Mohon tunggu...
idung risdiyanto
idung risdiyanto Mohon Tunggu... -

manusia biasa, yang mencoba menelusuri alam untuk belajar dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Karenamu dan Dia, Aku Berbuat Dosa

15 Desember 2009   16:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:55 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dosa…kata tersebut adalah kata yang paling sering muncul pada masa kanak-kanak sampai dengan sekarang ini.  Pada masa kanak-kanak kata tersebut sering kita dengar dari orang tua dan guru-guru yang mengasuh kita, pada masa dewasa kata tersebut sering kita ucapkan untuk mengingatkan anak-anak kita.  Lantas apa yang menyebabkan perbuatan yang kita lakukan kemudian mendapat cap “Dosa”.  Secara sederhana, perbuatan yang mengakibatkan kita mendapat cap dosa adalah perbuatan-perbuatan yang tidak dan belum boleh menurut agama dan keyakinan masing-masing.  Perbuatan-perbuatan tersebut kadang secara tekstual tertulis di masing-masing kitab suci dan beberapa yang lain membutuhkan interpretasi dari orang-orang yang mempunyai otoritas keagamaan.  Pada perbuatan dosa tersebut beberapa agama memberikan imbalan neraka atau karma untuk agama yang lainnya, selain itu juga akibat langsung yang diterima yang biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif dan tidak mengenakan bagi pelakunya.

Tulisan ini tidak akan menjelaskan jenis-jenis perbuatan dosa, karena untuk tiap agama dan keyakinan mempunyai tata nilai yang berbeda.  Agama A dan B belum tentu sama dalam menilai setiap perbuatan-perbuatan dosa…karena Tuhan juga punya penilaian lain yang berbeda.  Tulisan ini hanya bercerita tentang beberapa situasi dan kejadian yang mungkin berhubungan dengan perbuatan-perbuatan dicap dosa.

Alkisah, seorang anak muda yang dinilai oleh lingkungan sosialnya adalah orang yang sangat baik, tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak terpuji dan tercela baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri, taat menjalankan perintah-perintah agamanya, rajin beramal sosial, panggil saja dia si Amat Soleh.  Suatu saat, dalam perjalanan pulang dari kampus…dia dicegat oleh gerombolan Si Berat dan diperas untuk menyerahkan seluruh harta bendanya pada saat itu juga. Dengan tidak ada rasa takut si Amat Soleh melakukan perlawanan dengan kata-kata…yang kemudian ditingkatkan dengan tindakan fisik.  Hasilnya….si Amat Soleh terkapar bersimbah darah dengan penuh luka..(tapi tetap hidup) dengan segala harta bendanya terampas semua.  Dalam perjalanan pulang si Amat Soleh menyimpulkan…” ini cobaan dari Tuhanku…agar aku….semoga menjadi semakin lebih baik dan lebih dekat denganNya, lantas dia berdoa agar gerombolan si Berat diberikan ampunan dan dapat bertobat..Amin.

Kisah lain, di suatu wilayah bumi ini terdapat suatu komunitas sosial yang sebagian besar penghuninya merupakan manusia-manusia yang taat beribadah dan hanya segelintir orang yang sering melakukan perbuatan-perbuatan dosa.  Suatu hari, terjadi bencana alam gempa bumi yang menewaskan hampir separuh penduduknya dan mendatangkan penderitaan yang luar biasa.  Sebagian penduduk yang selamat mengatakan bahwa ini semua cobaan dari Tuhannya atas semua perbuatan mereka termasuk dosa-dosa yang mereka perbuat dan semuanya berdoa seperti pada kisah sebelumnya, sebagian lagi marah pada Tuhannya….karena mereka telah taat beribadah dan mengapa harus tetap menerima bencana itu…ini tidak Adil !!!!, …. sebagian lagi hanya pasrah…karena bencana itu takdir Tuhan semata-mata, dan bagi yang tidak taat beribadah dianggap oleh orang lain di luar wilayah tersebut telah menerima azabNya.  Jika Tuhan menghendaki….

Pada kisah yang pertama, si Amat Soleh ada dalam posisi  sebagai orang yang dinilai sangat baik, dan gerombolan Si Berat adalah orang-orang yang berdosa.  Dalam diskusi imajiner dengan diri saya yang lain….ada yang bertanya apakah si Amat Soleh sebagai pihak yang benar dan gerombolan si Berat pihak yang salah???? Menurut logika yang dibentuk oleh ajaran agama si Amat Soleh benar dan gerombolan Si Berat salah.  Namun kemudian, dengan logika yang lain lagi…gerombolan Si Berat menjadi berdosa karena ada si Amat Soleh.  Tentang hal ini ada argumen lain lagi..kalau ternyata gerombolan si Berat melakukan tindakan tersebut terdapat suatu motif lain…misalnya untuk beli susu anaknya…tapi itu hanya sebuah alasan…dan yang sudah pasti, jika tidak ada si Amat Soleh atau siapapun yang pantas untuk dirampok, maka gerombolan si Berat tadi pasti tidak melakukan perbuatan dosa.  Jika demikian……lantas apa imbalan bagi orang-orang yang telah membuat gerombolan si Berat menjadi berdosa…..dan jika kemudian gerombolan si Berat tadi bertobat apa imbalan bagi si Amat Soleh…., kata orang-orang bijak...hal tersebut adalah rahasia Tuhan.  Jika ini rahasia Tuhan, maka karenaMu dan dia (si Amat Soleh) aku telah berbuat dosa…..kata gerombolan si Berat (Seperti segerombolan Srigala atau pemangsa lain yang harus selalu memangsa untuk kelangsungan hidupnya…)

Pada kisah kedua, ada lima pendapat atau alasan yang berbeda-beda yaitu (i)  menerima sebagai suatu cobaan, (ii) menerima sebagai suatu takdir, (iii) mengingkarinya karena telah melakukan perintah-perintah agamanya, (iv) menerima sekaligus mengingatnya sebagai suatu hukuman dan (v) yang tidak punya alasan apapun…ya sudahlah….  Kelima hal tersebut bisa saja ada didalam benak setiap orang, termasuk sebagian orang yang perbuatannya selalu dinilai sebagai perbuatan dosa. Untuk pendapat satu sampai dengan empat, posisi Tuhan sangat jelas dan mendapatkan pengakuan yang mutlak, namun….pada pendapat yang terakhir…dimana posisi Tuhan.  Pada saat Tuhan diposisikan dengan jelas pada tempatNya sesuai dengan ajaran Agama….maka Tuhan dapat dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhada bencana tersebut…tapi apa memang benar demikian ???……,   Suatu artikel ilmiah menyebutkan bahwa suatu akibat dari bencana dapat diminimalisir sampai dengan sekecil-kecilnya jika mampu di adaptasi.  Kalau bencana tersebut kemudian menimbulkan korban yang sangat luar biasa, artinya komunitas tadi belum mampu beradaptasi dengan benar, baik bagi orang taat maupun yang tidak taat beragama.  Ketidakmampuan beradaptasi tersebut bisa saja merupakan buah dari suatu kebodohan, kesombongan, kelalaian…..dan sifat-sifat serupa dan  jika disimpulkan menjadi satu adalah perbuatan-perbuatan yang dapat dianggap dosa.  Dengan demikian….siapa yang membiarkan komunitas tersebut bersifat atau berbuat seperti itu ????  Sekali lagi….karenaMu (pemilik sifat) dan aku, dia, mereka (yang ditempeli sifatNya)………kami semua berbuat dosa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun