Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

“Pak Presiden Jokowi, Memilih yang Terbaik dan Kerja Cepat Saja Belum Cukup”

21 November 2014   16:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:13 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14165378611279285804

Gambar kreasi dari sumber yang  jelas.

“Pak Presiden Jokowi, memilih yang terbaik dan kerja cepat saja belum cukup.”

Sejak awal pembentukan Kabinet Kerja Presiden Jokowi – JK, sudah tampak bahwa titik paling lemah Pemerintahan Jokowi–JK tereletak pada bidang Hukum. Walaupun secara singkat tapi dengan upaya menggunakan berbagai sisi pandang, ternyata perkiraan itu, sudah tampak kebenarannya walaupun Pemerintahan Jokowi – JK baru berjalan satu bulan.

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/10/27/menyorot-kabinet-kerja-presiden-jokowi-1-682830.html

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/10/27/bercak-bercak-noda-pada-kabinet-kerja-presiden-jokowi-jk-menyorot-kabinet-kerja-presiden-jokowi-2-682927.html

Bidang penegakkan hukum yang juga merupakan titik paling lemah Pemerintahan Indonesia sebelumnya, ternyata untuk lima tahun kedepan masih sulit untuk diharapkan adanya perbaikan. Bahkan sejak awal, sudah tampak adanya berbagai kemunduran. Kalau pada rezim-rezim yang terdahulu, kelemahan hukum terjadi karena ulah campur tangan Politik yang berakibat Hukum menjadi Mandul dan hanya berlaku untuk rakyat kecil dan sebagian elit yang dikorbankan, maka pada Pemerintahan yang baru ini, bahkan prosedur hukumpun sudah tidak diperhatikan.

Paling tidak sudah ada tiga hal yang menunjukkan adanya kekurang fahaman terhadap Hukum yang dilakukan oleh Presiden Jokowi selama satu bulan Pemerintahannya. Baik yang langsung dilakukan oleh Presiden Jokowi sendiri maupun yang dilakukan oleh Menterinya, selaku pembantu Presiden.

Diawali dengan mencampuri masalah internal Partai Politik yang bermasalah dengan hukum, dengan mengubah Kementerian Hukum dan HAM menjadi Lembaga Peradilan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM. Mengambil alih kewenangan Mahkamah Agung yang berakhir di PTUN.

Maka perintah menenggelamkan kapal Nelayan asing yang mencuri ikan diperairan Indonesia, merupakan perintah emosional yang mengikuti kemarahan dan keinginan untuk tegas dan berani. Adalah sangat merugikan bila perintah itu benar-benar keluar dari seorang Presiden dari Negara sebesar NKRI yang dalam Undang- undang Dasarnya menyebutkan dengan jelas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum bukan Negara yang berdasar pada keinginan yang berkuasa. Apa yang terjadi di perairan Indonesia, Indonesia juga harus mematuhi hukum laut Internasional.

Pengangkatan Jaksa Agung dengan memberikan sebuah Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Jaksa Agung pada saat yang bersangkutan masih menjabat sebuah jabatan yang dilarang dijabat oleh seorang Jaksa Agung, merupakan satu pengabaian terhadap Prosedur Hukum yang berlaku. Pada saat Presiden Jokowi memperlakukan pengangkatan seorang Jaksa Agung, sama dengan apa yang dilakukan terhadap para Menterinya, pada saat itulah Presiden Jokowi melakukan sebuah kesalahan prosedur.

Larangan seorang Menteri untuk rangkap jabatan, adalah aturan yang diingini dan ditetapkan sebagai Keinginan Politik Presiden Jokowi, sehingga pengunduran para Menteri dari jabatan yang dirangkap dilakukan setelah Menteri dilantik bukan merupakan satu masalah yang berkaitan dengan prosedurhukum. Karena belum ada UU yang melarang seorang Menteri untuk Rangkap Jabatan Politik.

Akan tetapi pengangkatan seorang Jaksa Agung disyaratkan untuk tidak rangkap Jabatan sebagai Pejabat Negara yang lain atau Penyelenggara Negarayang tertuangdalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 21 ayat (a)

Bukan hanya masalah pelantikan tapi kapan Surat Keputusan itu diberikan kapada seseorang. Surat Keputusan yang diberikan kepada Pejabat yang dilarang rangkap jabatan oleh UU, yang ada dalam satu kewenangan Pesiden, dapat diberikan secara langsung dimana surat keputusan yang baru sekaligus memberhentikan keputusan sebelumnya. Akan tetapi saat Presiden mengeluarkan Surat Keputusan kepada seseorang yang kewenangan pencabutannya tidak langsung dibawah Presiden, maka Surat Keputusan Presiden yang menetapkan seseorang dalam jabatan yang dilarang oleh UU untuk dijabat rangkap, harus setelah yang bersangkutan diberhentikan dulu dari jabatan semula.

Ingin cepat, memang itu yang terbaik, mau memilih dari NASDEM, PDIP ataupun PKB , itu hak Prerogatif seorang Presiden. Tapi menabrak Norma Hukum yang berlaku, itu sangat memprihatinkan.

Salam Prihatin untuk Kejaksaan Agung.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun