Syariah award merupakan penghargaan untuk figur dan tokoh yang berjasa mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Salah satu tokoh penerima penghargaan Syariah Award tahun 2004 adalah Prof. Toby Mutis. Thoby Mutis memang seorang non muslim. Tapi dibawah kepemimpinannya, Universitas Trisakti menjadi salah satu pionir pusat studi ekonomi syariah di Indonesia. Selain mendirikan program studi ekonomi syariah sampai jenjang S3 beliau juga memfasilitasi pendirian kantor kas salah satu bank syariah di kampus Trisakti.
Perhatian dan dedikasi Thoby Mutis kepada pengembangan ekonomi syariah di Indonesia menandakan bahwa pengembangan ekonomi syariah juga di dukung oleh kalangan non muslim. Dan hal ini menunjukkan universalitas ekonomi syariah.
Ekonomi syariah memang diturunkan dari nilai-nilai Islam. Tapi salah satu nilai itu berupa universalisme (alamiyah). Artinya kue ekonomi syariah bisa “dinikmati” oleh pelaku agama lain. Sehingga ekonomi syariah tidak bersifat eksklusif tapi inklusif.
Kondisi di Indonesia
Di Indonesia, kalangan non muslim sendiri sudah banyak yang join dengan lembaga keuangan syariah. Misalnya dengan menjadi nasabah bank syariah. Bahkan di salah satu bank syariah yang punya layanan wealth management, kalangan non muslim mendominasi nasabah private banking. Begitu pula di lembaga pasar modal dan asuransi syariah. Kalangan non muslim sudah banyak yang bergabung. Mereka tentu melihat produk syariah dari manfaat ekonominya.
Menariknya, partisipasi non muslim di lembaga keuangan syariah tidak hanya menjadi simpatisan (nasabah) tapi juga banyak yang menjadi praktisi. Dulu, manager saya di salah satu bank syariah adalah non muslim. Salah satu bank umum syariah di Indonesia juga mempunyai kepala cabang non muslim. Bahkan beberapa Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan divisi bank konvensional yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak-pihak yang beragam agamanya. Kenyataan ini membuktikan bahwa sistem ekonomi syariah tidak pernah membedakan pelakunya berdasarkan agama—kecuali untuk posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Berkembang di Luar Negeri
Perkembangan ekonomi syariah juga marak di negara-negara non muslim. Inggris punya Islamic Bank of Britain, European Islamic Investment Bank, HSBC Amanah dan lainnya. Di Amerika Serikat berdiri American Finance House-Lariba, University Islamic Financial Corporation dan lainnya. Bursa Wall Street memiliki Dow Jones Islamic Index (DJII). Swiss punya Faisal Private Bank. Negara bagian Saxony Anthalt di Jerman pernah mengeluarkan obligasi syariah global alias sukuk.
Singapura, negara tetangga kita, sudah menjadi negara anggota International Financial Services Board (IFSB)— lembaga internasional yang mengeluarkan regulasi dan pengawasan serta menetapkan panduan best practices operasional perbankan syariah di seluruh dunia. Bahkan Singapura sudah mengklaim diri akan menjadi hub keuangan syariah internasional.
Hebatnya lagi, dukungan terhadap ekonomi syariah juga datang dari Vatikan. Surat kabar harian Vatikan, L'Osservatore Romano, pernah melaporkan bahwa sistem perbankan syariah dapat membantu untuk mengatasi krisis global. Lebih lanjut lagi surat kabar itu menulis, ” Bank konvensional seharusnya melihat pada aturan etika keuangan Islam untuk memulihkan keyakinan di antara klien mereka pada saat krisis ekonomi global.”
Sinergi Semua Pihak
Nilai universalitas ini merupakan salah satu nilai plus bagi ekonomi syariah. Mengapa? Karena akan membuat ekonomi syariah bisa diterima semua golongan. Penetrasi ekonomi syariah juga akan merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu nilai universalitas ekonomi syariah harus dipopulerkan dan diterapkan berbagai pihak agar industri keuangan syariah Indonesia bisa lebih berkembang. Tidak hanya di kalangan internal ekonomi syariah seperti praktisi dan nasabah. Tetapi juga kalangan eksternal seperti Pemerintah, regulator, masyarakat umum dan akademisi.