Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Yang Fana adalah Waktu", yang Kekal Hanya Cinta Sarwono dan Pingkan

2 April 2018   19:35 Diperbarui: 5 April 2018   02:23 12114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: koleksi pribadi

Novel pemungkas untuk Trilogi Hujan Bulan Juniitu akhirnya terbit. Judul puisi lama karangan Sapardi Djoko Damono (SDD) "yang fana adalah waktu" menempel tegas di kulit muka buku, menjadi judul novel penutup trilogi. 

Judul puisi yang termaktub dalam kumpulan sajak "Perahu Kertas" (1982) itu pun bukan lagi semacam satirebagi manusia yang mengaku kekal dan menyebut waktu adalah fana. Judul itu kini seolah menjadi penegasan akan kekekalan cinta Sarwono dan Pingkan. 

Ya, dua tokoh utama cerita itu sudah melalui pelbagai macam ujian sebelum membuktikan cinta keduanya memang abadi. Termasuk ujian waktu. 

Bahkan pada Pingkan Melipat Jarak (novel kedua), Sarwono justru yang keluar dari kerangka waktu untuk bisa berkomunikasi dengan Pingkan. 

Saat mabui(semacam roh/jiwa) Sarwono keluyuran, di tengah masa komanya, ia mengunjungi mimpi Pingkan untuk sekadar meyakinkan perempuan itu bahwa cintanya akan selalu ada untuk Pingkan. 

Jadi laiklah kemudian SDD melabeli novel terakhir untuk trilogi Hujan Bulan Juni ini "Yang Fana Adalah Waktu". Sebab yang kekal hanyalah cinta Sarwono dan Pingkan. 

Kekekalan cinta yang juga tergambar pada cerita sepasang burung merpati di awal kisah. Keabadian bunyi wok-wok-kethekuryang senantiasa dikeluarkan sepasang merpati, yang meskipun sudah dijual, dilepas ke alam bebas, tetap kembali lagi, berdua, ke bubungan rumah. Itulah bukti bahwa ketetapan Tuhan tidak akan pernah berubah. 

Dalang (memang) tidak berpihak kepada nasib tetapi kepada takdir (halaman 88) 

Meski begitu novel ketiga ini tidak lagi mengulik lorong-lorong labirin cinta Sarwono dan Pingkan seperti yang tersaji di novel pertamanya, Hujan Bulan Juni. Keruwetan perasaan sayang Sarwono dan Pingkan telah menemui pangkal dan ujungnya. 

Tiada lagi kegelisahan soal perbedaan asal-usul kedaerahan dan keagamaan seperti dialog dalam mimpi keduanya pada halaman 39-43 di Hujan Bulan Juni. Kepelikan macam itu dianggap sudah selesai. Novel ketiga ini semata soal pangkal dan ujung kisah Pingkan dan Sarwono. 

Ya, pangkalnya adalah pertemuan pertama Sarwono dan Pingkan di kediaman Bu Pelenkahu (ibu Pingkan) semasa SMP yang kemudian berlanjut dengan komunikasi cinta lewat surat. Jenis komunikasi yang sampai menjelang ujung cerita di novel ketiga masih terus dipelihara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun