Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jakarta Internasional (Pedophilia) School?

26 April 2014   18:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:10 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398485905370033967

Gambar  : englishnews.thaipbs.or.th

Jakarta Internasional ( Pedophilia ) School ?

Kasus pedophilia yang terjadi di Jakarta Internasional School, begitu mencengangkan bangsa ini.Bukan hanya karena tentang kasus Pedophilianya itu sendiri akan tetapi mengapa terjadi disekolah yang menyandang gelar Sekolah Internasional dimana untuk menyekolahkan anaknya kesekolah itu orang tua harus merogoh kocek paling sedikit US$ 23,000 per tahun. Atau kurang lebih Rp. 299.000.000,- atausedikit dibawah Rp. 25 juta perbulan yang berarti diatas Rp. 800.000,- per hari atau masih lebih tinggi dengan penghasilan masyarakat miskin dalam satu bulan.

Inilah mengapa kalangan orang Indonesia yang ekonominya mapan merasa berbangga bila bisa menyekolahkan anaknya di Jakarta Internasional ( Pedophilia ) School.Seperti apa yang ditunjukkan oleh Hotma Sitompul sipengacara kondang dalam Acara ILC, yang membela mati-matian nama baik JI(P)S. tanpa malu melihat kenyataan bahwa ia masih orang Indonesia dan mengais rejeki juga di Indonesia.

Jakarta Internasional ( P ) School yang fenomenal yang kemudian menyandang predikat sebagai tempat mangkal kaum Pedophilia adalah merupakan paradox panggung sandiwara masyarakat kalangan bawah Bangsa Indonesia yang sebagian besar, bila mengikuti standar Bank Dunia dengan pengeluaran per hari per orang sebesar US $ 2 per hari adalah masih dalam katagori miskin. Sungguh memalukan bahwa masih ada orang Indonesia yang berbangga dengan memasukkan anaknya pada sekolah ini. Sebagai pertanda miskinnya rasa kebangsaan dan lenyapnya empati terhadap nasib saudara sebangsa dan setanah air. Termasuk bila sekolah ini mendapat “perlakuan istimewa” dari para pejabat selama ini.

Bagai mana dengan dua orang tersangka pelaku pedophilia yang adalah dua orang petugas cleaning service ?

Bila ada seorang petugas cleaning service secara tersembunyi dan bersembunyi dari siapapun, melakukan tindakan perkosaan terhadap seorang anak, maka pelaku Pedophilia ini murni bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa harus mencurigai siapapun yang harus ikut bertanggung jawab yang ada dalam lingkungannya.

Akan tetapi bila ada dua orang atau lebih secara bersama-sama, melakukan tindakan kekerasan perkosaan didalam satu system keamanan yang sulit diakses dari luar, maka tindakan kejahatan itu adalah tindakan kejahatan yang layak dicurigai sebagai satu tindak kejahatan yang terorganisir. Atau sekurang-kurangnya adalah ditolerir oleh system keamanan yang ada.

Adalah tidak masuk akal apa yang dilakukan oleh dua orang petugas Cleaning Service untuk berani melakukan tindakan itu bila ia belum yakin benar bahwa keamanannya terjamin. Atau justru mereka menganggap apa yang dilakukan adalah hal yang biasa. Dengan kata lain mereka berani melakukan karena mereka hanya meniru terhadap apa yang biasa mereka lihat dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai “ kekuasaan “ dalam JIS ( Guru atau lainya) dalam ruangan (Toilet) yang sehari-hari menjadi kewajiban mereka untuk menjaga dan membersihkannya.

Polisi harus membongkar dengan tuntas, karena PASTI ADA ORANG LAIN yang perbuatannya ditiru oleh para petugas Cleaning Service itu.

Salam Prihatin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun