Novel kedua yang bertajuk Flickan som lekte med elden(2006)Â tetap dipertahankan judulnya menjadi The Girl Who Played with Fire.
Sedangkan novel ketiga yang awalnya mengambil judul Luftslottet som sprngdes (2007) (The Air Castle That was Blown Up), diterbitkan dalam bahasa Inggris menjadi The Girl Who Kicked the Hornets' Nest.
Dengan begitu, The Girl yang tentu saja punya asosiasi ke protagonis perempuannya, Lisbeth Salander, menemukan penekanannya.Â
Lantas di mana novel The Girl in the Spider's Web? Di sini "drama" yang tidak kalah seru hadir.Â
Kisah tentang Lisbeth Salander memang tidak cukup dengan hanya kehadiran tiga novelnya. Sebab Larsson pernah menjanjikan akan ada 10 novel tentang Lisbeth Salander.Â
Tetapi sejak kematiannya yang mendadak pada 2004, perebutan semacam warisan hak kekayaan intelektualnya tak terelakkan. "Pertandingan" ini melibatkan keluarga Larsson dan kekasihnya.Â
Lewat serangkaian telaah hukum di Swedia, pengadilan akhirnya memenangkan pihak keluarga sebagai penerus "warisan" Larsson.Â
Seorang jurnalis David Lagercrantz langsung ditunjuk oleh pihak keluarga Larsson untuk melanjutkan cerita Lisbeth Salander.Â
Dengan penuh kehati-hatian: ditulis pada sebuah laptop yang tak tersambung jaringan internet dan draf naskah yang diserahkan secara langsung ke penerbit, novel The Girl in the Spider's Web (2015)Â lahir.Â
Disusul kemudian sekuel keempat dari The Girl with the Dragon Tattoo yakni, The Girl Who Takes an Eye for an Eye (2017).Â
Dengan awalan The Girl pada judulnya, dua novel lanjutan karya Lagercrantz itu kian memperkuat sosok Lisbeth Salander, protagonis perempuan penyintas kekerasan seksual.Â