Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Semangat Hidup Masyarakat Gurun, Inspirasi dari Kompas TV

13 September 2012   03:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:33 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam, Trans 7 menayangkan film Judge Dredd yang dibintangi Silvester Stallone, salah satu my west favourite actor in the world. Sementara Kompas TV menayangkan "Human Planet Episode Desert Life In". Saya agak mengabaikan film Judge Dredd meskipun sempat menonton agak lama, selang-seling dengan Discovery Channel. Namun saya lebih tertarik dengan liputan mengenai semangat besar masyarakat gurun di Afrika, Asia, dan Amerika. Walaupun tidak terlalu mengingatnya dengan baik. Adalah Mamadou, maaf bila keliru menuliskan nama, seorang penggembala ratusan sapi di tengah gurun Mali, sepertinya Gurun Sahara. Pemuda tak lebih dari umurnya dari 17 tahun harus sendirian menggembala ratusan ekor sapi di tengah gurun nan panas. Ia melakukan pencarian sumber air bagi sapi-sapinya. Ia harus tidur di tengah-tengah gurun, dengan sedikit ketakutan akan serudukan gajah Afrika. Namun saya heran, apakah sapi-sapi ikut tidur atau bagaimana? Apakah tidak pergi ketika penggembala tertidur? Oh iya, saya baru ingat, sapi juga mempunyai naluri untuk berkelompok. Setelah jauh dan melelahkan, akhirnya Mamadou dan sapi-sapinya menemukan sumber air. Namun sekitar 50 gajah Afrika sudah lebih dahulu menguasai sumber air terpencil itu berupa danau. Gajah-gajah itu membuat barikade penghalang. Dengan keberaniannya, Mamadou yang hanya membawa tongkat pendek kecil, berusaha menghalau gajah-gajah tanpa hendak menyakitinya sembari mulutnya berteriak. Seekor gajah, mungkin kepala kelompok gajah, mencoba mendekati sapi-sapi yang sudah tampak kehausan ingin segera minum air. Mamadou berlari-lari terus berusaha menghalau gajah-gajah. Akhirnya, Mamadou berhasil. Binatang darat terbesar yang masih eksis di Bumi itu pergi meninggalkan sumber air itu. Segera saja sapi-sapi milik Mamadou menghambur ke sumber air. Mereka minum sepuasnya melepaskan dahaga yang sudah tak terkira. Mamadou pun mengisi bekalnya dengan air yang tidak bisa disebut air bersih. Malam harinya, ia tidur dengan cukup nyenyak ditemani api unggun meskipun tetap berjaga dari binatang-binatang gurun. Pagi harinya ia memeras susu sapi untuk "sarapan"nya. Kemudian perjalanan pun dilanjutkan.

Ritual menangkap ikan. (dok. http://life-collection-documentary.blogspot.com/2012/01/human-planet-episode-deserts-life-in.html) Ada pula tayangan mengenai "ritual" mencari ikan di sebuah telaga, sepertinya di sebuah negara di Afrika pula. Hal itu tampak dari ciri-ciri orangnya yang tak jauh berbeda dengan Mamadou. Pada puncakkekeringan itulah suasana hiruk-pikukspektakuler: dua ribu orangbergegas keDanauAntogountuk menangkapikan yang terperangkap oleh airmenguap. Masing-masing orang membawa sebuah alat untuk menangkap ikan. Setelah ikan didapat, mereka memegang ikan itu dengan mulutnya. Alat itu, kalau tidak keliru, orang Jawa menyebutnya "wuwu". Benar sangat mirip dengan wuwu. Mereka saling berebut mendapatkan ikan untuk dimakan bersama keluarganya. Namun demikian tanpa ada kericuhan sedikit pun. Sungguh hebat kerukunan mereka di tengah-tengah kemiskinan. Ikan itu kemudian dimakan bersama-sama anggota keluarga. Sungguh indah keharmonisan mereka. Ada pula kisah perempuandan anak-anakTubumenavigasi bukittak berujung di Gurun Sahara selama berminggu-minggu berkendara unta. Pemandangan gurun sangat memukau. Akhirnya perjuangan pun menemui keberhasilan, mereka menemukan sumber air. Perjalanan melintas gurun membuat saya teringat dengan "perjuangan" hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Perjalanan hijrah nabi dan rasul penutup itu saya baca di buku-buku, di antaranya Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal. Pada tayangan lain, masyarakat di Gurun Gobi berkendara unta yang berbulu tebal. Baru kali ini saya melihat unta seperti itu. Kompas TV melalui acara ini pun menayangkan keceriaan anak-anak Afrika menyambut hujan. Mereka tertawa-tertawa sembari bermain menyambut datangnya "berkah" itu. Hujan itu memang sudah ditunggu-tunggu bertahun-tahun.

13475048121477729592
13475048121477729592
Tarian mencari pasangan. (dok. http://life-collection-documentary.blogspot.com/2012/01/human-planet-episode-deserts-life-in.html) Ada pula ritual masyarakat di sebuah negara, mungkin Amerika. Dari dandannya mengingatkan saya pada film Avatar, karya James Cameron, bukan The Legend of Aang, lho.... Mereka melakukan ritual atau tarian mencari pasangan. Di Amerika sana, Orlando, seorang pengusaha, mempunyai ide sangat brilian. Untuk memenuhi kebutuhan tanaman-tanamannya ia dibantu tetangga atau pegawainya membuat semacam "tembok" penampung badai dari Samudera Pasifik yang membawa air. Ketika badai dari samudera datang maka tertangkaplah butiran-butiran kecil air pada "tembok" raksasa itu. Seiring dengan waktu, maka butiran air itu pun menggumpal menjadi butiran air lebih besar. Dengan kecerdasannya itu Orlando mampu menyirami tanaman-tanamannya, bahkan mampu memberikan air bagi masyarakat di kampungnya. Tayangan produksi Discovery Channel ini juga meliput aktivitas pencarian air oleh komunitas Muslim di Algeria. Yang menarik, ketika seseorang yang sudah tua masuk ke dalam sumur, kemudian ia masuk ke lorong penghubung. Padahal bisa saja lorong itu ambruk menimpanya, sehingga ajal pun tak terelakkan. Pada sumur di sampingnya ada pula orang yang lebih muda. Maksud keduanya adalah untuk menyambungkan kedua sumur. Tanah dan batuan yang dikepras kemudian dengan ember (Jawa, timba) diangkat ke atas. Seseorang yang di atas "bertugas" untuk mendo'akan demi keselamatan si penggali. Tak henti-hentinya ia memanjatkan do'a keselamatan kepada Allah SWT bagi penggali sumur. Mereka sudah menggali ratusan sumur dan menyambungkannya satau dengan yang lain. Padahal mereka melakukannya dengan taruhan nyawa. Bagaimana tidak? Penggalian sumur hingga sekitar sembilan meter harus mereka lakukan guna mendapatkan air yang berada di lapisan bawah berbatu, meskipun batunya tidaklah terlalu keras. Buktinya saluran air itu dapat dibuat. Wow... ternyata banyak orang yang menginspirasi akan kebaikan di planet Bumi ini. Kompas TV memang Inspirasi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun