Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apa Salah Binatang Ini (1)

7 Juni 2021   06:50 Diperbarui: 7 Juni 2021   07:13 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah menciptakan binatang termasuk babi tentu ada manfaatnya, hanya manusianya saja yang belum mengetahui berbagai -- bagai manfaat yang ada dibalik penciptaan semua binatang tersebut. Manusia tinggal menikmati, dan memanfaatkannya saja apa yang diciptakan Allah, jadi tidak usah melarang Allah untuk menciptakan.

Sebagai intermezo. Dulu sebelum penulis meninggalkan desa Iringmulyo 15A Metro Lampung tahun 1968, dilingkungan penulis banyak teman - teman ( Tionghoa ) memelihara ternak babi. Menurut mereka berternak babi sangat menguntungkan, karena cepat berkembang, dan banyak anaknya. Bagi penulis silahkan saja, mau memelihara ternak apapun silahkan.

Namun oleh kelompok tertentu, peternak babi tadi seolah - olah dikucilkan. Mengapa demikian? Karena menurut mereka, babi itu haram. Dan bahkan uang hasil penjualan babi pun, dikatakan haram. Konsekuensinya si peternak babi dijauhi karena menghasilkan, dan memelihara binatang haram.

Mari dipikir ulang. Allah yang menciptakan babi, kok manusia mengharamkannya. Apakah kelompok orang yang mengharamkan tadi, sudah merasa bahwa dirinya lebih kuasa dari pada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa? Eh ternyata pemahaman seperti itu, masih terus berlanjut sampai sekarang. Kok bisa - bisanya mengatakan babi haram, dan uang hasil penjualan babi pun dikatakan haram. Lalu apa dasarnya? Kalau ada pertanyaan demikian, jawaban klasik pasti terlontar. Menurut banyak orang, babi itu hukumnya haram, kata orang. Lagi - lagi kata orang.                                               

Al Qur'an ( kitab suci ) hendaklah dikaji atau dipelajari dengan arif, dan bijaksana agar hasil kajian tidak membingungkan, dan menyesatkan umat yang akhirnya akan merugikan diri sendiri, dan umat. Sebaiknya orang, dan atau lebih - lebih pemuka agama apapun sebutannya apakah: penyampai risalah, ustadz, kiai, ulama, imam, pemuka agama, dan sebutan lainnya hendaklah tidak selalu menyampaikan pendapat hanya atas dasar kata orang. Mengingat umat sudah terlanjur percaya, bahwa apa yang disampaikan beliau -- beliau tadi adalah benar adanya.

Al Qur'an adalah kitab suci bagi penganut Islam, tentunya sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mengaji, atau mempelajarinya dengan baik, dan benar. Sehingga dapat memahami, dan mengerti makna batiniah yang terkandung didalamnya sebagai dasar bertindak, dan menyampaikan pendapat, dan atau untuk menyelesaikan perbedaan pendapat sehingga tidak membuat bingung umat.

Bagi umat Islam yang katanya meyakini Al Qur'an sebagai pedoman dalam melakoni hidup, dan kehidupan di atas dunia ini, ya mari dilaksanakan dengan baik, dan benar. Oleh karena itu, mestinya setiap ada permasalahan yang timbul di masyarakat, kita kembalikan kepada Al Qur'an. Dan siapapun, serta apapun predikat orang yang mengatakan, bila memang tidak sesuai atau bahkan bertolak belakang dengan makna batiniah Al Qur'an ya stop jangan diikuti. Itu kalau memang benar -- benar umat Islam ingin menegakkan si'ar Islam di atas dunia ini, dan ingin mewariskan kebenaran sejati kepada anak cucu generasi penerus bangsa.

Mari dicermati bersama surat An Nahl ayat 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu ( memakan )  bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Dalam ayat tersebut dinyatakan yang diharamkan adalah memakan daging babi, dan bukan babinya yang diharamkan. Itupun Allah masih memberi toleransi kepada orang, dibolehkan memakan  daging babi, apabila dalam keadaan terpaksa dengan tidak menganiaya, dan tidak melampaui batas.

Misalnya ditengah hutan kehabisan bekal makanan yang dibawa, dan untuk memenuhi tuntutan perut apa yang harus dilakukan?  Sudah barang tentu apapun yang ada disekitarnya akan dimakan, demi untuk menyambung hidupnya. Bila ketemu buah - buahan, dimakanlah buah - buahan tersebut. Bila ketemu ular, dimakanlah ular tersebut. Tidak terkecuali bila ketemu babi ya dimakan, karena sudah tidak ditemukan binatang lainnya.

Meskipun sudah dijelaskan seperti itu, kelompok tertentu tadi tetap saja bersikukuh mengatakan, bahwa uang hasil penjualan babi haram, babi itu haram, dan memakan daging babi itu dosa. Disinilah kelemahannya kalau penjelasan, atau pernyataan hanya mendasarkan atas kata orang. Tidak mau mencari kebenaran atas dasar Al Qur'an, yang katanya diimaninya.

Padahal bila mau mengaji Al Qur'annya dengan baik, dan benar semua yang dipertentangkan atau dipermasalahkan sudah ada penjelasan didalamnya. Karena memang disitulah keunikan Al Qur'an itu, pernyataan satu ayat dalam surat tertentu ada penjelasan, dan atau solusinya dalam ayat yang terdapat dalam surat yang sama, atau dalam surat yang berbeda.

Juga hendaklah dihindari, jangan sampai baru menemukan satu pernyataan dalam suatu ayat langsung digunakan sebagai topik bahasan, dan disampaikan kepada umat. Tanpa check and recheck terlebih dahulu dengan ayat - ayat sejenis, atau ayat -- ayat senada dengan surat lainnya dalam Al Qur'an.

Hal dimaksud sangat perlu dilakukan agar bahasan yang disampaikan tidak menjadi masalah, membingungkan, dan menjerumuskan umat ke lembah sesat. Sebagai contoh nyata. Saat akan menunaikan ibadah haji, calon jama'ah diwajibkan vaksinasi meningitis menuai pro, dan kontra dalam pelaksanaannya karena bahan pembuat vaksin ada unsur babi. Demikian juga pemberian vaksin MR untuk mencegah meluasnya virus Rubella menuai pro, dan kontra dalam pelaksanaannya di masyarakat.

Oleh karena itu mestinya orang, atau lebih - lebih sebagai pemuka agama apapun sebutannya, dan yang sudah terlanjur dipercaya bahwa setiap apa yang dikatakan adalah benar adanya, hendaklah dapat berlaku bijak dalam menyampaikan suatu kebenaran. Dengan niat memperbaiki agar umat tidak terbelenggu, dengan pemahaman yang keliru atau bahkan bertolak belakang dengan perintah, dan petunjuk Allah. Mengingat kebiasaan tersebut sudah terjadi sejak lama, dan telah membudaya di masyarakat.

Memang tidak mudah, untuk merubah kebiasaan yang sudah lama berkembang di masyarakat. Memerlukan waktu yang tidak sebentar, membutuhkan kesabaran, dan berulang. Layaknya Nabi Muhammad SAW. dalam mensyi'arkan agama Islam pada mulanya juga mengalami hambatan, dan rintangan yang tidak ringan, dan bahkan bertaruh nyawa.

Karena kebenaran yang beliau sampaikan dianggapnya sebagai penghalang atas kebiasaan buruk yang telah lama berkembang, dan membudaya di masyarakat saat itu. Alangkah nistanya sebagai penganut Islam bila perintah, dan petunjuk Allah yang disi'arkan Nabi dengan bertaruh nyawa, pelaksanaannya hanya berhenti sampai dibaca an sich ( saja) dengan masih mengharap pahala, dan surga sebagai imbalannya. 

Surat Al Baqarah ayat 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut ( nama ) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Mari dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = pangroso roso ), apa yang dinyatakan dalam ayat tersebut. Apakah pemahaman kelompok yang bersikukuh mengatakan bahwa memakan daging babi dosa, mengandung kebenaran, atau tidak? Allah saja menyatakan, tidak ada dosa bila terpaksa harus memakannya. Kok manusia yang nota bene hanya merupakan makhluk ciptaan-Nya, menyatakan hal yang bertolak belakang dengan kehendak Allah Swt. Tuhan Yang Maha Pencipta. Bukankah kebiasaan seperti itu mengindikasikan, bahwa orang tersebut menganggap dirinya lebih kuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa.

Itu merupakan gambaran nyata, bahwa banyak orang yang belum dapat berbuat sesuai dengan perintah, dan petunjuk-Nya? Sehingga pendapat yang didengung - dengungkan justru bertentangan, atau bahkan bertolak belakang dengan firman Allah. Disatu sisi orang mengatakan memakan daging babi berdosa, tetapi disisi lain Allah menyatakan tidak ada dosa bila seseorang terpaksa harus memakan daging babi.

Padahal setiap hari ( 24 jam ) umat Islam diwajibkan sembahyang, atau melaksanakan shalat 5 waktu untuk melatih dirinya. Dan sudah terbiasa menyatakan Allah Maha Besar, Allah Maha Agung, Allah Maha Tinggi, ...... Allah Maha Kuasa. Tetapi dalam prakteknya, tanpa disadari manusia masih merasa dirinya lebih kuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa.

Akankah diteruskan pemahaman yang mendasarkan atas kata orang? Atau umat Islam akan hijrah mengikuti perintah, dan petunjuk Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa? Mudah - mudahan dari penjelasan ini, dapat menggugah semangat umat Islam untuk mempelajari atau mengaji, dan menggali lebih dalam lagi makna batiniah yang terkandung dalam ayat - ayat Allah, sekaligus meluruskan hal - hal yang belum tepat. Sehingga ke depan setiap perbuatannya benar - benar atas dasar perintah, dan petunjuk Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, dan bukan atas dasar kata orang saja, apapun predikat orang dimaksud. Untuk itu mari dikaji bersama surat berikut dengan jujur, dan menurunkan atau mengesampingkan gengsi, dan perasaan merasa paling benar.

Surat Al An'aam ayat 145. Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang di wahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak ( pula )melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Bila dicermati bunyi ayat ini, senada dengan ayat - ayat sebelumnya. Tetapi dari ayat ini sudah ada penjelasan lanjut tentang darah, dan sudah ada pemilahan yang lebih rinci. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa bahan makanan dari daging hewan yang diharamkan untuk dimakan, ada 2 katagori. Pertama bahan makanan dari daging yang dikatagorikan kotor, dan kedua katagori bahan makanan dari daging yang disembelih atas nama selain Allah. 

Katagori Pertama. Bahan makanan dari daging yang dikatagorikan kotor, yaitu: bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi. Mengapa jenis bahan makanan dari daging katagori ini diharamkan, atau dilarang untuk dimakan? Untuk jelasnya mari diikuti uraian selanjutnya, menggunakan rasa yang merasakan (Jawa = roso pangroso). Akan lebih tepat bila untuk memahaminya, menghindarkan penggunaan perasaan. Karena bila menggunakan perasaan, hanya akan memperoleh simpulan berupa like and dislike belaka. Sehingga tidak menemukan, atau bahkan justru semakin menjauhkan dari makna yang sebenarnya. 

Bangkai. Secara garis besar binatang baik besar maupun kecil, kandungan utamanya adalah protein, lemak, dan air. Pada saat binatang masih ketempatan dzat hidup, yang artinya binatang tadi masih hidup dia mempunyai karakteristik bau, atau aromanya masing - masing. Sehingga aroma kambing, berbeda dengan aroma sapi. Demikian pula aroma Unta, juga berbeda dengan aroma kuda, dan lain - lain. Kecuali itu bahan makanan dari daging merupakan bahan makanan yang baik, dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan di alam ini; Bukan saja dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tetapi juga dibutuhkan bagi kehidupan bakteri.

Binatang meskipun saat hidupnya memiliki bau, atau aroma spesifik yang berbeda - beda tetapi aroma tadi akan menjadi sama manakala binatang tadi sudah ditinggalkan dzat hidupnya, alias sudah mati. Binatang yang telah mati selang beberapa saat saja sudah tercium aroma yang tidak sedap, karena sudah kehilangan daya tangkal untuk melindungi dirinya dari pengaruh luar. Sehingga tubuh binatang yang telah mati termasuk manusia tentunya, dengan mudahnya diuraikan oleh bakteri pembusuk menjadi unsur - unsur pembentuknya. Akibatnya, meskipun binatang saat hidupnya mempunyai aroma yang berbeda - beda, namun setelah mati akan mempunyai aroma yang sama yaitu aroma, atau bau busuk sebagai akibat penguraian bangkai binatang tadi oleh bakteri pembusuk.

Dari uraian tadi mudah - mudahan dapat dipahami, bahwa didalam bangkai binatang sudah dihuni oleh bakteri. Di jagat raya ini bakteri dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu kelompok bakteri tidak jahat atau bakteri apathogen, artinya kelompok bakteri yang tidak menyebabkan penyakit, atau sakit.

Dan kelompok bakteri jahat, atau bakteri pathogen artinya kelompok bakteri yang dapat menyebabkan penyakit, atau sakit. Jadi dapat dibayangkan betapa berbahayanya, kalau sampai bangkai binatang tadi dimakan. Sudah pasti, dan tidak dapat dipungkiri lagi bakteri pathogen akan terbawa masuk ke dalam tubuh, dan akan dapat menyebabkan sakit atau penyakit bagi yang memakannya.       

Oleh karena itu Allah memberi petunjuk, dan sekaligus perintah bahwa memakan bangkai diharamkan. Atau dengan kata lain memakan bangkai dilarang, karena kalau dimakan akan dapat menyebabkan sakit, atau penyakit bagi yang memakannya. Ini bukti Allah selalu memelihara manusia sebagai kholifah-Nya dimuka bumi.

Surat Huud ayat 57. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain ( dari ) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.

Betapa elok, dan sehatnya bila manusia yang nota bene adalah khalifah Allah dimuka bumi ini dapat berkiprah atas dasar sifat, dan kehendak-Nya. Namun sangat disayangkan, justru kiprah manusia masih banyak yang bertolak belakang dengan sifat, dan kehendak-Nya. Betapa tidak, disatu sisi Allah selalu memelihara manusia agar terhindar dari penyakit, dengan mengharamkan memakan bangkai; Disisi lain manusia dengan pongahnya justru menebar penyakit, hanya karena ingin mendapat keuntungan lebih besar. Apakah si manusia tadi, sudah merasa lebih kuasa dari Yang Maha Kuasa?

Hukum pasar mengatakan, manakala pasokan barang melebihi kebutuhan, maka harga barang dimaksud akan turun. Sebaliknya manakala pasokan barang lebih rendah dari kebutuhan, berakibat harga barang dimaksud akan naik. Oleh karena itu pada saat harga daging ayam naik, sering terdengar penjualan daging ayam tiren yang artinya ayam mati kemaren.

Bagi penjualnya akan merasa senang karena memperoleh keuntungan lebih besar, tetapi harus diingat bahwa perbuatan tersebut sama saja dengan menipu diri sendiri, orang lain, dan menyebarkan bibit penyakit. Mengapa? Karena ayam tiren yang maksudnya adalah ayam mati kemaren, jadi sudah termasuk dalam kategori bangkai.

Hendaklah si penjual tidak merasa bangga, dan beranggapan bahwa perbuatannya tidak ada yang tahu. Anggapan yang demikian tadi, sesungguhnya tidak mengandung kebenaran sama sekali, dan justru sangat berat pertanggung-jawaban akhirnya. Karena meski tidak diketahui oleh pembeli, dan orang lain tetapi perbuatan orang tadi tetap ada yang tahu yaitu oleh Allah Swt. Tuhan Yang Maha Mengetahui. Oleh karena itu hendaklah orang selalu ingat, dan waspada terhadap apapun yang akan dikerjakannya, mengingat Allah selalu bersamanya dimanapun dia berada, dan mengetahui segala sesuatu, serta melihat apa yang orang kerjakan sebagaimana difirmankan dalam ayat - ayat berikut.

Surat Al Mujaadilah ayat 7. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Surat Al Hadiid ayat 4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 

Kepada saudara -- saudaraku pembaca budiman, mohon bersabar menunggu artikel kelanjutannya yang akan mengulas tentang darah yang mengalir, dan daging babi dengan judul "Apa Salah Binatang Ini (2)". Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun