Gambar Kreasi dari sumber yang jelas.
Menguak tabir Peristiwa Mei 1998 (Jilid Satu).
Menguak tabir peristiwa Mei 1998 tidak bisa lepas dengan peran Tentara dalam percaturan Politik di Indonesia. Untuk mengetahui apa yang terjadi dalam Tentara Nasional Indonesia dan tradisi yang melatar belakangi pola pikir setiap Petinggi TNI terpaksa harus melakukan berbagai perbincangan tidak resmi dan merupakan pembicaraan dari hati –kehati dengan berbagai Nara Sumber yang berbeda sudut pandang tapi mempunyai kelayakan untuk diterima menjadi masukan yang sangat berarti :
Nara sumber utama adalah Nara sumber yang terlibat langsung dengan peristiwa Mei 1998, akan tetapi yang lepas dari ikatan konflik kepentingan rivalitas Pimpinan TNI. Tentara dengan pangkat May Jend. Pada tahun 1998 dan berposisi sebagai orang dalam lingkaran Pak Harto.
Nara sumber kedua adalah seorang yang ikut Membesarkan TNI. Yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Akabri, dalam posisi yang lepas dari semua kepentinganpolitik dan Peranan TNI.
Nara sumber yang ketiga adalah seorang Pensiunan Tentara, yang juga pernah berprestasi baik selama pendidikan di AKABRI maupun dalam menempuh karier sepanjang masa tugasnya, akan tetapi yang mengakhiri tugasnya dan pensiun hanya dalam pangkat Kolonel.
Dari bincang-bincang ringan itu terbetik satu informasi yang selama ini tidak pernah terfikirkan, bahwa ada seleksi luar biasa yang terjadi dikalangan Tentara Nasional Republik Indonesia. Baik yang legal maupun illegal yang harus dilalui oleh seorang Tentara dalam Karier militernya :
1.Bahwa untuk dapat menduduki Posisi Pangkat Jenderal Harus berbasis pendidikan awal AKABRI / AMN. (seleksi pertama / pangkat tertinggi alumni SECAPA adalah Kolonel walaupun memulai karier sama-sama Letnan Dua )
2.Bahwa bagi seorang alumni AKABRI/AMN hanya bisa menduduki Pangkat Jenderal bila ia betul-betul berprestasi. ( seleksi kedua )
3.Bahwa Prestasi saja tidak cukup, untuk bisa menjadi Jenderal harus adalahanak Jenderal ( seleksi ke tiga )
4.Kalau bukan Anak Jenderal maka ia harus menjadi “ menantu “ Jenderal. (seleksi ke empat)
5.Kalau bukan anak atau menantu Jenderal, maka ia harus mempunyai Koneksi Jenderal ( yang mempromosikan/seleksi ke lima )
6.Kalau bukan dari yang berlatar belakang tiga, empat dan lima tersebut diatas walaupun mempunyai prestasi yang diatas rata-rata maka ia harus mampu menembus palang hambatan terakir, yang dibuat oleh sebuah system yang tidak kasat mata. Yaitu mampu membuat “ Koneksi”ada dua macam koneksi buatan yaitu :
a.Koneksi kesetiaan terhadap Jend. Senior.
b.Koneksi buatan mengandalkan kemampuan merekrut dukungan melalui kekuatan financial.
Inilah fakta tersembunyi dalam tradisi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, mengapa Alumni AKABRI yang berprestasi tapi merasa bukan anak Jenderal berupaya dengan keras untuk menjadi menantu Jenderal.
Faktor ini pula sebenarnya yang mendasari adanya “ RIVALITAS “dikalangan para Pimpinan ABRI, yang akhirnya berdampak pada adanya “ KLIK” dikalangan ABRI.Munculnya Klik ABRI Merah Putih; Klik ABRI Hijau; Klik Panggabean, Sudomo, Ali Moertopo; Klik. M. Yusuf; Klik LB. Moerdany; Klik Wiranto dan beberapa misteri dalam tubuh ABRI.
Peristiwa Mei 1998 tidak bisa lepas dari alasan dasar tradisi ABRI yang tersebut diatas yang juga ternyata mampu membuat jarak antara Perwira Tinggi dengan Perwira menengah.
Salam Prihatin untuk ABRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H