Lama-lama saya kok lihat tv jadi ilfill. betapa tidak menjadi ilfill, setiap hari kok berita 70% di dominasi pilgub DKI Jakarta. gimana dengan daerah lainya.? apa karena biaya sumbangan di DKI yang paling besar hingga bisa menghabiskan belanja iklan yang banyak untuk media atau karena yang mencalonkan itu orang-orang top, entahlah, yang pasti saya tersenyum miris melihat kelakuan dua tv yang tidak usah saya sebut namanya.
Pilkada ini serentak lho mbak, itu yang saya ucapkan kepada teman yang bekerja di salah satu stasiun tv, dan saya sempatkan bertanya, kenapa kok tvmu selalu memberitakan Pilkada DKI sampai porsi slotnya luar biasa, dengan malu-malu bos manager menjawab, "semua kan tergantung perusahaan mba, demi perut dan sedikit bonus yang bisa di pakai untuk pergi ke Eropa. oh.. Saya tertegun, dan pura-pura kaget, padahal di dalam hati ini sama sekali tidak kaget.
Sejak DKI Jakarta ramai dengan datangnya masa Pilkada mata saya juga sedikit terganggu. terus terang saya bosan melihat motif baju kotak-kotak yang selalu saya lihat di dua Tv tersebut. bukan karena saya tidak suka salah satu pasangan calon. tapi alasan tidak suka itu lebih karena kejenuhan melihat motifnya.atau gambarnya. kotak-kotak itu kan dulu kala identik dengan Jokowi. dan itu di gunakan oleh penerusnya tidak hanya di DKI Jakarta saja, mereka lupa beda orang beda garis tangan. buktinya Rieke dan Teten Masduki saja terpental dari pilgub Jabar.
Selain motif kotak-kotak yang menjemukan di tv, juga ada kenarsisan yang buat kami sedikit mengerenyitkan dahi, betapa tidak kami tersenyum, masa di setiap sidang juga hadir gerombolan dengan mengenakan baju kotak-kotak, ini masih dalam rangka kampanye atau mengikuti persidangan,? mereka kan pendukung paslon yang jadi terdakwa itu mba." celetuk teman saya. 'Ooh.."
Pemberitaan pilgub DKI yang berlebihan juga sungguh mengganggu kami, betapa tidak, beberapa stasiun Tv gencar memberitakan pilgub DKI, stasiun lainya mempertontonkan sinetron. lengkap sudah penderitaan kami akan tontonan yang menjadi hiburan kami satu-satunya untuk merefresing otak adalah chanel asing. seperti dscovery dan juga film Action.
Intensitas pemberitaan, itu yang saya maksudkan, jika Prosentasenya melebihi ambang batas penyiaran (pemberitaan) maka penonton akan jemu. itu yang kami rasakan. apakah dua stasiun Tv spesial berita itu menyadari hal ini. saya tidak ingin munafik bahwa saya juga membutuhkan kabar tersebut, namun yang saya rasakan saat ini kabar tentang pilgub ini sudah menjalar atau berusaha merangkai dan selalu mencari rangkaian yang tidak semestinya di rangkai-rangkai.
Apakah ini gejala politik yang karena sedang mempersiapankan tokoh tertentu untuk masa depan Indonesia? kalau iya, ini kesalahan fatal dari media yang ternyata bisa di masuki oleh gejala politik tersebut. mba..pemilik Tv-tv itu kan tokoh politik.jadi mereka pasti bekerjasama," celetuk teman saya. " Ooh.. kalau begitu Kita tonton sinetron saja dulu." sesekali saja kita tengok dua Tv berita itu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H