Gambar kreasi dari sumber yang jelas.
Jokowi/JK – Prabowo/Hatta dan ancaman bagi Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu Negara besar, yang merupakan Negara terbesar ke empat didunia dilihat dari jumlah penduduk setelah : Cina; 1.355.692.576, India; 1.236.344.631 dan Amerika ; 318.892.103. Sedangkan Indonesia mencapai ; 253.609.643. Dengan luas wilayah menduduki nomor 14 terluas di Dunia sebagai Negara kepulauan yang terletak diantara dua Samudera dan diantara dua benua, merupakan daya tarik dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap percaturan Politik Dunia. Belum lagi kekayaan alam yang dimiliki merupakan kekayaan yang diincar sebagai sumber daya bagi kehidupan umat manusia. Itulah mengapa ada kepentingan dunia terharap peri kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Berbicara tentang kepentingan Dunia sekurang-kurangnya ada dua kekuatan besar yang sangat berkepentingan dengan Indonesia.
Yang pertama adalah kekuatan yang sering kita sebut dengan One World Order atau New Worl Order dimana Lobby Yahudi ada dibalik layar didukung oleh Masyarakat Ekonomi Eropa termasuk Persemakmuran dan tidak lepas dari peranan Amerika Serikat sebagai Polisi Dunia.
Kedua adalah bekas Negara Blok Timur dimana setelah mereka masuk dalam Dunia Baru yang untuk Rusia dimulai Pada saat Gorbachev memperkenalkan system Politik dan Ekonomi baru melalui program-programnya: glasnost (keterbukaan politik) dan perestroika (restrukturisasi ekonomi),
Kemudian Cina sejak kepemimpinan Deng Xiaoping melakukan satu lompatan besar dalam kebijakan politik dan ekonomi yang lebih terbuka, maka dua Negara ini kembali menciptakan kepentingan terhadap Indonesia dengan pola yang berbebeda.
Bila untuk kelompok pertama yang sangat berkepentingan dan bersentuhan langsung dengan Indonesia diwakili oleh Singapura, Australia dan Amerika Serikat maka untuk kelompok kedua diwakili oleh Republik Rakyat Cina.
Dua kekuatan besar inilah yang secara langsung berusaha untuk “ mengendalikan “ Pemerintah Indonesia demi kekuasaan dan kepentingan mereka sendiri. Inilah sebenarnya “ancaman“ bagi Indonesia, dimana mereka akan berusaha masuk melalui pengendalian “ kekuasaan “ terhadap Calon Presiden Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
Indonesia siapapun pemimpinnya, tidak akan pernah lepas dari ancaman pengaruh dan rong-rongan dua kekuatan Dunia itu, kerena kepentingan mereka terhadap Indonesia membawa mereka kedalam usaha yang tidak akan pernah berhenti dan menghalalkan segala cara. Itulah mengapa Indonesia butuh seorang pemimpin yang kuat, berani dan mencintai bangsa ini.
Walaupun bila dilihat secara umum, tampak ada perbedaan yang sangat mencolok pada sasaran intervensi dari dua kekuatan besar itu. Dimana kekuatan AS berusaha melakukan intervensi Politik dan Ekonomi lebih menitik beratkan pada sector hulu yaitu pada Macro Ekonomi melalui kebijakan Moneter/Bank Sentral dan penguasaan sumber alam. Maka Cina lebih menitik beratkan apada sector riil / Micro ekonomi yang dimulai dari penguasaan Perbankan sektor Produksi dan distribusi. Tapi pada hakekatnya sama keduanya adalah ancaman bagi kedaulatan NKRI.
Itulah mengapa Hashim Djojohadikoesoemo perlu wara-wiri ke Amerika Serikat untuk meyakinkan Amerika bahwa kakaknya tidak akan “memusuhi” Amerika, itulah pula yang dijelaskan oleh Prabowo Subianto dihadapan para Duta Besar dari berbagai negara dalam Indonesian Council on World Affairs di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (30/6/2014) malam ( sumber JAKARTA, KOMPAS.com ) bahwa Prabowo Subianto tidak akan mengubah kebijakan hubungannya dengan Negara – negara sahabat yang selama ini telah dilakukan oleh Presiden SBY.
Meyakinkan Dunia bahwa Indonesia akan tetap menjadi bagian dari masyarakat Dunia inilah yang dijanjikan Prabowo Subianto dengan menekankan bahwa masalah kedaulatan NKRI adalah satu pengecualian yang tidak bisa diintervensi oleh kepentingan manapun.
Memang ada perbedaan yang mendasar dengan Calon Presiden Joko Widodo yang membawa Visi-misi PDIP yang telah dipersiapkan secara matang, dimana Megawati menyatakan sudah dipersiapkan selama sepuluh tahun diluar pemerintahan.
Itulah juga mengapa Visi-Misi yang diusung Joko Widodo adalah Pancasila 1 Juni 1945, Trisakti Bung Karno dan Gotong Royong. berarti mengembalikan Indonesia pada era kepemimpinan Bung Karno pada kisaran tahun 1963.
Melalui perjalanan panjang Bung Karno berusaha untuk mengembalikan rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 kedalam Pancasila 1 Juni 1945 yaitu :
1.Kebangsaan Indonesia.
2.Internasionalisme atau perikemanusiaan.
3.Mufakat atau demokrasi.
4.Kesejahteraan sosial.
5.Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang pada tanggal 1 Juni 1945 itu, juga ditawarkan alternatif dengan memeras Pancasila menjadi Trisila yaitu : Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan, dimana Pancasila 1 Juni 1945 sebenarnya adalah identik dengan Ideologi Marhaenisme yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tahun 1927 sebagai Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam marhaenisme yaitu : anti kolonialisme, anti feodalisme, asas nasionalisme, demokrasi, keadilan sosial yang juga bermuara pada pengertian Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi.
Yang kemudian Trisila diperas lagi menjadi Ekasila atau Gorong Royong, dimana Gotong Royong juga merupakan perasan filosofi paling dasar dari Marhaenisme. Menjadikan Pancasila identik dengan Marhaenisme itulah Cita-cita Bung Karno yang belum kesampaian dan merupakan tugas Jokowi untuk melaksanakannya.
Dengan jelas Visi Misi Joko Widodo tertulias :
Dalam Judul “ MENEGUHKAN KEMBALI JALAN IDEOLOGIS “ dengan kembali menampilkan TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG.
Inilah kunci perjuangan Joko Widodo, mengembalikan jalan Politik Bung Karno pada Era 1963 yang merupakan puncak pencapaian Cita-cita Bung Karno. Yaitu mengganti secara pelahan dan halus Pancasila sebagai Fundamental Ideologi Bangsa dengan melebur Pancasila kedalam Ideolodi Marhaenisme. Arti dari kalimat MENEGUHKAN KEMBALI JALAN IDEOLOGIS dalam visi – misi Jokowi adalah kembali kejalan Ideologis Marhaenisme.
Upaya yang pernah dilakukan oleh Bung Karno yang menimbulkan reaksi keras dari Angkatan Darat kemudian memunculkan reaksi adanya ide pembentukan angkatan ke V ( Buruh- Tani ) dan bermuara pada peristiwa G 30 S. PKI.
Poros Jakarta – Pyongyang – Peking adalah basis kekuatan Politik Bung Karno pada Dekade 1963 sangat erat kaitannya dengan apa yang digalang Megawati dengan mengirim kader PDIP ke Cina saat ini.
Merdeka.com - 15 kader PDIP berangkat ke China, memenuhi undangan Partai Komunis China untuk studi banding berbagai masalah pembangunan di sekolah partai negara tersebut hingga 23 Oktober 2013. Ketua DPP PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, kader partainya yang belajar di sekolah partai itu merupakan angkatan ketiga pada tahun ini.
Hal ini erat pula kaitannya dengan dukungan para Konglo Indonesia keturunan Hoa Kiau dalam membiayai Pencalonan Joko Widodo menuju Kursi Presiden Republik Indonesia. Merekalah yang kini telah menguasai ekonomi Indonesia melaui sektor Riil, sejak dari Perbankan, Produksi dan distribusi di Indonesia.
Inilah pula sebabnya Joko Widodo menghindar dari permasalahan Laut Cina Selatan saat pelaksanaan debat Calon Presiden.
Tulisan ini berupaya mengungkap ancaman yang sebenarnya atas kedaulatan Bangsa Indonesia untuk lima tahun kedepan, dimana Prabowo Subianto sudah mencoba untuk menjawab dalam setiap kampanye yang disampaikan dan juga penjelasannya dihadapan para Duta Besar dan yang tidak pernah dijawab oleh Joko Widodo.
Salam Prihatin untuk kedaulatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H