yang dianut oleh penguasa dan mayoritas penduduk Jawa, yaitu Hindu, Buddha, dan Animisme. Akan tetapi Perang Paregreg tahun 1401-1406 yang merupakan puncak pertikaian penguasa Jawa sejak abad ke-11 dalam perebutan kekuasaan telah membalik keadaan.
Memanfaatkan situasi yang kacau-balau akibat Perang Paregreg tersebut, tim dakwah yang dikirim oleh Sultan Turki Muhammad I berhasil membuat sejarah baru proses islamisasi di Jawa. Tim dakwah pimpinan Maulana Malik Ibrahim itu tiba di Jawa pada tahun 1404. Meniru cara-cara dakwah Rosululloh Saw dalam menyebarkan Islam, Maulana Malik Ibrahim dan kawan-kawan berhasil memikat hati para penguasa dan masyarakat untuk melihat agama Islam, karena mereka bosan dengan keterpurukan ekonomi sebagai akibat pertikaian politik para penguasa sejak Perang Paregreg.
Akan tetapi proses islamisasi di Jawa mulai membelok ketika Islam sudah dominan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan masuknya tokoh Islam pribumi yang diawali dan dipimpin oleh Sunan Kalijogo. Bentuk Islam sinkretis hasil dakwah Sunan Kalijogo berbeda dengan Islam murni yang dianut oleh masyarakat pesisir, hasil dakwah para wali Timur Tengah.
Di dalam proses islamisasi di daerah pedalaman yang sinkretis itu, muncul pula tokoh kontroversial yang ketenarannya hampir menyamai Sunan Kalijogo, yaitu Syekh Siti Jenar. Ketidak-jelasan asal-usul tokoh ini, yang semula dampaknya tidak begitu berarti bagi perkembangan Islam setelah ditindak tegas oleh penguasa Demak Bintoro, seringkali dimanfaatkan oleh kaum zindig untuk melemahkan perjuangan Islam. Oleh karena itu umat Islam Indonesia perlu menghadapi propaganda tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang dibesar-besarkan itu dengan kritis, arief, dan istiqomah. Munculnya gerakan kembali Syekh Siti Jenar tidak terlepas dari gerakan menentang Islam yang lain, yaitu atheisme, pendangkalan akidah, dan lain-lain.
Untuk melengkapi pengetahuan Anda sehingga komprehensif juga kiranya dapat membaca buku "Genealogi Keruntuhan Majapahit" karya Nengah B. Atmaja, penerbit Pustaka Pelajar; "Islam Kejawen" karya Budiono Hadisutrisno, penerbit Eulebook, Juli 2009; “Pertarungan Menuju Surga. Kemelut Warisan Ajaran Syekh Siti Jenar Vs Sunan Kalijaga” karya Muhammad Makhdlori, penerbit Diva Press, 2006; "Syekh Siti Jenar 2, Makrifat dan Makna Kehidupan" karya Achmad Chodjim, penerbit Serambi Ilmu Semesta, Cetakan V Januari 2010; "Makrifat Sunan Kalijaga" karya Achmad Chodjim, penerbit Serambi Ilmu Semesta, dan "Babad Tanah Jawi".
Walaupun tidak mengapa Anda membaca banyak buku, justru kadang kala diperlukan sebagai pembanding, tetapi tidak bermaksud mengecilkan kontribusi penulis, dari penelusuran saya buku yang lain tidaklah selengkap dan sebobot buku-buku tersebut. Memang kadang kala membaca banyak buku dan tulisan di internet diperlukan untuk mengasah kemampuan analisis. Itulah yang dinamakan bertualang. Namun menjadi kepuasan dan ketenangan batin bila akhirnya bersua dengan secercah kebenaran. Thank You, Alloh...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H