Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Kalimat Jurnalistik", Cerita Bagaimana Redaksi Kompas Menyusun Kalimat Berita

23 Januari 2018   18:06 Diperbarui: 24 Januari 2018   17:08 3815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya saat kata kecuali diletakkan setelah frasa, klausa atau kalimat yang justru malah memasukkan semua kategori (termasuk yang dkecualikan): aku mau kau ajak ke mana saja kecuali ke tempat judi. Bagi penulis buku, kalimat ini menyimpangi nalar. Bagaimana mungkin pengecualian diletakkan setelah kalimat yang menegaskan akan tiadanya hal yang dikeluarkan dari kategori?

Seharusnya, frasa atau klausa penyisihan kategori itu, kecuali ke tempat judi, diletakkan di awal sehingga tidak menegasikan kalimat aku mau kau ajak ke mana saja. Dengan begitu, fungsi kata kecuali untuk menyisihkan sesuatu dari cakupan atau menyisihkan sesuatu dari kelompoknya berjalan sepatutnya.

Sebagai jurnalis senior yang telah berpetualang menyusuri jagat jurnalistik selama 30 tahun, kapasitas Dewabrata dalam menyuguhkan gagasan tentang cara menyusun kalimat berita tidak diragukan lagi. Hanya saja, sebagian besar contoh yang hanya diambil dari harian media massa tempat ia mengabdikan diri cenderung menutup celah untuk membandingkan tulisan dengan media massa lain.

Tentu saja itu patut dimaklumi karena semua contoh yang dijadikan untuk bahan pembelajaran menyimpan kekeliruan yang jika diambil dari artikel media massa lain malah akan menimbulkan "sengketa" perihal siapa yang benar dalam menyusun kalimat berita. Tetapi sekali lagi, ini bukan persoalan benar-salah melainkan semata gagasan alternatif bagi mereka yang ingin menuliskan kalimat berita secara efektif dan efisien.

Pernah terdengar sepatah kalimat yang menyatakan semakin pandai wartawannya, maka semakin pandai pula masyarakatnya. Sepertinya kalimat itu tidak berlebihan jika kita mengamati betapa khalayak luas menjadikan berita sebagai santapan hariannya. Tidak ada seorang pun yang lepas dari sajian berita yang tayang dan tersaji setiap hari.

Dengan begitu, para jurnalis adalah juga pendidik bagi masyarakatnya, setidaknya, dalam hal menyampaikan berita lewat kalimat dan alinea. Kalimat dan alinea yang tersusun secara sederhana, runut secara logika, dan penuh kehati-hatian dalam mengutip.

Sekali lagi mari kita berterimakasih kepada para jurnalis atas sajian berita yang bermutu.

-----

*A.M. Dewabrata memulai karier kepenulisan secara formal sejak menjadi korektor di harian Merdeka pada 1972. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi wartawan bidang hukum dan tidak lama setelahnya, pindah ke Harian Pedoman pimpinan Rosihan Anwar untuk bekerja sebagai reporter bidang hukum.

Pada 1974, setelah harian itu diberedel, ia memilih pindah ke Berita Buana dan hanya bertahan selama setengah tahun untuk kemudian pindah ke Kompas pada 1975 dan berkarier hingga pensiun pada 2004.

A.M. Dewabrata meninggal dunia pada Jumat, 15 Juli 2005, di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun