Ayat Allah tidak tertulis ini merupakan artikel bersambung atau Arbung dari judul besar Kawah Candradimuka. Pada kesempatan yang baik ini mari kita bersama membaca ayat-ayat Allah tidak tertulis, satu diantaranya mengaji atau mempelajari makna dari Belimbing wuluh. Â Selamat menikmati arbung Kawah Candradimuka.
Suatu saat penulis menerima kabar dari anak perempuan (penengah) yang berdomisili di Kaltim, memberi hadiah sebagai kejutan yang dapat membuat penulis merasa gembira, bangga, dan bahagia. Lalu apa wujud hadiahnya, berikut penulis sajikan seutuhnya tanpa perubahan.
Dear Papa. Papa ingat, di halaman belakang rumah Sangatta tumbuh subur pohon belimbing wuluh? Pohon itu ada di sisi Utara, dan Selatan rumah. Buahnya lebat, dengan ukur an buah yang lebih besar dari ukuran rata-rata, panennyapun tak pernah mengenal musim. Saat di pasar tak muncul buah ini diperdagangkan, seingat Mbak pohon ini tetap menghasilkan buah. Mama dulu sampe pernah menyatakan niatnya untuk minta bibitnya saking takjubnya.
Nah, ceritanya sebulan lalu, kami terpaksa memotong kedua pohon itu. Belimbing wuluh sebelah Utara dipotong, karena kerimbunan daunnya mulai menghalangi sinar matahari untuk mengeringkan jemuran yang ada di dekatnya. Sementara yang Selatan terpaksa dipotong karena khawatir daun-daunnya akan menyumbat talang tetangga yang baru saja merenovasi rumahnya hingga mepet batas pagar kami. Sebetulnya sayang juga harus memotong keduanya pada saat bersamaan. Karena buah - buah itu biasanya diandalkan teman untuk racikan bahan masakan di warung makannya.
Dah terbayang, duh..... musti nunggu berapa lama lagi nih untuk melihat pohon itu dihiasi dengan buah - buahan yang ranum seperti dulu? Pasti setelah dipotong ini, dia harus mengerahkan semua energynya untuk menumbuhkan daun, membesarkan daun-daun itu hingga cukup menjadikannya dapur yang memasakkan makanan bagi pohon -- pohon ini untuk berbuah.
Tapi ternyata pikiran Mbak keliru, suatu pagi, setelah dua minggu dipotong, muncul sesuatu yang baru di sisa pohon belimbing itu. Bukan pucuk daun yang muncul seperti perkiraan, melainkan kuncup bunga. Esoknya muncul lagi kuncup bunga lain, dan akhirnya dalam seminggu itu sekujur batang pohon yang tersisa telah disarati dengan bunga.
Mbak masih berpikir, ah.. mungkin bunga ini sebentar lagi gugur, tak akan bisa menjadi buah. Dari mana pohon ini mempunyai energy untuk menghasilkan buah sementara daunnya saja belum ada? Lagi - lagi perkiraan Mbak salah, masuk minggu ke dua, sedikit - demi sedikit kuncup bunga itu berubah menjadi bakal buah, lalu perlahan tapi pasti buah --buah itu membesar persis seperti sedia kala saat pohon itu masih ditunjang dengan daun - daunnya yang rimbun. "Subhanallah".
Pagi itu Mbak terhenyak, mungkin pengetahuan biologi Mbak nggak terlalu bagus sehingga menganggap ini luar biasa. Tapi demi melihat buah belimbing itu, tiba -- tiba hati kecil Mbak seperti tersentil, "Lihat pohon itu, meski sudah dipangkas habis "dapur"nya. Tak sedikitpun dia mengurangi buah yang ingin dia bagikan bagi manusia.
Bagaimana dengan kamu sebagai manusia? Sanggupkah melakukan itu? Saat kau diberi sedikit ujian, jangankan memberi, tetap menutup mulutmu saja mungkin tak mampu kau lakukan. Kau akan mengeluh sepanjang hari, kau akan salahkan Tuhanmu atas ketidak adilan yang kau terima.
Pagi itu Mbak betul - betul belajar dari sebatang pohon belimbing wuluh. Lewat buah-buahnya yang terus bertumbuh, seakan Mbak bisa melihatnya tetap tersenyum, ikhlas memberi yang terbaik bagi dirinya, tidak peduli parahnya "penderitaan" yang sedang dia hadapi karena kami membabat habis "dapurnya".
Trima kasih Ya Allah karena Engkau perkenankan aku belajar dari hamba-Mu yang lain bernama Belimbing Wuluh.