Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Money

Orang Jawa, Nenek Moyang Pertanian Dunia

16 Agustus 2012   15:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:39 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Demikian pernyataan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun dalam gelaran maiyahan Macapat Syafaat "Urip Malaekatan" yang ditayangkan Adi TV malam ini.

Orang Jawa mempunyai kemampuan menciptakan teknologi mutakhir, seperti pembuatan Candi Borobudur: bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur, kapal jung Jawa: teknologi kapal raksasa.

Lebih lengkapnya inilah 10 Teknologi Mutakhir Milik Nenek Moyang Kita.

Selain Sabrang 'Noe" Letto, tampil pula geolog dan pakar pengobatan mata dari Jerman Heinrich Melcheryang fasih berbahasa Indonesia dan petinggi dan masyarakat Desa Karangrandu, Pecangaan, Jepara, Jawa Tengah yang tergabung dalam Kampus Sawah. Kampus Sawah mempunyai slogan "Saatnya Bangga Menjadi Petani".

Menurut Letto, jika ingin melihat kerja nyata seorang khalifah, maka bisa sangat terefleksikan dalam diri para petani. Mereka mengolah tanah sedemikian rupa menjadi hijau dan menyejukkan, kemudian menghasilkan kemanfaatan sosial yang tidak ternilai berupa suplai pangan bagi masyarakat.

Pertanian bukan hanya fenomena bercocok tanam, namun sebuah rangkaian komperehensi segala bidang yang tersinergikan dalam kegiatan bercocok tanam. Rangkaian itu terdiri dari komponen etos kerja, hubungan sosial, seni mengelola lingkungan, tanggung-jawab, kesabaran, hingga spiritualitas. Ini adalah kemewahan cara hidup - melihat kehidupan - dan menjalani kehidupan. Bagai lukisan, kemewahan bukan terletak pada warna tinta, tapi bagaimana torehan itu merasuk menyapa jiwa.

Begitulah pertanian, pekerjaan yang kini dianggap remeh ini sebenarnya membeberkan peristiwa yang tak sedikit ilmu bisa dikuak darinya. Masyarakat Karangrandu pantas berbangga bahwa kondisi sosial masyarakatnya begitu akrab bersentuhan dengan bentangan lahan persawahan dan warisan mahal berupa ilmu bercocok tanam. Jika kemudian ada generasi Karangrandu yang tidak peduli bahkan malu menjadi anak petani, maka bisa jadi dirinya belum atau bahkan gagal mengenali kandungan kekayaan ilmu dan kemuliaan citra kekhalifahan dari diri leluhurnya, yakni para ”resi-resi” pejuang pangan dan ”bidan-bidan” peradaban.

Dalam kesempatan lain, ketua panitia pengarah JFSS-FIFTW 2012, Franky Oesman Widjaja juga mengatakan, “Kami berharap Jakarta Food Security Summit 2012-Feed Indonesia Feed The World menjadi wadah bagi kita semua yang memiliki semangat sama, yaitu memenuhi kebutuhan pangan bagi setiap umat manusia khususnya rakyat Indonesia.”

Mampukah kita mengembalikan status sebagai nenek moyang pertanian dunia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun