Pada hari Sabtu, 18 Agustus 2018 saya menulis artikel di Kompasiana.com dengan judul "Apakah Bupati Majalengka Terpilih Sudah Membaca ini?", terkadang ketika saya selesai menulis, saya bagikan tulisan saya di sosial media milik saya, dan tak jarang pula saya bagikan tulisan-tulisan saya di beberapa WhatsApp group pribadi saya, mulai WhatsApp group keluarga, pertemanan sekolah, kuliah, pekerjaan, hingga WhatsApp group relasi-relasi saya.
 Respon para netijen baik di sosial media ataupun di WhatsApp group ketika membaca tulisan saya sangat beragam, mulai dari yang hanya sekedar komentar "mantappppp....lanjutkannnn...!!" hingga lumayan banyak juga yang berkomentar disertai dengan argumentasi yang cerdas, adanya pro ataupun kontra terhadap tulisan saya, bagi saya tidak menjadi masalah, justru bagi sebagian besar penulis papan atas meyakini bahwa tulisan yang mampu membuka "mata dunia" adalah tulisan-tulisan yang kontroversi.
Sejarah peradaban dunia telah mencatat bahwa sebuah tulisan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengubah dunia. Satu orang yang berteriak-teriak atau membawa senjata sekalipun sangat mustahil bisa mempengaruhi seratus ribu orang untuk melakukan suatu perubahan, kalaupun yang seratus ribu orang itu mau melakukan biasanya karena ada faktor lain seperti takut, adanya imbalan (uang), dsb.Â
Tapi satu orang menulis sesuatu, tulisan yang dibuatnya bisa berpotensi menggerakan ratusan ribu bahkan jutaan ummat manusia. Ratusan juta penduduk dunia memeluk Agama Islam karena percaya dengan apa yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits, bukankah Al-Qur'an dan Hadits itu merupakan sebuah tulisan?. Contoh  lain dari kekuatan sebuah tulisan adalah, betapa banyaknya manusia di dunia menjadi berfikiran 'kiri' setelah membaca tulisan-tulisan Karl Marx (Das Kapital), atau betapa banyak orang bergabung bersama pasukan Nazi haya karena membaca tulisan-tulisan Adolf Hitler dalam buku fenomenal Mein Kampf.
Orang yang bersenjata belum tentu mampu menggerakan orang untuk menulis, tapi seorang penulis melalui tulisannya mampu menggerakan orang untuk bergerak menggunakan senjata. Konflik yang terjadi di Palestina, kenapa kaum Zionis Israel tergerak untuk merampas wilayah bangsa Palestina?Â
banyak literatur yang menyebutkan, bahwa yang menggerakan kaum Zionis Israel untuk merapas wilayah bangsa Palestina adalah tulisan-tulisan karya Theodore Herzl yang disusun dalam sebuah buku berjudul Altneuland (Old New Land). Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat, bukti dari kekuatan sebuah tulisan. Kenapa seorang Raden Ajeng Kartini hingga sekarang dianggap sebagai pahlawan? sejarah tidak mencatat bahwa dulu Kartii berperang membawa senjata, melainkan Kartini bisa mencuri perhatian dunia dengan tulisan-tulisan yang ditulisnya.
Kembali ke Majalengka
Motivasi saya menulis tulisan "Apakah Bupati Majalengka Terpilih Sudah Membaca ini?"tidaklah lain hanya sebagai kepedulian saya terhadap kampung halaman saya, karena sejauh apapun saya merantau, saya tetap kelahiran Majalengka. Domisili saya hari ini tidak akan mampu mengubah sejarah dimana saya dilahirkan!.Â
Ada orang yang berpendapat "Mun maneh bener paduli ka lembur, lakukeun hal anu kongkrit anu nyata, lain saukur nyieun tulisan, Majalengka teu butuh tulisan!" Artinya, kalau kamu benar-benar peduli terhadap kampung halaman, buat sesuatu kontribusi yang nyata, bukan hanya sekedar dengan tulisan, Majalengka teu butuh tulisan!. Baik, saya terima dengan baik pendapat seperti itu, dan saya jadikan semangat atau motivasi untuk saya, agar bisa berkontribusi dalam hal lain selain menulis.Â
Tapi saya sangat tidak setuju dengan kalimat "Majalengka teu butuh tulisan" atau "Majalengka tidak butuh tulisan", justru sebaliknya Majalengka saat ini sedang membutuhkan banyak tulisan-tulisan, terbukti dari jawaban Bung Karna (Bupati Majalengka terpilih) terhadap tulisan saya kemarin, dengan sangat tegas Bung Karna menyatakan bahwa pemerintahannya sangat menantikan pemikiran yang kreatif, inovatif dan konstruktif demi kemajuan Majalengka.(lihat gambar dibawah)