Dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Banyumas ke-430 diselenggarakan Festival Pangan Lokal Banyumas 2012 di Andhang Pangrenan, eks terminal Purwokerto lama (14/4/2012). Baca juga Pekan Kreatif Nusantara 2012. Bupati Banyumas Ir. H. Mardjoko (tengah, berdasi) pada Festival Pangan Lokal 2012 Andhang Pangrenan Area Andhang Pangrenan Bundaran Andhang Pangrenan Masjid di sebelah utara kawasan Bundaran Andhang Pangrenan Tetenger di Andhang Pangrenan (foto-foto: dok. pribadi) Eks Karesidenan Banyumas yang terdiri dari Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga (Cap Mas Barling) merupakan wilayah terluas di Provinsi Jawa Tengah. Dalam hal persamaan bahasa sehari-hari yang dipakai, yakni bahasa Ngapak (contoh: Tour de Jambi, Inyong Ora Bakal Kelalen), bahkan Kebumen termasuk ke dalam Cap Mas Barling, sehingga kerap disebut Barlingmas Cakeb atau Mas Barling Cakeb. Menurut sejarah, daerah yang berada di sebelah selatan Gunung Slamet dan dibelah oleh Sungai Serayu tersebut diberi nama Banyumas berasal dari dua kata, yakni Banyu (air) dan Emas (logam mulia). Cerita yang melegenda menuturkan, pada suatu masa masyarakat petani mengalami kekeringan hebat. Hingga pada suatu hari, tanpa disangka-sangka turunlah air hujan dari langit. Nah, para petani begitu bersuka ria sambil berteriak-teriak kegirangan, “Banyu emas…banyu emas…”. Penyebutan air emas tersebut melambangkan sebuah penghargaan yang begitu tinggi akan pentingnya air, karena begitu berharganya air pada saat itu. Air hujan laksana emas. Nah, sejak itu dan sampai kini daerah tersebut dinamai Banyumas. Kemudian era karesidenan dihapus sehingga masing-masing daerah jadi kabupaten. Mengingat sejarah yang panjang, Banyumas tetap dipertahankan jadi nama kabupaten dengan ibukotanya Purwokerto. Kini, Purwokerto sedang menggeliat, terutama di sekitar kawasan Kampus Universitas Jenderal Soedirman yang disebut Kampung Grendeng dan sekitarnya, termasuk GOR Satria. Selain aneka ruko, juga ada puluhan wisata kuliner. (baca: Kuliner GOR Satria, Kayak udu nang Purwokerto koh) Sementara cikal bakal Banyumas sendiri "hanya" jadi kecamatan, tetap bernama Banyumas. Pendopo Si Panji berada di kecamatan Banyumas, tepatnya di utara Alun-alun Banyumas. Di dalam kawasan Pendopo Si Panji tersebut terdapat Museum Wayang Banyumas. (baca: Jalan-jalan di Bumi Bawor) Nah, dalam dunia perwayangan, Bawor itu identik dengan watak orang Banyumas, yang blakasuta atau cablaka, bicara apa adanya. Watak atau karakter cablaka itu bahkan tidak hanya orang Kabupaten Banyumas tetapi termasuk Mas Barling Cakeb. Dalam gagrak Jogja dan Solo, Bawor tidak dikenal. Yang ada adalah Bagong. Nah, Bagong yang umum dikenal dalam dunia perwayangan itulah yang diubah jadi Bawor menurut wayang gagrak Banyumasan. Uniknya, Bawor memiliki senjata bernama kudi atau kudhi. Kudi adalah alat bantu pekerjaan untuk membelah atau memotong benda keras, seperti parang. Sebagaimana parang, kudi hanya memiliki satu sisi tajam, berbentuk agak melengkung menyerupai celurit tetapi bagian pangkalnya membesar. Bentuk kudi yang lebih langsing dapat dipergunakan sebagai senjata. dok: http://budiagency.blogdetik.com/2011/02/16/golok-khas-dari-banjarnegara-itu-namanya-kudi/ Ketika berada di rumah ayah di Kroya, Cilacap, saya kerap menggunakan kudi untuk memotong kayu atau memecah buah kelapa yang sudah terkelupas sabutnya atau njugil (melepaskan daging buah kelapa dari tempurung/bathoknya). Namun njugil memakai kudi itu dalam kondisi darurat, karena tidak ada lading. Karena dengan lading mengeluarkan daging buah dari tempurung akan lebih mudah. Sementara di DIY pada umumnya sepengetahuan saya tidak ada kudi. Apakah berarti memang kudi hanya ada di Banyumasan? Bisa jadi. Senjata kujang dianggap sebagai kembangan dari kudi. Asal kata "kujang" konon adalah "kudi hyang" atau "kudi milik dewa". Tokoh pewayangan Bagong versi Banyumas, dinamakan Bawor, digambarkan mengenakan kudi sebagai senjata pegangannya (curiga). Oleh orang Banyumas, kudi dianggap sebagai salah satu identitas budaya. Ada pula yang mengatakan bahwa Kudhi merupakan kretabasa dari lakuning budhi, artinya perilakunya berbudi, perilakunya baik. Sebuah harapan dan semangat agar di manapun masyarakat Banyumasan berada maka perilakunya harus berbudi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H