Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pancasila sebagai Landasan Fundamental Ideologi Bangsa (Faham Liberal sekuler adalah Racun bagi Pancasila)

27 Desember 2013   14:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:26 7247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13881274521914426727

Gambar kreasi sumber : raulmuslimin.wordpress.com

Pancasila sebagai Landasan Fundamental Ideologi Bangsa.

( Faham Liberal Sekuler adalah racun bagi Pancasila )

Benarkah nilai-nilai Demokrasi, Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme dan banyak Isme lainnya tidak sesuai dengan Pancasila ?

Tata nilai tentang kebenaran pada hakekatnya menganut pada dua pokok dasar pemikiranyaitu Pokok Dasar Kebenaran Manusia dan Pokok Dasar Pemikiran tentang Kebenaran Tuhan.

Pokok Dasar Kebenaran Manusiamuncul melalui satu kompromi atas kesamaan kebutuhan sebagai akibat interaksi manusia sebagai makhluk social. Sedangkan Pokok Dasar kebenaran Tuhan terjadi karena adanya keyakinan tentang adanya wahyu yang membawa tata nilai kebenaran yang hakiki.

Tata Nilai kebenaran manusia melahirkan pemikiran bahwa manusia adatanpa adanya keinginan untuk dilahirkan, maka tidak ada ikatan apapun atas kelahiran manusia sehingga manusia sebagai individu pada dasarnya bebas dari segala ikatan. Melahirka teori adanya kebebasan berkehendak bagi manusia sebagai individu.( Embrio pemikiran tentang Demokrasi, Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme dan banyak Isme lainnya).

Tata Nilai Kebenaran Tuhan yang diyakini berupa wahyu dari Tuhan seiring dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluq ciptaan Tuhan yang oleh karenanya manusia tidak mempunyai kebebasan berkehendak, melainkan hanya untuk melaksanakan semua yang diperintahkan Tuhan termasuk tidak melakukan semua yang dilarang oleh Tuhan melalui wahyu yang tedrtulis dalam kitab suci.

Pada Tata Nilai kebenaran yang manakah Pancasila diletakkan ?

Untuk melihat dengan jujur marilah kita buka potongan dari pidatoIr. Soekarno , yang merupakan salah seorang founding father dan perancang Pancasila bedrikut ini :

…………………………………………………………………………………………

Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama,saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan kepada negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab? Oleh karena monarchie "vooronderstelt erfelijkheid", - turun-temurun. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih oleh Rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan automatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.

Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5 ? Saya telah mengemukakan 4 prinsip: 1. Kebangsaan Indonesia.

2. Internasionalisme, - atau peri-kemanusiaan.

3. Mufakat, - atau demokrasi.

4. Kesejahteraan sosial.

Prinsip yang kelima hendaknya:

Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip K e t u h a n a n !

Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme-agama". Dan hendaknya   N e g a r a   Indonesia satu   N e g a r a   yang bertuhan!

Kutipan Dukumen Pidato Bung Karno 1 Juni 45. Dari berbagai sumber.

………………………………………………………………………………………..

Jelas sekali apa yang disampaikan Bung Karno bahwa Kemerdekaan Indonesiaadalah Kemerdekaan yang menganut tata nilai kebenaran Tuhan. Ketuhananyang dimaksud adalah Ketuhanan berdasarkan Wahyu . Ketuhanan yang kemudian diyakini sebagai AGAMA.

Bahwarumusan Pancasila oleh Bung Karno merupakan embrio Pancasila sebagai Dasar Negara yang kemudian disempurnakan oleh Panitia 9 dan sekaligus melengkapi semua pemikiran dan landasan dasar pemikiran mengacu pada TATA NILAI KEBENARAN TUHAN, maka kemudian Pancasila disempurnakan dengan membuang semua tata nilai yang tidak berpijak pada Tatanilai Kebenaran Tuhan. Semua itu dilakukan mengingat Pancasila yang akan dipergunakan sebagai Dasar Negara tidak bisa ditafsirkan dengan multi tafsir.

Menempatkan sila pertamaKetuhanan yang kemudian diikuti dengankata kewajiban mejalankan syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya adalah kesepakatan yang mengarah pada satu pengertian bahwasetiap pemeluk agama wajib melaksanakan ajaran agamanyaseperti jelas dimaksud Bung Karno Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya”

Itulah alasan filosofis atas sila pertama yang berbunyi:

Ketuhanan dengankewajiban mejalankan syariat Islam bagi Pemeluk -pemeluknya

Mengangkat Internasionalisme- atau perikemanusiaan usulan Bung Karno menjadi sila kedua sekaligus menempatkan sila Kemanusiaan dalam pola pikir kebenaran tata nilai Tuhan, maka kata internasionalisme dibuang dan diganti dengan

Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Yang mengandung arti mengterapkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan dengan ukuran adil berdasarkan tata nilai kebenaran Tuhan sertapenegasan bahwaadab yang membawa pada peradaban manusia Indonesiayang juga berpedoman pada peradaban yang tidak melanggar tata nilai kebenaran Tuhan.

Menempatkan Kebangsaan pada sila ke tiga dan sekaligusmenegaskan bahwa Nilai Persatuan lebih diutamakan dalam perwujudan rasa Kebangsaan dalam satu keIndonesiaan, maka Rumusan Kebangsaan oleh Bung Karno secara arif diubah dengan tanpa mengurangi artinyamenjadi :

Persatuan Indonesia.

Kemudian Mufakat atau Demokrasijuga diubah dengan menghilangkan kata demokrasi yang bersumber dari tata nilai kebenaran manusiadan menggantinya dengan kata kerakyatan yang digali dari budaya Bangsa Indonesia sendiri yang lebih mengutamakan kebijaksanaan untuk mencapai hikmah melalui satu mufakat dari perwakilan merujuk pada tata nilai kebenaran Tuhan yangmengedepankan azas kekeluargaan yang tercermin dari semangat Bhinneka Tunggal Ika. Maka disepakati sila ke 4 adalah:

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Ide Bung Karno tentang Kesejahteraan Rakyat yang kemudian lebih diperluas artinya menjadi Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia , merupakan tujuan akhir Pancasila sebagai Dasar Negara yang lebih mengutamakan keadilan dan rasa keadilan dari segala aspek kehidupan manusia sebagai makhluk social bagi seluruh rakyat Indonesia , inilah pula dasar filosifi pemilihan kata sila ke 5 yang brerbunyi.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maka pada tanggal 22 Juni 1945 lahirlah satu kesepakatan para fonding fatheruntuk menuangakan cita-cita kemerdekaan Indonesiadalam satu Piagam yang ditanda-tangani bersama oleh para perumusyang dikenal dengan PIAGAM JAKARTA ( JAKARTA CHARTER )

Sehingga bunyi Pancasila secara lengkapnya adalah :

Ketuhanan dengankewajiban mejalankan syariat Islam bagi Pemeluk -pemeluknya

Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Persatuan Indonesia.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tak dipungkiri bahwa masih ada pekerjaan rumah yang belum terselesaikan setelah Paiagam Jakarta ditanda tangani, yaitu adanya kesan diskriminatif bagi penganutAgama diluar Agama Islam, dengan ditulisnya tujuh kata : dengankewajiban mejalankan syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknyadimana agama selain Islam juga mempunyai pandangan yang sama tentang adanya kewajiban menjalankanajaran agama sesuai dengan agama yang dianutnya.

Perwakilian dari Indonesia Timur yang di wakili oleh Mr. Maramis, sempat melakukan protes keras bila ada diskriminasi dalam Dasar Negara yang setelah melalui pertimbangan yang panjangyangmelibatkantokoh Islam dengan Mediator Bung Hatta akhirnya disepakati untuk memasukkan makna dari tujuh kata yang dianggap diskriminatif tanpa mengurangi maksud yang terkandung dan telah disepakati dalam Piagam Jakarta dan justru diperluas artinya termasuk juga bagi agama selain Islam dalam satu kesamaan pandangyaitu dalam tiga kata Yang Maha Esa.

Sehingga bunyinya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 dan pada saat itu pula Piagam Jakarta dengan tanpa meninggalkan filosofi dasar yang menjiwainya ditetapkan sebagai Pembukaan UUD 45. Secara lengkap Pancasiladitulis menjadi :

Ketuhanan Yang Maha Esa

Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Persatuan Indonesia.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian timbul satu pertanyaan, benarkah UUD 45 yang berlaku sekarang ini adalah UUD 45 yang menganutfahamTATA NILAI KEBENARAN TUHAN , yang menjadikan Kebenaran Tuhan PEDOMAN DASAR yang telah disepakati dalam Piagam Jakarta ?

Maka jawabnya adalah, Pancasila/UUD 45 yang sekarang berlaku adalahberdasar pada Dekrit Presiden 5 Juli 59 yang sampai saat ini belum ada kekuatan hukum / dasar hukumyang lebih tinggi yang membatalkan Dekrit Presiden 5 Juli 59 dimaksud.

Marilah kita baca Naskah Dekrit Presiden 5 Juli 59 .

Dekrit

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA

TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menyatakan dengan khidmat :

Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri siding. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;

Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA /

PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante.

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagfi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Juli 1959

Atas nama Rakyat Indonesia

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO

Dekrit ini bukan Naskah Asli tapi tak satupun ada perubahan kata maupun makna dari Naskah Aslinya.

Dari sini terbukalah berbagai upaya politik sepanjang sejarah yang berupaya untuk mengkerdilkan ( Membonsai ) Pancasila dan UUD 45 sebagai Landasan Fundamental Ideologi Bangsa.

Semoga tulisan ini membuka wawasan tentang Pancasila lebih mendalam lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun