Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah  atau sering diakronimkan menjadi Hamzanwadi. Ulama kharismatik kelahiran Pancor -- Selong, Lombok Timur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 1908, tepatnya pada Senin 20 April 1908. Pendiri Nahdlatul Wathan (NW), organisasi masyarakat islam terbesar di Provinsi tersebut.
Haji Muhammad Zainuddin Abdul MadjidPada 9 November 2017, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, menganugerahkan Maulanasyaikh (panggilan familiar beliau) gelar pahlawan nasional melalui keputusan Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Pengnugerahan Gelar Pahlawan dalam sebuah acara di istana kepresidenan Jakarta. Dengan itu membuat beliau menjadi satu-satunya Pahlawan Nasional dari daerah Bumi Gora (sebutan untuk Provinsi NTB) hingga saat ini.
Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional bukan tanpa alasan. Kehadiran beliau bak lentera ditengah kegelapan paham animisme di Pulau Lombok. Atas perintah guru beliau Syaikh Muhammad Hasan Al-Masysyat, beliau meninggalkan pengembaraannya menuntut ilmu selama 12 tahun di negeri Arab, tepatnya di Madrasah As-Saulatiyah Makkah Al-Mukarromah untuk pulang membawa cahaya islam kepada umat.
Lebih dari 26 tahun berlalu, beliau berpulang kehadirat Sang Pencipta dengan meninggalkan yang tidak terhitung harganya. Hampir disegala lini kehidupan beliau meninggalkan cerita yang baik, yang patut dan harus digugu serta ditiru oleh tidak hanya warga NW saja tapi juga selurh warga Indonesia.
Dalam salah satu ungkapan beliau yang cukup familiar adalah, "Sesungguhnya seseorang akan menjadi cerita bagi generasi sesudahnya, maka jadilah cerita yang baik bagi mereka yang benar-benar mengerti arti sejarah."
Beliau telah menjadi cerita yang paling indah bagi masyarakat Lombok pada khususnya, tak ayal ketika beliau diusulkan menjadi Pahlawan Nasional, masyarakat Lombok kompak mendukung.
Ribuan madrasah (sekolah) di seluruh penjuru Indonesia hingga saat ini menjadi warisan nyata yang beliau tinggalkan, sehingga beliau dikenal dengan sebutan Abul Madaris yakni Bapaknya madrasah-madrasah.
Dalam bidang literasi, beliau mewariskan puluhan karya tulis, baik yang berbahasa sasak, Indonesia, bahkan karya tulis berbahasa Arab, yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu keislaman seperti ilmu tajwid (ilmu tata cara membaca Al-Qur'an) dengan karya beliau "Nazhom Batu Ngompal", atau "Nahdlah Az-Zainiyyah" dalam disiplin ilmu waris.
Dalam sebagian besar karya tulis beliau menggunakan nazham atau syair, guna untuk  memudahkan murid-murid beliau dalam mempelajarinya, sebab syair-syairnya bisa dilagukan sehingga lebih asyik dalam belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H