Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hal-hal yang Haram di Indonesia

27 September 2012   06:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa karya As'ad Said Ali menuliskan bahwa Pancasila adalah konsensus dasar yang menjadi syarat utama terwujudnya bangsa yang demokratis. Sungguh menakjuban; ide pemikiran politik yang terkandung di dalam Pancasila merupakan racikan sempurna dan solutif.

Buku tersebut juga menuliskan hal-hal yang haram di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal-hal yang haram tersebut, di antaranya.

*) Sebagaimana tertuang di dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah, 1) Negara Indonesia bukanlah negara agama; dan 2) Negara Indonesia bukanlah negara sekuler.

Para pendiri negara kita dengan sangat cemerlang mampu menyepakati pilihan yang pas tentang dasar negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinal, menjadi sebuah negara modern yang berkarakter religius, tidak sebagai negara sekuler juga tidak sebagai negara agama. Rumusan konsepsinya benar-benar diorientasikan pada dan sesuai dengan karakter bangsa. Mereka bukan hanya mampu menyingkirkan pengaruh gagasan negara patrimonial yang mewarnai sepanjang sejarah Nusantara prakolonial, namun juga mampu meramu berbagai pemikiran politik yang berkembang saat itu secara kreatif sesuai kebutuhan masa depan modern anak bangsa. (Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa, hal. viii & ix)

Seorang intelektual dan pejabat tinggi Arab Saudi Dr. Izzat Mufti menyampaikan pandangannya, "Arab Saudi menjadikan Alquran dan Hadis sebagai landasan bernegara karena seluruh warganya adalah muslim. Indonesia yang multiagama menjadikan Pancasila sebagai dasar negara di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu keputusan yang benar dan tidak bertentangan dengan Islam." Hal lain yang lebih penting, menurut Izzat Mufti, "Pancasila telah menjadi bingkai persatuan bangsa Indonesia. Berbeda dengan bangsa Arab, meskipun mempunyai kesamaan budaya dan bahasa tetapi terkotak-kotak lebih dari 20 negara." Apa yang dikatakan Izzat Mufti hayalah salah satu contoh saja. Ada juga tokoh dunia yang menilai kemampuan bangsa Indonesia merajut kebhinnekaan itu sebuah indikasi potensi Indonesia menjadi salah satu negara adidaya. Pancasila sebagai faktor spiritual yang melengkapi faktor material seperti besarnya jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan alam berlimpah, dan posisi geostrategis Indonesia. (Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa, hal. xi & xii)

**) Sebagaimana tertuang di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah, 1) Sistem free-fight-liberalisme yang menumbuhkan eksploitasi manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menumbuhkan dan mempertahankan kelemahan struktural Indonesia dalam ekonomi dunia; 2) Sistem etatisme dalam mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara; 3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. (Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa, hal. 238)

Energi Pancasila muncul dan mendominasi terciptanya perdamaian di berbagai daerah konflik. Umumnya, konflik-konflik tersebut, tidak terkecuali di Ambon dan Poso, ditengarai sebagai bagian dari konflik politik yang tidak terlepas dari provokasi dan campur tangan halus pihak luar. Hampir dua tahun setelah Perjanjian Malino II ditandatangani, interaksi di antara komunitas muslim yang berpusat di daerah pesisir Poso dengan komunitas kristen di Tentena sangat minim. Padahal perdamaian nyata terjadi kalau hubungan sehari-hari berlangsung normal. Pada pertemuan pertama, saya menyaksikan sendiri tokoh kedua belah pihak, yakni Ustad Adnan Arsal dan Pendeta Damanik, saling merangkul sambil menangis. Keduanya menyatakan tidak tahu sebab-musabab kenapa sampai terjadi konflik. Akhirnya muncul kesepakatan untuk menciptakan perdamaian dan melupakan dendam. (Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa, hal. xiii & xiv).

Dengan Negara Pancasila kita diharapkan selalu memahami bahwa Pancasila merupakan rambu-rambu dalam menyelenggarakan negara agar tidak melenceng dari nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Berbagai peristiwa yang terjadi senantiasa terkait dengan eksistensi Pancasila. Kita dapat memahami bahwa Pancasila telah menjadi rambu-rambu dalam riwayat perjalanan bangsa bahwa, pada prinspinya, Indonesia menerima segala sesuatu yang tidak merugikan bangsa dan negara. Hal itu mengacu pada kaidah fiqhiyah bahwa pada asalnya segala sesuatu diperbolehkan sampai ada dalil yang mengharamkannya (Al ashlu fi al asya'i al ibadah hatta yadulla ad dalilu at tahriim). (Negara Pancasila. Jalan Kemaslahatan Berbangsa, hal. xxiii & xiv).

Salam Indonesia Kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun