Sembilan hari lagi atau tepatnya 31 Maret 2018 laga panas perebutan empat sabuk juara tinju kelas berat dunia bakal berlangsung. Dua petinju yang belum pernah kalah, Anthony Joshua dan Joseph Parker, akan terlibat baku pukul di Principality Stadium, Cardiff.
Sebagai tamu, Joseph Parker sudah tiba di Inggris, Sabtu pekan lalu. Ia datang ke Inggris lebih awal agar bisa berkonsentrasi secara penuh melakukan latihan, terutama mengurangi berat badannya, jelang pertemuannya kontra AJ, panggilan Anthony Joshua.
Parker berani menyambangi London karena punya "modal". Selain rekor pertandingan profesionalnya yang mentereng, 24-0 (18 KO), Parker merupakan juara tinju kelas berat versi WBO sejak 2016.
Ia mendapatkan gelar itu setelah mengalahkan Andy Ruiz di kampung halamannya, Selandia Baru.
Semacam keberuntungan memang buat Parker lantaran sabuk juara tersebut sebenarnya berstatus "tak bertuan" setelah pemiliknya Tyson Fury mundur dari dunia tinju pada 2016. Sehingga laga Parker kontra Ruiz perlu digelar agar sabuk juara kembali punya tuan.
Modal lain untuk berada di ring tinju kontra AJ adalah pukulan tangan kanannya yang kuat. AJ pernah menyebut tampolan petinju berusia 26 tahun itu bakal lebih keras tinimbang "sengatan" tangan Deontay Wilder.
Selain itu, faktor kelincahan dan kecepatan jadi kemampuan lain yang dimiliki Parker. Petinju berkebangsaan Kamerun-Perancis, Carlos Takam, pernah menjadi korbannya dalam pertarungan yang dimenangkan Parker.
Anthony Joshua Petinju Sempurna
Tapi lawannya kini bukan petinju sembarangan. AJ boleh dibilang petinju yang mendekati label sempurna. Ia pernah meraih medali emas pada perhelatan Olimpiade London 2012. Rekor pertandingannya sungguh ciamik: 20-0 (20 KO).
Alhasil, petinju berusia 28 tahun ini menyabet tiga sabuk juara tinju kelas berat dunia versi WBA, IBO, dan IBF.
Meskipun bisa dibilang beruntung, sama seperti Joseph Parker, dua gelar bergengsi, yakni WBA dan IBO, diperolehnya karena ada kekosongan pemilik gelar tersebab Tyson Fury, pemilik awalnya, tersandung kasus doping.
Namun begitu, ia tetap mendapatkan dua sabuk itu lewat sebuah laga "gila". Ya, ia harus merengkuhnya dengan satu pertarungan kontra Wladimir Klitschko pada April 2017.
Sebuah laga, kendati dimenangkan oleh AJ, yang juga menunjukkan kelemahan mantan tukang bangunan itu.
Benar, AJ disebut-sebut menyimpan kelemahan di bagian dagunya. Ia dinilai rentan "oleng" bila ada pukulan mendarat di dagunya. Wladimir Klitschko menunjukkannya pada ronde ke-6 kala Parker terhuyung dan jatuh kena hantam petinju dengan gelar Phd itu.
Tapi dukungan penonton dan semangat juangnya berhasil membalikkan keadaan dengan memukul jatuh Klitschko di ronde ke-11.
Suasana penuh dukungan itu akan kembali hadir di Cardiff. Ya, di tempat laga tinju AJ kontra Parker dihelat itu, sebagian besar dari 80 ribu penonton yang bakal hadir pasti menjagokan AJ sebagai kampiun. Hal yang sama pernah ia rasakan saat mengandaskan Carlos Takam pada Oktober 2017 di Principality Stadium.
Laga Pemanasan Jelang Pertarungan Perebutan Label Juara Sejati
Namun demikian, di tengah hiruk pikuk nuansa unifikasi gelar itu, sebenarnya terselip harapan untuk sebuah gelaran yang lebih besar, sangat akbar, yang mempertemukan juara unifikasi WBA, IBO, IBF dan WBO kontra kampiun WBC, Deontay Wilder.
Laga ini sangat bergengsi selain pertarungan unifikasi gelar itu. Sebab unifikasi empat gelar yang disebutkan tadi bisa dibilang tidak begitu istimewa lantaran sudah pernah ada dua petinju yang pernah menyandangnya.
Sebut saja Wladimir Klitschko. Ia pernah menyandang empat sabuk juara dunia untuk empat asosiasi tinju itu sekitar periode 2011-2015. Sebelum akhirnya Tyson Fury mengambil alih kepemilikan empat gelar itu setelah menumbangkan Klitschko pada November 2015.
Sedangkan Tyson Fury sendiri, usai merengkuh empat gelar juara itu, malah mundur dari dunia tinju.
Pemberitaan kala itu menyebut petinju berusia 29 tahun tersebut "kabur" dari olahraga yang membesarkan namanya karena kasus doping dan dua kali pembatalan laga ulang kontra Klitschko. Jadilah pada 2016, empat gelar itu "diobral" karena tak bertuan.
Dan kini, penyandang empat gelar itu akan diperebutkan oleh Anthony Joshua dan Joseph Parker.
Ini jelas tidak istimewa. Atau setidaknya kalah istimewa dibanding unifikasi gelar WBA, IBF dan WBC milik Mike Tyson yang kemudian mengampu label the undisputed world heavyweight champion.
Jadi memang mau tidak mau, bila dunia ingin mengenal nama Anthony Joshua, Joseph Parker atau Deontay Wilder, laga unifikasi gelar dengan memasukkan sabuk juara versi WBC harus dihelat.
Calon kuat juara unifikasi empat gelar, Anthony Joshua memang tidak takut menghadapi Deontay Wilder. Tapi keinginannya melakukan tanding di kampung halamannya jelas meragukan keberanian itu.
Dan Wilder memang tidak punya alasan kuat agar laga dihelat di Amerika, negara yang dikenal dengan para petinju legendaris macam Muhammad Ali, Joe Frazier, dan George Foreman. Sebab ia cuma punya satu gelar untuk dipertaruhkan meskipun gelar itu berasal dari asosiasi tinju yang paling bergengsi.
Jadi, seberapa pun hebohnya laga Anthony Joshua kontra Joseph Parker, gelaran tinju itu cuma sekelas pemanasan untuk pertarungan yang sesungguhnya. Sebuah pertarungan yang harus ada nama Deontay Wilder di dalamnya.
(baca juga: Deontay Wilder dan Juara Sejati Tinju Kelas Berat)
sumber data: telegraph.co.uk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H