Dingin
Kudekap ketiak malam
Gigil menahan eja asmamu
Kaku terbaring anganku
Mengukir galau dalam benak
Gelap semakin mengendap
Bisu agas meronta geliat
Menyulam sayap menyeringai
dingin menekat diantara
panjang jalan terhitung
tinggal separoh gelap meredup
Saat tiba
Perpejam
Nganga
Tinggal satu nafas
Melesat…
Pintu ubun terbuka
Memmucat pasi
Seputih kapas
Dingin…
Petani Usang
Siang tegak lurus penuh peluh
Enggah nafas lalu lalang
Demi sesuap dan seteguk
Impas tulang belulang kering
Kulit kerut mengalur
Sungai keringat kehulu
Tuk sisa esok
Menanti senja tiba
Raga tak berjiwa
Terkapar hingga caci mengalir
tergolek dera ragapun tak bedaya
tersisa selembar sungging
jiwa gila bagai binatang
egois tak sanggup raih jiwanya
Kursi
Itu kemarin, kursi masih diam
Sekarang setelah ada kau
Selalu bergoyang-goyang
Menengadah lalu menunduk
Tahukah kau…
Kursi itu penuh bangsat
Tempat tikus buncit
Taring atssnya ompong
Taring bawahnya tajam
Tahukah kau…
Walau aku katakana singgasana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H