Novel Laut Bercerita jauh dari kisah seputar laut dan aneka biotanya. Karya fiksi ini merupakan cerita seorang aktivis '98 bernama Biru Laut Wibisana yang mengalami kehilangan sekaligus penghilangan paksa. Suatu kondisi yang kemudian menyiksa orang dekatnya dengan suatu ketidakpastian.
Laut mungkin tidak pernah menyangka perjuangannya menuntut perbaikan sistem pemerintahan kala itu akan menyeret hidupnya ke dalam gelap bahkan kelam di dasar laut. Merasakan Hening.Begitu sunyi.Begitu Sepi. Hingga ia hilang tak relevan lagi (hal. 6).
Mahasiswa Sastra Inggris Angkatan '91 ini boleh jadi tidak pernah mengira aktivitasnya bersama sejumlah temannya dalam membela nasib wong cilik bakal merenggutnya ke sebuah tahanan. Sebuah sel yang berisi aneka siksaan dari mulai hantaman badan, sengatan setrum hingga serangan dingin di atas balok es.
Laut, boleh jadi, tidak menghiraukan berbagai jenis kepedihan dan kepiluan itu asalkan ada kejelasan kabar untuk keluarga dan orang terkasihnya tentang nasib yang ia alami. Dengan begitu, mereka tidak lagi dirubung ketidakpastian menanti kehadiran dan kedatangannya di rumah. Mereka pun bisa melanjutkan hidup dengan inspirasi Laut mengenai 'semangat juang' dalam menjalani hidup.
Yang paling sulit adalah menghadapi ketidakpastian, katanya dalam hati. Kami tidak merasa pasti tentang lokasi kami. Kami tak merasa pasti apakah kami akan bisa bertemu dengan orangtua, kawan, dan keluarga kami, juga matahari; kami tak pasti apakah kami akan dilepas atau dibunuh; dan kami tidak tahu secara pasti apa yang sebetulnya mereka inginkan selain meneror dan membuat jiwa kami hancur ...(259)
Namun yang terjadi adalah Laut dan 12 rekannya dinyatakan hilang dan kabar kehilangan itu diliputi ketidakpastian, antara telah lepas hidup atau masih bertahan hidup. Para anggota keluarga dan kerabat serta sahabat yang mengasihi, tentu saja, hingga kini, mengalami kehilangan.
Sebuah perasaan seperti ada yang merenggut sesuatu yang berharga dari genggaman namun tetap menyimpan asa, ia akan kembali lagi. Selain tentunya perasaan tidak pasti yang lebih banyak menyiksa daripada menyimpan asa. Seperti kata penulisnya, Leila S Chudori, Ketidaktahuan dan ketidakpastian kadang-kadang jauh lebih membunuh daripada pembunuhan.
Laut Bercerita mengajak kita melihat serangkaian aksi keji perampasan kebebasan berpendapat dan pemberangusan segala ide dan gagasan yang berbeda pada era Orde Baru. Dari mata Laut Biru, kita akan disajikan dengan perjuangan anak muda dalam upayanya mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Sementara dari Asmara Jati, adik Laut Biru, kita disuguhkan dengan perjuangannya mencari kebenaran nasib 13 aktivis yang hilang.
Meski diakui penulisnya, kisah ini terinspirasi dari peristiwa nyata penghilangan 13 aktivis pada era Orde Baru, Laut Bercerita tetaplah sebuah karya fiksi. Dengan begitu, dramatisasi peristiwa pada setiap babak tidak terelakkan. Seperti penyajian kronologi peristiwa pada tiap bab yang dibuat maju-mundur. Semata agar konflik cerita tetap terjaga.
Jangan takut akan kehilangan arah karena prolog cerita pada bagian pendahuluan sangat membantu kita mengenal peta kisah yang akan diutarakan dalam beberapa bab dengan waktu yang maju-mundur. Prolog ini sekaligus mengingatkan kita bahwa akhir cerita bukan segalanya, melainkan proses di tengah cerita hingga menjelang pengujunglah intinya.
Setiap bab punya konflik sendiri-sendiri. Dari mulai kisah persahabatan yang terjalin antar anggota di komunitas Wirasena dan Winatra. Kisah cinta antara Laut dengan Ratih Anjani atau Asmara Jati dengan Alex. Hingga konflik yang menegangkan ihwal siapa sebenarnya sang pengkhianat yang memerankan duri dalam daging di setiap aksi Wirasena dan Winatra.