Mohon tunggu...
Bambang Tedjo Sungkono
Bambang Tedjo Sungkono Mohon Tunggu... -

biasa tanpa jabatan\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

11 Puisi Untuk Desa Rangkat [Desa Rangkat]

1 Juli 2011   15:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 2987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13095296361312404825

11 Puisi Untuk Desa Rangkat

01. Dengan sebuah tekad

02. Embun sore

03. Selimuti binar cahaya bias

04. Andai aku adalah mereka

05. Rinduku bersuar

06. Apakah aku harus tersiksa

07. Nantikan sebuah nisan

08. Gaung tua malang

09. Kuterjang riak ombak

10. Akasia di rangkat sebuah desa

11. Tanpamu kumaut

Perhatikan 11 Judul puisi di atas memiliki kesamaan huruf pertama dan terakhir.

Dan judul-judul tersebut terangkum menjadi puisi berjudul Sebuah Tekad Mendulang Rangkai Kata”, disini terselip kata-kata pada awal baris pertama (DenganSebuah Tekad) dan kata-kata terakhir pada baris terakhir (Mendulang Rangkai Kata).

Kalau dirangkaikan menjadi judul puisi itu sendiri.

Hehee... iya kan?!

Puisi ”DenganSebuah Tekad Mendulang Rangkai Kata” merupakan puisi akrostiik dimana huruf awal kata pada setiap barisnya membentuk kata DESA RANGKAT”yang terdiri dari 11 baris, bait pertama terdapat 4 baris (DESA) dan bait kedua terdapat 7 baris (RANGKAT).

Hehee... kan iya?!

***

DenganSebuah Tekad Mendulang Rangkai Kata

~

Dengan sebuah tekad kugapai tangan langit tuk menghimpun

Embun sore terserak sinar semburat ufuk barat

Selimuti binar cahaya bias, piaskan ayat-ayat kata

Andai aku, adalah mereka tak ‘kan tercampak oleh satu bahasa rasa

~

Rinduku bersuar,walau lidah liat teru walcap

Apakah aku harus tersiksa?, dari cacimu yang tak tersadar

Nantikan sebuah nisan teriak lantang sbagai torehan jejak

Gaung Tua yang Malangberrpeluk tombak senja melintang

Kuterjang riak ombakmendera batang pokok-pokok kemarau

Akasia di  rangkat sebuah desa nan elok,sejuk, ramah, damai

Tanpamu Ku Maut,terkapar, terseok beku mendulang rangkai kata

~ ~ ~

Jangan beranjak dulu teman.... Nah sekarang perhatikan dari puisi diatas, setiap barisnya sengaja kurangkai kata-kata pertama yang berwarna hijau akan menjadi Judul dan kata-kata terakhir berwarna merah adalah baris terakhir dari setiap isi puisi itu sendiri dari masing-masing 11 puisi berikut ini.

~

Amirilah eh... Amirulah eh salah lagi... Amatilah ding ...

***

01.Dengan sebuah tekad

.

Dari Lalu kuhitung dengan tapak kaki panjang jalan ini tanpa otak

Dari jurang kebodohan dan terjalnya suara hati hendak merangkak

Langlang mengais hingga lobang goa-goa penyair maya

Menggayung butiran debu dan tetesan air puisi putih suci

Tuk menyemai mata pena menoreh suatu kata lebih bermakna

~

Bukan tebing, bongkahan ngarai, juga hati gudang karang terjal

Celotehan dari syair dan sajak hitam merahku

Mungkin mereka tak pernah sepetiku kemarin dan atau yang lalu

Berjalan tanpa otak, dengan kaki tuk mengecap tajamnya duri

Jauh ternyata putaran bumi maya, namun keras niat dan mau

kugapai tangan langit tuk menghimpun

***

02.Embun sore

.

Lengang tiada selembar teriakkan angin

Muka kusut mewajahi bahana anganku

Menanti tetes demi tetes dari pucuk hijau daun

Hingga embun sore mengantar matahari pergi

Kan bersemedi menggauli layar malam usai senja

Tuk puaskan hasrat menumpahkan tinta sarat kasih

~

Sekarat kumengejar arah arak awan berlari

Menggantang buah suratan senandung ladang

Bak kata-kata mutiara biru haru terbengkalai

Menguak bekunya rima dingin,

Terserak sinar semburat ufuk barat

***

03. Selimuti binar cahaya bias

.

Suaku di gubuk luas terhampar

Ramah daun rindang, rumput sejuk berbisik

Saling berpeluk menjanjikan kedamaian

Terus menggapai menyambut tanganku

Seakan para bidadari menarik dari atas cakrawala

~

Setiap saat suara sahaja saling sapa

Selamat, semangat, ad serangkat malam

Meracik kata puitis mesra hiasi kelir kaca

Disini resah terselimuti kasih sayang terbias cahaya

Piaskan ayat-ayat kata

***

04.Andai aku adalah mereka

.

Andai aku adalah mereka

Derita kujadikan gelak tawa

Enyah dari kesenangan saling curiga

Nada-nada syair kujadikan tembang jiwa

Dekap mesra angan empati dan simpati seirama

Seperti desa(ku) rangkat yang telah bersabda

~

Andai aku adalah mereka

Tak perlu harus menyebut siapa

Jika hanya karya berlumur dosa dan dusta

Dunia fana kubawa hingga mati ke dunia maya

tak ‘kan tercampak oleh satu bahasa rasa

***

05.Rinduku bersuar

.

Beliak surya terbitkan asa

Terbetik sukma barsitkan kata

Biar benak terapit beku

Takkan aral lepaskan hasrat

Tuk tingkap penat kalbu

~

Tiap hembus nafas dan kedip mata

Bak nadi terus berdetak

Dari ufuk masa pancar mentari

Hingga akhir kutub redupkan sinar

Rona rindu kian mengusik

Walau lidah liat terucap

***

06.Apakah aku harus tersiksa?

.

Tidak...!!!

Walau telanjangi pagiku

Violet tak ramah menyapa mata lelahku

Bergumul malam sapa merintih, tertawa liar

Untuk menyatu melepas nafsu

~

Tersiksa?, ya... terus berbisik tentang rasa

Tersirat niat kejujuran dan perdamaian

Menyatu sama selalu dalam detak hati

Jiwa bertumpu menghamba dari segala

Tebing persaudaraan, palung alas samodra

Dari cacimu yang tak tesadar

***

07.Nantikan sebuah nisan

.

Kisut kulit membentang bumi

Nyaris enggan mengeja nafas

Sekian terlalui langit yang panjang

terhuyung sesekali angin menerpa

hati batu gontai tetap melenggang

~

Kedip mata akrab dengan sebuah pusara

Kepala bertebar kapas duduk termenung

Menunggu saat jeda antara jiwa dan raga

Hanyalah asa menakar cita dan rasa

Untuk menancapkan tonggak dada

Teriak lantang sbagai torehan jejak

***

08.Gaung tua malang

.

Sangkakala...

Menggema dibalik desau angin

Kutetap teriak sepi dari hingar tawamu

Rasa mencabuk belum perih berasa

Akan pahat dan cium senja lalumu

Tak lampaui gaung usangku yang malamg

~

Oh...wadag biksu sejati jelmakan kata

Maumu diujung telinga agar tergetar

Memipih gendangku meniris pelukmu

Agar disudut jemari ini menyitir tuang pena

Berpeluk tombak senja melintang

***

09.Kuterjang riak ombak

.

Belukar hati kembaraan ilalang kering

Penuh goda dan rayu menawarkan rindu

Dari jengkal malam batas pagi menjelang

Kata roman aral berbagi menghadang

Kan ku hempaskan badai menghantam

~

Sedetik pun tak kan dera kulepas

Menyambut senyum riang rangkat

Setinggi puncak karang bahkan bara membakar

Dari keras gelombang dan putihnya buih pantai

Kan juterjang walau sekeras karang hitam

Mendera batang pokok-pokok kemarau

***

10.Akasia di rangkat sebuah desa.

Kopi malam bersanding rokok sebatang

Selaksa kerinduan terbawa angin sepi

Dua kata mesra terpahat sebuah nama

Dari sebuah ranting keras yang patah

Jiwa keteguhan memeluk pokok akasia

Gelisah ingin selalu berdendang

~

Dua, tiga juni duaribu sebelas

Tonggak kebahagiamu, tali gelisahku,

Berdiang bara berselimut dingin

Menanti senyum jogja di balik akasia rangkat

Nan elok, sejuk, ramah, dan damai

***

11.Tanpamu ku maut

.

Tak satu mengerti makna pusaran benak

Simpang jalan membawa pesan tepian rindu

Tersembunyi carianku dibalik hatimu

Tangan terkulum sang bayu menggapai suara

Seribu derap langkah hampa tersapa

~

Suluh siang lintasi kelapa telanjang

Sisa sengatan anyir peluh menghujan

Kukejar menuju arah pucuk suaramu

Mati menyatu dalam alunan yang sama

Biar, dunia maya bumi kakiku kan menjagal nafasku

Terkapar, terseok beku mendulang rangkai kata

***

Oh ya.....hampir kelewatan... dari 11 puisi diatas, setiap puisi berjumlah 11 baris lho... dengan 2 bait, puisi yang bernomor ganjil : bait pertama terdiri dar 5 baris dan bait kedua 6 baris, begitu juga puisi yang bernomor genap : bait pertama terdiri dari 6 baris dan bait kedua 5 baris. Coba hitung...!!!

.

Hehe...iya kan?, kan iya.?!

...

DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,

datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami

(Klik logo kami, dibawah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun