Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hamemayu Hayuning Bawono untuk Kelestarian Lingkungan Hidup

31 Maret 2013   09:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:57 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1364720233976616905

Falsafah atau konsep Hamemayu Hayuning Bawono, yang diterjemahkan secara bebas sebagai Mempercantik Kecantikan Alam,  yang digali dari filosofi dasar masyarakat Jawa, dalam hal ini Kasultanan Ngayogyakarta dan Surakarta, dari aspek lingkungan, ekologi, dan sosial sebenarnya dapat diartikan atau diderivasikan lebih dalam menjadi tujuh gatra, yaitu: 1. Hamemayu Hanyuning Tirto (air) 2. Hamemayu Hayuning Wono (hutan) 3. Hamemayu Hayuning Samodro (samudera) 4. Hamemayu Hayuning Howo (udara) 5. Hamemayu Hayuning Bantolo (tanah) 6. Hamemayu Hayuning Budoyo (budaya) 7. Hamemayu Hayuning Manungso (manusia) Demikian pernyataan Dr-Ing. Ir. Agus Maryono, ahli Hidrologi UGM dan juga Deputy Dircto SEAMEO-SEAMOLEC (South East Asia Minister of Education Organization-Regional Open Learning Centre)  pada hajatan Great Thinkers: Vandana Shiva "Membangun Demokrasi Air" di Gedung "Lengkung" Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ( 27/03/2013). Narasumber lain yaitu Prof. Dr. Heru Nugroho (Sosiolog UGM) dengan moderator Dr. Dewi Haryani Susilastuti. (dok. http://pasca.ugm.ac.id/v2.1/agenda/id/70) "Falsafah Hamemayu Hayuning Tirto diartikan bahwa seluruh masyarakat baik pemerintah, lesgisltaif, pebisnis, LSM, dan rakyat kebanyakan memiliki tugas secara bersama untuk menjaga kelestarian sumberdaya air dengan segala komponen penyangganya seperti sungai, danau, situ, embung, mata air, air tanah, dan siklus hidrologinya, serta komponen-komponen ekologi yang terkait dengan air. Sehingga tirto tersebut tidak menimbulkan bahaya banjir dan kekeringan, karena kita tidak melakukan Hamemayu hayuning Tirto," tegasnya. Agus (Magister Teknik Sistem, Fakultas Teknik UGM) juga menyatakan bahwa salah satu aspek yang maha panting yang selama ini belum kita garap secara seksama adalah aspek water culture. Water culture diartikan sebagai kepahaman masyarakat sosial tentang masalah pemanfaatan air dan konservasi air yang ada di sekitar kita. Disamping itu juga sebagai kepahaman masyarakat terhadap air dan seluruh sumber dan tata air serta perilaku mereka terhadap sumber dan tata air tersebut. Lebih jauh lagi yaitu kepahamanan masyarakat tentang keterkaitan antara air dengan ekologi termasuk masalah sosial dan ekonomi. Oleh karenanya, pada masa kini dan mendatang perlu dibangun komunitas yang dibekali dengan pengetahuan ekologi sebagaimana dipraktikkan oleh para leluhur Nusantara kita yang dikenal sebagai bangsa yang sadar dengan konservasi (negara konservator), termasuk konservasi air. Sebenarnya secara pemikiran dan praktik, para leluhur kita tidak kalah dengan Vandana Shiva. Karena sejak dahulu leluhur kita sudah mempraktikkan kearifan lokal terkait dengan pemanfaatan dan konservasi air. Adanya hajatan besar bernama Merti Code merupakan salah satu bukti  bahwa pengelolaan air di Yogyakarta sudah menjadi tradisi. Sementara Heru menegaskan bahwa demokrasi pun bisa merusak lingkungan. Vandana Shiva, ecofeminism dari India, bisa digunakan sebagai entry poin pengelolaan demokrasi air di Indonesia, di antaranya bahwa mencari solusi adil tentang penggunaan air di muka bumi (demokrasi air), eksploitasi air di muka bumi cenderung menghasilkan water wars yang menggusur si miskin, oleh karenanya diperlukan solusi adil bagi impelemntasi demokrasi air. Ada delapan prinsip demokrasi air ala Vanda Shiva. Salah satunya, "Menghormati hak air untuk mengalir, berevolusi, dan konservasi," ujar Heru Nugroho (Guru Besar Fisipol UGM). Apabila hak air tersebut tidak dipenuhi maka akan timbullah bencana banjir, tanah longsor akibat tergerus oleh aliran air, dll.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun