Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisa Sikap Mendua Partai Keadilan Sejahtera

23 September 2012   04:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sangat menarik bila mengulas perihal partai politik yang bernama Partai Keadilan Sejahtera. Sama menariknya mengulas soal Jokowi dan Basuki. Ngomong-omong soal PKS dan Jokowi memang ada hubungannya.

Pada suatu masa, tersebutlah seorang pengusaha Muslim Jawa bernama Joko Widodo mencalonkan diri (atau dicalonkan?? saya tidak tahu persis bagaimana Jokowi bisa berminat  jadi Walikota Solo) dengan menggandeng aktivis sepakbola Nasrani Jawa bernama F.X. Hadi Rudyatmo. Kendaraan utama mereka adalah PDI-P. Dalam perjalanannya PKS ikutan mendukung mereka bersama dengan  gabungan partai.

Kemudian Pilwako Solo pun digelar. Hasilnya, Jokowi-Hadi menang telak atas lawannya.

Beberapa tahun kemudian, PDI-P mengajukan Jokowi untuk bertarung di Pilgub DKI Jakarta. Kemudian Gerindra menyodorkan seorang pengusaha Nasrani Tionghoa bernama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kemudian gelaran Pilgub DKI Jakarta pun digelar. PKS mengajukan jagoannya sendiri. Namun kalah dari Jokowi-Ahok dan Foke-Nara. Kemudian berjalannya waktu, PKS ikutan gerbong gajah alias PKS kali ini memilih menjadi seteru Jokowi alias tidak mendukung Jokowi lagi sebagaimana Pilwako Solo silam.

Pada 20 September 2012, lagi-lagi Jokowi memenangi Pilgub DKI Jakarta Putaran II bersanding dengan Ahok. Kendaraannya hanyalah PDI-P dan Gerindra yang disebut koalisi semut.

Pilihan PKS yang berubah-ubah alias mendua itu boleh jadi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

1) Pada saat Pilwako Solo, PKS melihat Jokowi tak terkalahkan sehingga memilih bersamanya. Selain itu, Jokowi dianggap masih ada hal-hal yang sejalan dengan visi-misi PKS ketimbang seteru Jokowi-Hadi. Berjalannya waktu, belum ada niat Jokowi untuk meninggalkan jabatannya untuk berpindah ke lain hati.

2) Pada saat Pilgub DKI Jakarta, PKS melihat Jokowi sudah berani berpindah ke lain hati, yakni DKI, meskipun belum Jokowi belum menang. Oleh karenanya PKS pun menjagokan diri. Kemudian Jokowi berhasil unggul dan melaju ke Pilgub DKI Jakarta Putaran II. Sementara jagoan PKS kalah.

Melihat keunggulan Jokowi-Basuki tersebut, maka PKS teringat akan wakilnya di Solo, yakni F.X. Hadi Rudyatmo. Bila Jokowi menang di DKI maka Hadi yang jadi Walikota Solo. Tak ingin mengulangi "kesalahan" untuk kali keduanya, PKS memilih untuk mendukung Foke-Nara, seteru Jokowi-Ahok, bersama gajah-gajah.

Pada 20-9-2012, perhitungan PKS betul. Jokowi-Basuki menang. Jokowi-Basuki jadi DKI-1 dan DKI-2.

Dengan perpindahan dukungan tersebut, PKS ingin tetap dikatakan "bersih", tidak "kotor" gara-gara Pilwako Solo silam. PKS sudah merasa "berdosa" dengan mendukung Jokowi-Hadi sehingga ketika Jokowi jadi Gubernur DKI, otomatis secara perundangan Hadilah yang menggantikan posisi Walikota Solo yang ditinggalkan Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun