Berterimakasihlah kepada para jurnalis atas sajian beritanya yang bermutu kepada khalayak. Bermutu karena berita yang ditampilkan merupakan deskripsi atau hasil konstruksi atas suatu keadaan atau kejadian tanpa terselip opini atau pendapat pribadi penulisnya. Bermutu karena isi berita mengangkat persoalan yang berkembang dimasyarakat dan bertujuan untuk memanusiakan manusia (hal. xi).
Hormatilah mereka, para jurnalis, yang menyajikan berita secara sederhana. Bukan karena ketidakmampuannya memerikan ide yang melangit atau istilah yang kompleks, melainkan karena hal yang rumit dan berat, kalau sudah dipegang oleh wartawan dan ditulis menjadi berita, hendaknya berubah menjadi barang yang ringan dan mudah dipahami (hal. 19).
Dan, akhirnya, doakanlah segala kebaikan untuk mendiang A.M. Dewabrata*, jurnalis senior Harian Kompas, atas bukunya yang menguak dapur redaksi Kompas, terutama dalam hal penyusunan kalimat berita untuk para pembacanya. Sebuah karya yang menginspirasi, khususnya, bagi mereka yang mau menuliskan berita dan menyajikannya kepada khalayak.
Baginya, seorang penulis berita harus pandai menyusun kalimat sehingga jernih pesan yang akan disampaikannya. Kalimat yang mengalir lancar dari awal hingga akhir. Kalimat yang disusun menggunakan kata-kata yang merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari. Bukannya menggunakan susunan kata-kata yang kaku, formal, dan sulit dicerna.
Membaca "Kalimat Jurnalistik:Â Panduan Mencermati Penulisan Berita", kita serasa berada di ruang pelatihan dalam sebuah program pendidikan bagi calon wartawan Kompas. Lewat serangkaian materi mengenai cara menyusun kalimat berita, kita diajak untuk mengamati contoh artikel berita yang telah tayang, mengoreksi kekeliruan di dalamnya, dan bereksperimen untuk menyusun kalimat berita yang efektif dan efisien.
Kalimat berita yang sangat memerhatikan beberapa hal, di antaranya, kesintalan/kepadatan kalimat dan alinea, kesetiaan pada nalar dan logika, kehati-hatian dalam mengutip informasi, dan paralelisme atau kesejajaran, baik dalam bentuk, konstruksi, maupun makna. Inilah buku yang tidak hanya mengajak penulis berita untuk menguasai materi tulisan tetapi juga mahir dalam menyajikannya.
Khusus untuk kewajiban menuliskan kalimat dan alinea berita yang pendek, penulis, menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang utama, setidaknya tampak pada pembahasan yang ditampilkan pada bab awal.
Sebagai ragam bahasa jurnalistik, kesintalan kalimat dan alinea merupakan sebuah keharusan agar mata pembaca tidak dibuat lelah. Selain, tentunya, kalimat dan alinea yang pendek juga merupakan semacam perhentian (halte) bagi napas si pembaca (hal. 14).
Demi kesintalan/kepadatan kalimat dan alinea itu, penulis buku bahkan berani menyebut susunan kalimat yang murni gramatikal kadang malah membingungkan.Oleh karenanya, kalimat jurnalistik perlu memperhitungkan kapan pedoman gramatikal dipakai sepenuhnya dan kapan disimpangi (hal. 20).
Seperti kala kata keterangan waktu atau tempat yang bisa saja diletakkan di awal dan tengah kalimat hanya agar posisinya lebih dekat dengan kata yang menjelaskan peristiwa atau keadaan. Bukan melulu diletakkan di akhir kalimat sebagaimana pola subjek, predikat, objek, keterangan (SPOK).
Pentingnya melandaskan penulisan kalimat berita pada logika merupakan keutamaan kedua yang harus diperhatikan para jurnalis. Kalimat jurnalistik yang baik seharusnya tidak menyimpangi nalar (hal. 85), kata penulis.