gambar dari sumber yang jelas.
Amandemen amburadul oleh para REFORMIS oportunis tolol berjiwa Inlander terhadap UUD 45.
Permohonan maaf yang sebesar-besarnya mengawali tulisan ini, yang jauh dari kaidah menulis yang baik, karena tulisan ini memang merupakan ungkapan kemarahan yang tak terbendung, ditengah-tengah budaya PREMANISME dikalangan elit Politik dan Penguasa yang sudah lehilanganetika dan tata karma.
Tulisan ini sejak dari pemilihan judul, memang sudah penuh dengan kemarahan, kemarahan yang muncul dari kekecewaan dan rasa kesakitan yang tak terkirakan. Bahkan bila mungkin, hanya umpat caci yang layak bagi para bedebah yang telah mengubah sejarah Bangsa yang Mandiri, Berdaulat dan Berkepribadian menjadi Bangsa Inlander yang terjajah.
Dengan berbagai pengorbanan yang tidak kecil, Reformasi digulirkan. Korban-korban kekerasan Peristiwa Mei 1998, sama sekali tidak bisa dipertanggung jawabkan. Bila kemudian hanya karena kebencian pada sebuah Rezim Orde Baru, kemudian melakukan balas dendam terhadap Konstitusi yang merupakan Kesepakatan Luhur Bangsa Indonesia, melalui Amandemen UUD 45 bak membunuh seorang gentlemen menjadi zombie tanpa kepala.
Bangunan yang utuh dari sebuah UUD 45, telah dipangkas bagian yang paling penting, yaitu Kedaulatan Rakyat, dengan amandemen yang dilakukan oleh yang mengaku reformis, maka praktis Rakyat Indonesia kehilangan kedaulatannya. Lebih menyakitkan ternyata hanya ditukar dengan seonggok tulang kering sisa makan anjing yang langsung boleh diambil dengan nama Pemilu Langsung. Hasil Amandemen buah karya amburadul yang mengaku Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ternyata hanya sekelompok oportunis bermental inlander.
“ - maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
) *kutipan paragraph terakhir Pembukaan UUD 1945.
Tertulis dengan jelas : - Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Kedaulatan Rakyat artinya Kedaulatan/Kekuasaan tertinggi dalam Negara ada ditangan Rakyat.Bukan PRESIDEN,Bukan DPR, Bukan MAHKAMAH AGUNG, tapi RAKYAT.
Tentang bagaimana caranya agar Kedaulatan benar-benar ada ditangan Rakyat pun sudah sangat dijelaskan dalam Konstitusi yang merupakan kesepakatan Luhur Para Pendiri Bangsa, yaitu melalui Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Itu artinya adalah satu kepemimpinan tertinggi yang dilakukan secara bersama melalui sebuah perwakilan yang mencerminkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Itu adalah sebuah bentuk Kepemimpinan Kolektif Kolegial, bukan kepemimpinan oleh seseorang Presiden yang langsung dipilih oleh sebagian Rakyat yang mau memilih hanya kerena dibeli, ditipu atau diintimidasi.
Para Pendiri Negarapun telah menjabarkan apa keinginan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 45 paragraph terakhir tersebut kedalam Batang Tubuh UUD 45 secara jelas pada Bab I. tentang bentuk Negara dan Kedaulatan, yang disebutkan pada pasal 1 ayat (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Artinya, bahwa Indonesia adalah sebuah Negara Kesatuan dengan bentuk Pemerintahan adalah Republik.
Sampai disini memang belum ada penjelasan dan tidak ada ikatan dari Pembukaan UUD 45, bahwa Pemerintahan harus dipimpin oleh Presiden atau oleh Perdana Menteri. Hanya disebutkan bahwa secara riil kedaulatan ada ditangan Rakyat dalam bentuk sebuah Lembaga dengan kekuasaan Tertinggi. Wakil Rakyat diberi kekuasaan bukan hanya rakyat disuruh memilih secara langsung.
Baru kemudian pada ayat dua dijelaskan tentang amanat Pembukaan yang terkandung dalam kalimat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawearatan / perwakilan, dengan kalimat :
(2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Disini jelas sekali bahwa Hikmah Kebijaksanaan yang diambil oleh para pimpinan perwakilan itu diwadahi pada sebuah Lembaga, yang merupakan Lembaga tertinggi Negara, yang diberi nama Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Bab I UUD ’45 inilah yang merupakan Ruh paling Dasar Tegaknya Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan bab II walaupun tidak kalah pentingnya tapi hanya merupakan teknis untuk mewujudkan keinginan yang terkandung pada Bab I.
Dimana Bab. II menjelaskan tentang apa bentuknya dan bagaimana mekanismenya dan hal-hal lain tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Yang termuat pada pasal 2 sebanyak tiga ayat dan pasal 3sebanyak satu ayat.
Akan tetapi apa yang terjadi dalam Amandemen ?
Ibarat manusia, UUD 45 yang hidup, lengkap dan utuh, kemudian melalui Amandemen yang dilakukan oleh Anggota dan Pimpinan MPR Oportunis yang bermental Inlander, telah dipenggal kepalanya dan dibiarkan hidup sebagai zombie.
Yang dari hasil Amandemen, disebutkan, Bab I yang berbunyi :Bentuk Dan Kedaulatan pada Pasal 1 (menjadi tiga ayat) dengan kalimat
(1)Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
Ayat ini memang tidak dilakukan amandemen sehingga tidak ada masalah sama sekali .
Akan tetapi pada ayat berikutnya :(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Satu logika yang sangat amburadul, kata dilaksanakan menutut Undang Undang Dasar, ini adalah kalimat rujukan dimana ayat yang dirujuk sebagai acuan untuk ayat yang dirujukkan. Benar sekali bila kalimat tersebut ditulis dalam Undang-Undang yang merujuk pada UUD yang sudah ada.
Akan tetapi sebuah ayat dari sebuah Undang-Undang Dasar yang dirujukkan pada Undang-Undang Dasar itu sendiri tanpa menyebut dirujuk pada pasal berapa dan ayat berapa, adalah rujukan banci yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan mengikat. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang dasar yang mana ? memangnya harus merujuk pada Undang-Undang Dasar dari Hongkong?
Dimana tempat Kedudukkan Kekuasaan Rakyat yang berdaulat ?
Wakil-wakil rakyat disuruh duduk di Undang-Undang Dasar?
Inilah bukti paling konkrit Pembunuhan terhadap Kedaulatan Rakyat yang berujudKerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dimana rakyat tidak lagi mempunyai kekuasan melalui wakil-wakilnya.
Pada ayat tiga hasil amandemen disebutkan :
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Sebuah keinginan over dosis meletakkan frasa Negara Hukum pada pasal yang membahas tentang bentuk Negara dan Bentuk Kekuasaan. Substansi Indonesia sebagai Negara Hukum memang layak ditambahkan, akan tetapi menempatkan ayat pada pasal yang tidak tepat menunjukkan sebuah hasil kerja yang sangat tidak professional.
Akan tetapi kekonyolan paling fatal adalah pada Bab II ditulis Majelis Permusyawaratan Rakyat. Logika dari mana bisa menyebutkan nama sebuah Lembaga tanpa fungsi dan maksud yang jelas. Menyebutkan sebuah bentuk Kelembagaan yang telah dihapus dalam perbendaharaan UUD 45 melalui amandemen pada Bab I.
Bila pada Bab II UUD 45 sebelum di Amandemen langsung disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah dalam kontek untuk menjelaskan Lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat yang disebut pada Bab I, pasal 1 ayat (2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada saat Nama sebuah lembaga, lengkap bersama fungsi, kedudukan dan tugas telah dicoret melalui sebuah amandemen, pada Bab I pasal 1 ayat (2) maka sudah tidak ada alasan lagi untuk dimunculkannya Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Bab II. Setelah Amandemen Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dimaksud dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang mengandung frasa sebagai bentuk dan kedaulatan Negara, telah dihapus. Maka Majelis Permusyawaratan yang begitu saja muncul kembali pada Bab. II sama sekali tidak ada kaitannya dengan bentuk dan kedaulatan Negara.
Atau dengan kata lain Majelis Permusyawartan Rakyat yang tertuang pada Bab II pasal 2 UUD 45 setelah diamandemen, tidak ada kaitannya sama sekali dengan Pembukaan UUD 45 maupun Bab I Pasal I UUD 45. Berarti Majelis Permusyawartan Rakyat yang tertuang pada Bab II pasal 2 UUD 45 setelah diamandemen, hanya mayat hidup yang dibiarkan menyelinap dalam keberadaan sebuah Konstitusi.
Amandemen UUD 45 Bab I Pasal 1 ayat (2) inilah yang merupakan perbuatan paling bodoh dan merupakan PENGKHIANATAN TERBESAR terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh yang mengaku kaum REFORMIS yang sebenarnya hanya kumpulan para oportunis tolol bermental Inlander.
Bila kemudian pada pasal-pasal berikutnya banyak terjadi berbagai lelucon yang tidak lucu tapi menyakitkan, yang diakibatkan karena tidak difahaminya perbedaan tentang, maksud, fungsi, ruang lingkup serta perbedaan sifat antara UUD, UU dan Peraturan, sehingga banyak pasal-pasal yang bersifat dinamis yang akan selalu berubah sesuai kebutuhan yang hanya layak masuk kedalam sebuah UU kemudian dimasukkan kedalam UUD yang mempunyai sifat tetap dan berlaku dalam jangka sangat panjang.
Sangat Prihatin buat Konstitusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H