Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat tidak hadir dengan mudah begitu saja, banyak cerita panjang dan juga banyak isu-isu menarik yang mengiringi pembangunan bandara megah yang (katanya) kebanggaan masyarakat Jawa Barat tersebut.Â
Isu yang paling menyita perhatian publik adalah isu "Pembangunan melawan Pertanian, atau sebaliknya Pertanian melawan Pembangunan", banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa pembangunan bandara tersebut dapat mengurangi lahan pertanian, menjadi dasar lahirnmya isu tersebut.Â
Seperti yang dilansir dalam radarcirebon.com (5 bulan lalu), seorang warga Desa Mekarjaya, Kec. Kertajati bernama Radi (55) menyebutkan "lahan sawah seluas  1 hektare biasanya akan menghasilkan  padi sebanyak  6-7 ton. Tapi dengan adanya pembangunan  BIJB  maka  hasil pertanian menyusut drastis." (sumber berita: Efek BIJB, Lahan Pertanian di Majalengka Berkurang)
Mengutip hasil penelitian Yayat Hidayat (2017) bahwa pembangunan BIJB mengakibatkan alih fungsi lahan seluas 7.500 Ha dari yang semula lahan sawah (pertanian) menjadi lahan bandara, masih dalam penelitian yang sama disebutkan bahwa alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani di Kertajati.Â
Dampak negatif berupa hilangnya kesempatan kerja di bidang pertanian 197,2 HKP/ha/tahun (Rp 12.205.397,-/ha/tahun). Potensi kehilangan produksi padi sebesar 12,85 ton/ha/tahun (Rp 59.775.338,-/ha/tahun). Rata-rata kehilangan pendapatan responden dari usahatani padi sebesar Rp 38.598.962,-/ha/tahun dan rata-rata kehilangan penghasilan sebesar Rp 3.990.223,-/tahun.
Menurut hemat saya, hari ini adalah hari yang tepat bagi kita semua untuk berfikir "Bagaimana caranya BIJB agar memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat? khususnya manfaat bagi para petani"
Langkah nyata
Pepatah mengatakan bahwa "seribu langkah besar, dimulai dari satu langkah kecil", lalu langkah kecil apa yang bisa BIJB atau kita semua lakukan? Masyarakat kita sekarang ini masih berfikir bahwa BIJB adalah musuh petani!
Mengubah pola pikir masyarakat, menurut saya adalah langkah awal yang paling tepat untuk seribu langkah yang lebih besar, maka dari itu harus ada goodwill dari semua pihak terkait (terutama pihak internal BIJB) untuk merubah pola pikir masyarakat dari yang tadinya BIJB adalah musuh petani menjadi BIJB sahabat petani.
Sebagai warga asli Majalengka, saya merasa memiliki beban moral untuk ikut berpartisipasi memberikan solusi yang konstruktif, agar pembangunan yang hadir di Majalengka bukan hanya untuk kepentingan sejumlah pihak saja, melainkan untuk kepentingan semua pihak, khususnya masyarakat kecil.Â