Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rezim Jokowi Bakal Tumbang pada 2016? Dipersimpangan Dilematis antara Kepentingan Politik Pengusung versus Dukungan Rakyat (yang Tidak Jelas)

27 Januari 2015   18:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:17 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar pribadi.

Rezim Jokowi bakal TUMBANG pada 2016 ? dipersimpangan dilematis antara kepentingan Politik Pengusung versus dukungan Rakyat (yang tidak jelas).

Perbedaan kepepentingan yang nyata antara kekuatan politik pengusung, dengan rakyat pendukung mengawali keruntuhan Rezim Jokowi lebih cepat dari yang diperkirakan ?

http://politik.kompasiana.com/2014/12/08/rezim-jokowi-bakal-tumbang-pada-2016-dicari-pemimpin-baru-yang-berani-keluar-dari-cengkeraman-gurita-asing--690973.html

Memang terlalu cepat proses merosotnya dukungan rakyat ( yang tak jelas ) terhadap Presiden Jokowi yang diawali dengan adanya politisasi hukum antara PDIP bersama NASDEM dengan memanfaatkan POLRI versus KPK yang didukung LSM Pegiat anti KORUPSI yang mencerminkan dukungan rakyat dengan sangat jelas.

Jokowi memenangkan Pilpres atas Prabowo dengan angka yang tipis berkat dukungan kekuatan politik dan LSM yang mencerminkan dukungan rakyat. Akan tetapi dukungan rakyat itu kini telah sirna dan menjadi betul-betul “tidak jelas” bersama kisruh POLRI versus KPK yang justru membawa pada sikap Jokowi yang lebih tidak jelas bersikap bagai mana dan untuk kepentingan siapa. Jelas ini adalah awal dari “keruntuhan” Pesona Jokowi yang selama ini telah berhasil menyihir kesadaran Rakyat Indonesia untuk mendukung Jokowi dengan membabi buta.

Perang antara Polisi versus KPK itu sebenarnya 100 % kesalahan Presiden Jokowi, Presiden Jokowi yang mengawali kasus ini dan justru telah berhasil mengakhiri Pesona Presiden Jokowi pula. Polisi tidak bersalah sama sekali, adalah hal yang wajar bila polisi tidak mau dijadikan sasaran tembak tanpa membalas. KPK juga sama sekali tidak bersalah bila terpaksa harus “OVER ACTING” saat dipermalukan diatas panggung. Adalah Presiden Jokowi sendiri yang mengajak KPK untuk bermain diatas panggung agar ditonton orang banyak, dan Presiden Jokowi pula yang kemudian mempermalukan KPK didepan orang banyak.

Abraham Samad yang arogan mewakili KPK dan Kabareskrim yang mengobral dendam mewakili Polisi, ditangan Presiden yang tidak faham hukum dan kepentingan hukum, maka KPK akan hancur dalam hitungan hari melawan Polisi seperti ketimun melawan durian. KPK memang seperti Lembaga “SUPER BODY” saat diatas panggung, tapi berhadapan dengan dendam Polisi, KPK itu seperti anak kecil yang hanya bisa berteriak dan menangis meminta dukungan rakyat. Karena pegangan dan pijakan “Hukum” buat KPK memang lemah sekali.

Hanya dalam hitungan hari bila diberi ruang gerak, para Koruptor KORBAN KPK akan mampu mengajukan tuntutan hukum pada seluruh Komisioner KPK dengan berbagai dakwaan dan berikutnya Undang-Undang menetapkan untuk Komisioner KPK yang tersangka harus mengundurkan diri. Maka dalam waktu 2 kali 24 jam sejak menerima laporan dari para Koruputor KORBAN KPK, Polisi sudah akan mampu menetapkan Komisionaer KPK sebagai tersangka. Polisi mempunyai hak untuk menghentikan penyidikan terhadap tersangka sangat berbeda dengan KPK yang tidak mempunyai jalan keluar untuk menghentikan penyidikan setelah menetapkan seseorang manjadi tersangka itulah bedanya KPK dengan Polisi yang menjadi kelebihan sekaligus menjadi kelemahan KPK.

“Tersangka” mempunyai kedudukan Hukum yang menempatkan tersangka dalam posisi PRADUGA TAK BERSALAH, jabatan apapun hanya dituntut mundur oleh UU setelah pemegang jabatan ditetapkan sebagai terdakwa, kecuali jabatan yang ada pada KPK yang UU menetapkan harus mundur sementara walaupun baru menyandang gelar sebagai tersangka.

Pernyataan Presiden Jokowi untuk membentuk Tim Independen dalam menangani kasus Polisi versus KPK, sekaligus menunjukkan betapa tidak ada artinya sama sekali “Wantimpres” yang telah dibentuk untuk mendampingi Presiden Jiokowi. Sekaligus menunjukkan “ BOBOT” kepemimpinan Presiden Jokowi.

Apa maunya dan untuk siapa kebijakan Presiden Jokowi sampai saat ini masih belum bisa dilihat secara jelas. Kartu Sakti untuk Rakyat Miskin yang juga “tidak jelas”, berfihak kepada “Rakyat yang tidak jelas” Paling tidak itu adalah pendapat dari Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang sama “tidak jelas” maksudnya.

Salam Prihatin untuk semua yang “tidak jelas”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun