Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Loving Vincent", Menelusuri Sebab Kematian Vincent Van Gogh dalam Sapuan Kuas di Atas Kanvas

2 Maret 2018   10:45 Diperbarui: 2 Maret 2018   10:51 2171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah salah satu wujud totalitas tanpa batas. Suatu bentuk apresiasi setinggi langit atas aneka lukisan karya Vincent van Gogh. Sebuah persembahan seni yang memadukan produk seni rupa dan karya sinematik.

Ya, Loving Vincent,memang bukan film animasi yang biasa kita saksikan sehari-hari. Loving Vincent merupakan animasi lukisan cat minyak pertama di dunia. Untuk memrpoduksinya, diperlukan puluhan ribu bingkai gambar (frames).

Dorota Kobiela, salah satu sutradaranya, seperti dikutip dari BBC, menyebut Loving Vincent bermula dari sebuah film pendek berdurasi tujuh menit yang diciptakannya pada 2008. Ia melahirkan produk animasi itu dari ratusan lukisan cat minyak di atas kanvas yang berperan sebagai frame.

Ia seperti menyimpan ambisi untuk menciptakan karya animasi bernuansa lukisan cat minyak setelah mempelajari teknik lukis Vincent van Gogh dan membaca riwayat hidup pelukis ternama itu.

Dari sana, muncul ide untuk memanjangkan durasi filmnya. Tentu saja ia tidak bisa melakukannya, membuat frame dengan cara melukis di atas kanvas, seorang diri. Waktu yang diperlukan untuk itu bisa mencapai 80 tahun.

Namun tantangan itu ia selesaikan dengan cara merekrut 125 seniman lukis dari 20 negara untuk mencetak 65 ribu frame yang semuanya terdiri atas lukisan cat minyak pada kanvas.

Bukan itu saja, 100 lebih seniman lukis ini harus mempraktikkan teknik yang digunakan Vincent van Gogh saat menciptakan karyanya. Hasilnya, rentang waktu produksi bisa dipangkas menjadi enam tahun.

Tantangan lain muncul: aspek hidup mana yang harus dimasukkan ke dalam alur cerita tentang sosok Vinvent van Gogh mengingat ada sejumlah film mengenainya yang telah tayang? Kita tahu ada film Vincent (1987), Lust for Life (1956), Vincent & Theo (1990),dan Van Gogh (1991).

Tapi duo sutradara, Dorota Kobiela dan Hugh Welchman, tidak kehabisan akal. Buku biografi karangan Steven Naifeh dan Gregory White berjudul Van Gogh: The Life (2011) rupanya menjadi sumber cerita. Penggalan cerita mengenai kontroversi sebab kematian Vincent van Gogh jadi tema kisah.

Ya, Naifeh dan White, dalam bukunya, memunculkan teori lain atas kematian pelukis kelahiran Belanda itu. Vincen van Gogh disebut-sebut tidak meninggal karena bunuh diri melainkan dibunuh.

Kecurigaan inilah yang terus-menerus menghantui seorang tukang pos bernama Joseph Roulin (Chris O'Dowd). Sebagai seorang sahabat Vincent yang senantiasa membantunya mengirimkan surat-surat untuk adiknya Theo, Joseph merasa ada yang aneh di balik kematian Vincent.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun