Siapa yang salah? Tuhan? Manusia? Atau justru keberlangsungan hidup itu sendiri?
Apa yang diberikan Tuhan memang nyaris tanpa interupsi. Sempurna atau tidak, Tuhan tak mau tahu. Yang penting manusia bisa hidup. Masalah miskin atau kaya, sehat atau sakit, itu kan tergantung bagaimana suatu kaum merubah nasibnya sendiri. Lantas, bagaimana ya manusia bisa merubah nasibnya sendiri? Lha wong hidup begini-begini saja, malah miskin dan sakit-sakitan.
Masalah nasib atau jalur-jalur kehidupan memang bukan porsi manusia untuk memetakannya. Manusia hanya diminta untuk menganalisa, memilih, memelihara dan bertanggung jawab atas jalur hidup yang mereka pilih. Kalau tersesat ya memohonlah pada yang membuat peta agar diberikan jalan yang benar. Kalau sudah merasa benar, bukan berarti jalan itu tidak berkerikil. Menghadapi lubang ditengah jalanpun bukan berarti tersesat. Jadi jangan disalahtafsirkan.
Yang kita perlukan hanyalah dasar pijakan untuk hidup sewajarnya, berbicara seadanya, dan berbuat sepantas-pantasnya. Diam bila perlu. Karena memang tidak ada yang bisa kita perbuat, selain meminta dan berharap. Semua sudah diatur. Jadi, menurutlah pada semua yang memang sudah tertata rapi.
Hiduplah sebagaimana air mengalir. Keluar dari mata air dalam keadaan suci, walaupun kesucian itu harus berubah menjadi kedengkian, keserakahan, kemunafikan, kebodohan, bahkan mungkin kesengsaraan. Akankah kembali suci? Tidak. Karena kodratnya, air mengalir dari hulu ke hilir dan tidak akan pernah kembali ke hulu. Air hantaman arus pada bebatuan sepanjang hulu dan hilirpun kadang membuat riuh, seakan air berteriak. Dan tidak pernah terbayang, bagaimana jika mereka harus terjun dari ketinggian puluhan meter.
Manusia memang bukan air yang mudah untuk digerakkan. Tapi keduanya sangat mudah untuk terbawa arus. Walaupun manusia lebih diuntungkan oleh kepemilikan akal sehat untuk memilih. Tapi bagi air, semua tanpa pilihan, dan memang bukan pilihan, tapi perintah.
Saya pribadi, setiap masalah yang saya hadapi adalah pilihan sebagai -- penggeledahan jiwa. Selagi pilihan itu belum berubah jadi perintah, dan selagi perintah belum berubah jadi kemurkaan, saya akan memilih untuk berintrospeksi terhadap setiap masalah yang ada. Biarpun nggak ada jalan keluar, nggak apa-apa. Yang penting saya sudah menghargai tawaran-Nya. Karena Allah memberikan berbagai pilihan masalah kehidupan pasti bukan tanpa alasan.
AlasanNya apa? Nanti kita tanyakan setelah kita masuk surga, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H