Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hanya ada dua Polisi Jujur, Hoegeng dan Polisi tidur (Gus Dur)

19 Februari 2015   17:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424317194445252141

Gambar kreasi dari sumber yang jelas.

Hanya ada dua Polisi Jujur, Hoegeng Imam Santosa dan….... Polisi tidur.( Gus Dur )

Mantan Presiden Gus Dur Alm. Pernah memunculkan sebuah pernyataan controversial tentang Polisi yang menggelitik, “Hanya ada dua Polisi Jujur, Hoegeng Imam Santosa dan Polisi tidur” sebenarnya adalah sebuah tantangan terhadap Polisi untuk menjadi Imam Santosa – Imam santosa yang lain.

Penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polisi terhadap jajajaran KPK sejak dariPara Komisioner sampai para Penyidik KPK, memang benar adalah sebuah “penegakkan hukum” yang harus dilakukan oleh Polisi tanpa Kriminalisasi. Bahwa adalah kewajiban Polisi untuk mengusut setiap adanya pelanggaran terhadap ketentuan Hukum yang berlaku di Indonesia.

Adalah sebuah omong kosong, bila penetapan tersangka oleh KPK terhadap Surya Dharma Alie diawal percaturan Pemilu 2014 adalah bukan sebuah pesan politik untuk melumpuhkan PPP yang saat itu adalah lawan Politik KIH ketika Abraham Samad(KPK ) dapat dirangkul oleh KIH dengan sebuah harapan dipasangkan dengan Jokowi,

Juga bila penetapan tersangka oleh KPK terhadap Budi Gunawan pada detik-detik menjelang Budi Gunawan ditetapkan sebagai KAPOLRI bukan sebuah keinginan Politik adalah sebuah kebohongan besar. Apa yang dilakukan oleh Abraham Samad (KPK) untuk membongkar kembali jejak-jejak terlupakan BLBI sebenarnya juga sarat dengan kepentingan Politik.

Begitu pula Penetapan Bambang Wijoyanto sebagai tersangka hanya beberapa hari setelah Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK bukan sebuah tindakan penyerangan balik terhadap KPK adalah bohong besar. Juga adalah hanya sebuah “dendam kesumat” yang mampu melakukan hanya dalam beberapa hari setelah Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK hampir seluruh Komisioner KPK dikejar dengan tuntutan tindak Pidana termasuk para penyidiknya yang diancam dengan kepemilikan senjata gelap.

Polisi menolak telah melakukan “ kriminalisasi “ terhadap KPK dengan bertahan pada alasan bahwa tindakan melanggar hukum memang benar-benar dilakukan oleh orang-orang yang ada dalam jajaran KPK dengan bukti permulaan yang cukup, sehingga itu bukan Kriminalisasi. Kalau itu bukan Kriminalisasi, maka itu adalah sebuah dendam kesumat untuk menghancurkan KPK yang telah berani menusuk martabat Polisi yang selama ini dilindungi dan disembunyikan.

KPK selamanya memang sarat dengan kepentingan Politik dengan menetapkan jaringan KORUPSI yang mana yang akan menjadi skala prioritas dan menetapkan siapa yang harus di korbankan ( di amputasi ) dari jaringan kekuatan Politik yang harus diselamatkan. Semua terpidana KORUPSI, pasti merasa dikorbankan karena diputus dengan jaringan korupsi yang ada diatasnya. Tak peduli itu BLBI, Century, Hambalang maupun impor daging sapi. Bahwa KPK menjadi “alat “ kepentingan Politik sangat dapat dirasakan.

Apakah kalau begitu Polisi masih jauh lebih baik dari KPK ?

Kewenangan KPK itu sebenarnya sangat terbatas, hanya dengan dukungan kekuatan Politik ( kekuasaan ) KPK harus memilih salah satu dari sepuluh atau sepuluh dari seratus atau seratus dari seribu perbuatan Korupsi yang telah terjadi. Kejahatan KPK hanya mengapa ia harus memilih berdasarkan pesanan atas tindak pidana Korupsi yang telah benar-benar terjadi dan tidak boleh menjamah tindak korupsi yang dilindugi.;

Bagai mana dengan Polisi ?

Seperti yang pernah Mantan Presiden Gus Dur katakan, Polisi jujur itu hanya ada dua yaitu Hoegeng Imam Santosa dan Polisi Tidur. Karena Polisi memang berbeda dengan KPK, Polisi mempunyai kewenangan untuk berbelanja sendiri kepasar, memilih sendiri kasus criminal yang akan dimasak menjadi sebuah perkara pidana. Sehingga Polisi mempunyai kewenangan untuk melakukan deal-deal bersama para Pengacara dan Jaksa untuk menentukan bahan masakan dipasar yang bisa diolah menjadi perkara pidana. Maka adalah cukup beralasan pernyataan yang disampaikan mantan Presiden Gus Dur Alm, dan cukup member alasan pula mengapa KPK memang harus ada, bila ingin Korupsi di Negeri ini sedikit tertangani.

Perbedaan kewenangan Polisi dan KPK tampak nyata dalam pasal 2 UU no 25 tahun 2003 tentang TPPU.

Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

a.korupsi;

b.penyuapan;

c.penyelundupan barang;

d.penyelundupan tenaga kerja;

e.penyelundupan imigran;

f.di bidang perbankan;

g.di bidang pasar modal;

h.di bidang asuransi;

i.narkotika;

j.psikotropika;

k.perdagangan manusia;

l.perdagangan senjata gelap;

m.penculikan;

n.terorisme;

o.pencurian;

p.penggelapan;

q.penipuan;

r.pemalsuan uang;

s.perjudian;

t.prostitusi;

u.di bidang perpajakan;

v.di bidang kehutanan;

w.di bidang lingkungan hidup;

x.di bidang kelautan;

y.atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Dari tindak pidana dan turunannya yang tertuang dalam Pasal 2 UU no 25 th. 2003 ayat (a) sampai (y) hanya dua ayat (a) dan (b)yang menjadi kewenangan KPK sedangkan polisi mempunyai kewenangan tak terbatasdari ayat (a) sampai (y). Bisa digambarkan apa yang terjadi bila Polisi dan KPK berperang. KPK akan diserang oleh Polisi dengan jurus (a) sampai (y) itulah mengapa Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto diserang dengan ayat (y) yang sulit diantisipasi, sementara Polisi telah melengkapi dirinya dengan perisai terhadap serangan KPKmelalui jurus ayat (a) dan (b) dengan sebuah komitmen antara KPK dan Polisi bahwa, bila salah satu telah menangani satu perkara , maka pihak yang lain tidak boleh ikut menangani.

Itulah maka kasus Rekening Gendut di Kepolisian yang telah ditangani oleh Polisi dan telah dinyatakan “CLEAR” maka KPK tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menangani dan mengungkap kembali. Ternyata Komitmen tersebut telah menjadi perisai yang sangat tangguh dan membuat KPK tak bisa berbuat banyak, kecuali harus melanggar komitmen seperti yang dilakukan Abraham Samad.

Abraham Samad telah berani memilih sendiri kasus yang sebenarnya dilindungi yang justru berakibat runtuhnya KPK ditangan Polisi.

Salam sangat prihatin buat hukum di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun