Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2014 Tanpa Capres Jawa??

16 September 2012   15:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:22 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila pun disodorkan Jokowi yang kelak misalnya sebagai pekalah DKI-1, sebagai cawapres mendampingi Pro, maka kegagalan di DKI akan membuat rakyat berpikir berkali-kali mengingat sejarah republik ini berupa "penolakan rakyat" atas jagoan-jagoan yang sudah kalah berlaga. Hal itu tampak dengan apa yang dialami Megawati Soekarnoputri (MSP). Putri Bung Karno (BK) itu dua kali kalah dalam Pilpres 2004 dan 2009. Sementara Pro baru kalah sekali ketika mendampingi MSP pada Pilpres 2009.

Mungkin berbeda kondisinya bila Jokowi kelak sukses menduduki DKI-1. Sebagai pendamping Pro, Jokowi yang fenomenal (menurut banyak pihak Jokowi berprestasi dan bersih), tentu rakyat bisa berpaling kepada pasangan Gerindra dan PDI-P ini. Namun apakah demikian "mudah"nya PDI-P merelakan menjadi nomor dua??? Itulah pertanyaan berikutnya. Padahal rakyat PDI-P "mengabaikan" selain sosok MSP.

Ada nama MSP masih "kebelet" menjadi presiden untuk kali keduanya. Ada pula Wiranto (WR), yang kelahiran Yogyakarta, sebagaimana SP masih belum mengatakan maju sebagai calon presiden. Ayahnya, RS Wirowijoto adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. Pada usia sebulan, Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan SMA.

Sementara dari pihak partai penguasa yakni Partai Demokrat sampai detik ini belum menyodorkan jagoannya. Walaupun nama-nama seperti ibu negara Ani Yudhoyono (AY), Ketua Umum PD Anas Urbaningrum (AU), JK, dan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo (PEW) berseliweran, tetapi rakyat cenderung "apatis" terhadap PD yang sedang hancur-hancuran akibat kader-kadernya yang menjadi tersangka dan terperiksa kasus korupsi. Lagi-lagi sebagaimana ARB dan SP, maka waktu dua tahun cukup untuk "merehablitasi" nama PD, meskipun sangat berat karena persoalan juga pada kinerja pemerintahan SBY.

Sebagaimana MSP dan Pro, WR dan JK pun terhitung pekalah setelah kalah oleh SBY. WR kalah pada Pilpres 2004 dan 2009, sedangkan JK kalah pada Pilpres 2009 ketika bersanding dengan WR.

+++

Okelah misalnya saya mengabaikan yang namanya "dosa" karena hampir semua calon mempunyai "dosa" dan juga calon yang belum adanya deklarasi resmi. Bila kemudian setelah tulisan ini saya posting ada nama resmi jagoannya, maka saya bisa menulis lagi mengenai jagoan-jagoan Pilpres 2014. Dengan demikian saya hanya menggunakan "penolakan rakyat" sebagai penentu laga Pilpres 2014. Oleh karenanya praktis, capres yang "pantas" berlaga adalah ARB dan HR.

Kemudian saya menghimbau, silahkan kepada pemilih warga negara Republik Indonesia untuk menentukan pilihannya kelak bagi Indonesia yang lebih baik.

Salam Indonesia Kita!

Baca juga: Gempa Politik 9,18 Jakarta: Foke-Nara vs Jokowi-Basuki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun