Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi dan karakter Seorang Hamba

11 April 2014   20:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:47 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13971973892002394926

Gambar kreasi dari sumber yang jelas.

Jokowi dan karakter seorang hamba.

Menyempatkan diri melihat tayangan TV selama hiruk pikuk pesta demokrasi, menjadi sangat prihatin. Sebelum ada tayangan Quick Count perolehan Partai Politik muncul tayangan para pemimpin Partai dan Calon Pemimpin Bangsa ini melakukan pencoblosan diwilayah masing-masing. Melihat tingkah mereka membawa satu kenangan tersendiri dan sekaligus dapat melihat karakter sang pemimpin.

Semua Pemimpin Partai Politik, apa lagi yang mencalonkan dirinya sebagai Presiden tampak begitu nyata perbedaannya tampil dilayar kaca.

Surya Paloh berbaju Putih lengan panjang dan berpeci, SBY dengan warna Biru, Wiranto yang mencoba memberi kesan menyatu dengan warga , Prabowo Subianto berbaju putih juga semua tampil sebagai orang nomor satu di TPS tempat mereka melakukan pencoblosan. Ternyata hampir semua Pimpinan Partai Politik dan Calon Presiden menjadi orang yang paling diutamakan di TPS nya.

Sampailah di TPS Kebagusan, Lenteng Agung. Suasananya tidak berbeda dengan TPS lain orang nomor satu yang menjadi Pusat perhatian muncul, tampak seorang Megawati Sukarno Putri didampingi orang kedua dalam PDIP Puan Maharani, sampai disini tidak ada masalah.Akan tetap ternyata seorang Megawati masih didampingi seorang yang berani mengemban amanah Partai menjadi Calon Presiden yang puas tampil menjadi orang nomor tigadalam arena Pencoblosan di TPS Pemilu, tempat sang Ketua melakukan pencoblosan. Sedangkan dirinya juga sebagai seorang Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota.

Lenteng Agung memang masih wilayah Daerah Khusus Ibukota, tidak masalah bila seorang Gubernur dalam kapasitasnya sebagai seorang Gubernur melakukan SIDAKke salah satu TPS di Lenteng Agung. Walaupun itu hanya sekedar untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pencoblosan, sebagai bagian tak terpisahkan dengan pola blusukan yang sering dilakukan. Akan tetapi tidak dalam kapsitasnya untuk mendampingi seorang Petinggi Partai Politik.

Inilah pula mengapa sang Wakil Gubernuryang akrab dipanggil A Hok berkomentar Saat melihat Jokowi menemani keluarga Megawati masuk ke TPS 30 yang terletak di depan rumah Megawati,

"Lho kok Pak Jokowi bisa nemenin Bu Mega sih? Kan harusnya dia enggak boleh masuk TPS yang bukan TPSnya," ujar pria yang akrab disapa Ahok ini di kediamannya, di Pantai Mutiara, Jakarta, Seperti dilansir rmol.co Rabu (9/4).

Yang kemudian di jawab Jokowi dimana Jokowi Heran Ahok Persoalkan Dirinya Temanin Megawati Nyoblos di TPS Kebagusan. "Masuk saja kok masalah. Kenapa? Yang nggak boleh, ya nyoblos lagi disana,"

Ternyata Pak Gubernur belum paham, bahwa dalam ruangan pencoblosan itu “orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk” Masuknya saja sudah dilarang, bukan mencoblosnya saja yang dilarang sedangkan mendampingi calon pemilih yang butuh pendampingan, itu juga hanya boleh dilakukan oleh petugas TPS. Sedangkan yang masuk katagori berkepantingan hanyalah Panitia Penyelenggara, saksi dan pemilih.

ARTINYA PAK JOKOWI TERMASUK ORANG YANG TIDAK BERKEPENTINGAN.

Karena bukan penyelenggara

Bukan Saksi

Juga bukan Pemilih.

Pak A Hok sebenarnya telah bicara sebenarnya dan apa adanya, hanya Pak Jokowi saja yang tidak “Mudeng “

Kalau untuk memahami hal sepele seperti itupun sulit, bagaimana untuk memahami hal-hal yang lebih besar ? Pantaslah bahwa apapun selama ini yang terjadi di Solo maupun DKI, pasti peran Wakilnya lebih menonjol.

Dari sekilas peristiwa pencoblosan ini saja sudah tampaklah karakter seorang Jokow itu seperti apa. Jokowi seorang “ PENGHAMBA “ tulen, seorang yang sangat loyal terhadap junjungannya. Langkah-langkah politik seperti apa yang akan dilakukan bila betul berhasil menjadi Presiden sudah tampak Jelas.

1.Loyalitasnya terhadap Ketua Partai tidak diragukan lagi, apa kata ketua Partai itu kata dia.

2.Loyalitas terhadap Partai Politik sebagai konsekuensi logis atas kesetiaannya terhadap Pimpinan Partai tidak diragukan.

3.Adalah menjadi tidak aneh bila rela dengan begitu saja meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang Gubernur, hanya untuk kepentingan kampannye sampai menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Kesimpulam sementara Jokowi lebih parah dari SBY, bila SBY mejadi Presiden untuk Partai Demokrat bukan untuk rakyat, maka Jokowi menjadi Presiden untuk Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, selangkah lagi jauh dari rakyat.

Kapan Indonesia mendapat seorang Presiden Untuk Rakyat Indonesia ? Yang sanggup membuang atribut Partai politik begitu terpilih sebagai Presiden ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun