Gambar kreasi dengan sumber yang jelas.
A Hok : “ DPRD sebagai calo yang tidak pantas memilih kepala daerah.”
Masih relevan kiranya pernyataan A Hok yang blak-blakan bahwa DPRD sebagai calo yang tidak pantas memilih Kepala Daerah, diangkat sebagai judul tulisan ini bahkan dengan alasan yang sama juga membawa A Hok keluar dari Partai Gerindra yang mengusungnya sebagai Wagub DKI.
Benarkah Pemilihan Kepala Daerah tak langsung berarti merampas hak konstitusi rakyat Indonesia ?
Rakyat Indonesia sebenarnya sangat TIDAK BERKEPENTINGAN dengan proses pemilihan Kepala Daerah. Yang menjadi harapan Rakyat adalah Kepala Daerah bahkan Presiden adalah orang yang berpihak kepada Rakyat. Rakyat sebenarnya tak butuh Pilkada yang dibutuhkan Rakyat adalah Gubernur, Bupati atau Walikota yang jujur, amanah dan memperhatikan kepentingan rakyatnya, bahkan bila Gibernur, Bupati maupun Wali Kota ditunjuk oleh Presiden sekalipun.
Kalau Rakyat Butuh Pemimpin yang baik tapi tidak butuh proses terpilihnya Pemimpin, lalu untuk kepentingan siapa PILKADA Langsung atau lewat DPRD itu diperdebatkan ?
Untuk melihat dengan jernih mari kita urai siapa yang terlibat dan untuk apa terlibat dalam penetapan Kepala Daerah.
Kata kuncinya adalah UANG dan KEKUASAAN.
Hubunganantara UANG dengan KEKUASAAN merupakan satu lingkaran setan yang sulit diputus, dengan Uang Kekuasaan diperoleh, sebaliknya dengan kekuasaan uang juga diperoleh.
Adalah satu kenyataan bahwa untuk menjadi seorang Kepala Daerah di Negeri yang sedang tumbuh ini membutuhkan biaya yang besar, biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan dukungan. Baik Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh Rakyat, maupun dipilih melalui DPRD.
Bila untuk menjadi Bupati atau Walikota seorang calon harus menyiapkan biaya sampai Rp. 50 milyard, lalu siapa calon Bupati atau Walikota yang mempunyai dana sebesar itu ? Di Negeri ini kekayaan sampai Rp. 50 M hanya dimiliki oleh kalangan usaha. Itu artinya Wali Kota, Bupati sampai Gubernur yang dipilih, tak peduli dipilih langsung oleh Rakyat maupun oleh DPRD pasti akan melibatkan kalangan usaha.
Berbicara tentang Kalangan Usaha, kepentingannnya dengan Kepala Daerah adalah jelas; fasilitas, monopolidan berbagai kebijakan yang akan menguntungkan Kalangan Usaha. Dalam hal ini kalangan usaha yang terlibat akan terbadi menjadi dua. Yaitu kalangan Usaha yang secara langsung masuk dalam kekuatan Politik dan Kalangan Usaha yang ada diluar Partai Politik yang akan membeli kekuatan politik selama menguntungkan.
Keterlibatan Kalangan Usaha dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh Rakyat, adalah membiayai Calon Kepala Daerah untuk mendapat dukungan dari rakyat untuk dipilih. Biaya yang dikeluarkan kalangan usaha untuk Pemilihan Kepala Daerah secara langsung terbagi menjadi berbagai item yang akan menyangkut banyak kalangan sejak dari Mahar bagi Partai Politik pengusung, TIM SUKSES, coordinator kampanye, lembaga survey sampai uang saku dan belanja barang.
Sedangkan pada pilihan tak langsung biaya akan terpusat pada Mahar bagi Partai Politik Pengusung. Kalangan Usaha yang secara langsung masuk dalam kekuatan Partai Politik akan bermain lebih leluasa disini dimana bila calon Kepala Daerah yang diusung tidak dibeli oleh kalangan Usaha yang ada diluar Kekuatan Partai Politik dengan harga yang sesuai, Calon Kepala Daerah akan dibiayai oleh kalangan Usaha yang ada dalam kekuatan Partai Politik akan tetapi bila ada kalangan usaha diluar kekuatan partai Politik Langsung bersedia membeli dengan Mahar yang memadai Partai Politik Pengusung akan berubah fungsi menjadi “ MEDIATOR” yang menghubungkan Calon Kepala Daerah dengan kalangan Usaha yang membiayai pencalonannya.
Inilah mengapa dengan Blak-blakan A Hok Berkata :” bahwa DPRD sebagai calo yang tidak pantas memilih Kepala Daerah”
Mengapa Kalangan Usaha mau dan berusaha untuk terlibat ?
Kalanga Usaha akan menghitung Potensi Daerah yang dapat dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari Daerah yang Kepala Daerahnya “Dibiayai” untuk dapat duduk sebagai Kepala Daerah.
Semakin besar potensi yang terkandung didalam daerah tersebut, semakin tinggi biaya yang akan dikeluarkan. Bahkan seorang Konglomerat yang merasa pasti satu Daerah berpotensi mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dia akan mambiayai sampai tiga calon Kepala Daerah yang bersaing dengan harapan siapapun yang menang maka dia adalah pemenangnya.
Dari uraian diatas, menjadi jelaslah mengapa Pendukung Pilkada Langsung ada dikelompok PDIP sedangkan Pilkada Tak Langsung ada di kelompok Koalisi Merah Putih.
Kalangan Usaha yang selalu berada diluar Kekuatan Politik didukung oleh berbagai lembaga survey dan Profesi TIMSES akan mendukung Pemilihan langsung sementara kalangan Usaha yang ada dalam Poros kekuatan Politik akan memilih Pilkada Tak langsung. Adalah bohong besar bila pendukung Pemilihan Langsung maupun tak langsung berdalih untuk kepentingan rakyat.
Salam Prihatin untuk Rakyat yang dibodohi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H