Mohon tunggu...
Toni Kurniawan SH
Toni Kurniawan SH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembela Hak Asasi Manusia yang Tak Pernah Merasakan Nikmatnya Cinta dan Kopi

Lampung-Yogyakarta S1- Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta S2- Konsentrasi Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik (IPKP) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekilas Mengenai Khitbah (Part I)

26 April 2021   21:03 Diperbarui: 26 April 2021   21:18 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengkhitbah adalah meminang atau melamar seorang perempuan yang boleh dinikahi secara syar'i yang dilakukan oleh seorang laki-laki baik secara langsung maupun tidak, baik dengan datang sendiri maupun melalui wakil atau perantara.

Ustadz Dr. Wahbah az-Zuhailiy menjelaskan, khitbah berarti menampakkan keinginan untuk menikah dengan seorang perempuan tertentu, dengan memberitahukan hal itu kepada perempuan tersebut atau keluarga atau walinya. Menurut Ustadz Sayid Sabiq, mengkhitbah seorang perempuan artinya memintanya atau mengajaknya untuk menikah dengan cara-cara atau wasilah-wasilah yang ma'ruf di antara orang-orang. 

Dengan demikian, khitbah adalah thalab an-nikah (seruan/ajakan untuk menikah). Jadi khitbah atau pinangan adalah seruan atau ajakan menikah dari seorang laki-laki kepada wanita. Khitbah merupakan pendahuluan ke arah nikah. Khitbah disyariatkan oleh Allah sebagai proses sebelum mengikatkan diri dalam suatu ikatan perkawinan, agar kedua pihak yang akan menjalin ikatan dapat saling mengenal satu sama lain secara ma'ruf. Sehingga, keputusan mengikat diri dalam ikatan perkawinan dilakukan dengan penuh kesadaran, dilandasi oleh petunjuk dan pertimbangan yang matang. 

Perlu ditegaskan pula. Mengkhitbah itu bukanlah sebuah pengungkapan rasa tertarik, perasaan suka atau cinta. Maka, mengkhitbah bukanlah dengan mengatakan kata-kata cinta atau mengungkapkan rasa suka, misalnya dengan mengatakan "aku cinta sama kamu" atau "aku naksir kamu" dan sejenisnya. Khitbah harus memuat pernyataan atau maksud menjadikan wanita yang diseru atau diajak sebagai isteri. Yakni pernyataan atau maksud untuk menikahi perempuan tersebut. Sederhananya, mengkhitbah seorang perempuan adalah mengajaknya untuk menikah. Khitbah adalah ajakan menikah. Jika belum punya keinginan kuat untuk menikah, tentu saja tidak bisa melakukan khitbah. Oleh karena itu bagi laki-laki, yang harus ada sebelum mengkhitbah seorang perempuan adalah keinginan kuat atau 'azam untuk menikah. 

Dalam hal ini jika seseorang belum bisa menentukan kapan sekiranya ia akan menikah, artinya ia belum memiliki keinginan kuat untuk menikah. Ia baru memiliki keinginan menikah dan sekedar keinginan, bukan 'azam (keinginan kuat). 'azam atau keinginan kuat adalah niat yang mampu mendorong seseorang berusaha sekuat kemampuannya untuk merealisasikan apa yang dia 'azamkan, karena 'azam adalah ketegasan keinginan tanpa keraguan. Jadi, terlebih dahulu seseorang harus yakin bahwa dirinya sudah memiliki 'azam untuk menikah, barulah ia melakukan proses khitbah. Jika seorang laki-laki sudah mempunyai 'azam untuk menikah, maka sebaiknya segera saja ia mengkhitbah wanita yang dia inginkan. Dengan demikian, khitbah ialah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang kuat untuk segera menikah.

Dan perlu diperhatikan sebelum mengkhitbah kita harus mengetahui semua hal tentang orang yang mengkhitbah dan dikhitbah. Intinya sebelum mengkhitbah seorang wanita kita harus mencari informasi seputar wanita atau data-data pokok wanita tersebut. misal, nama orang tua atau wali dan latar belakang wanita secara umum. Dan yang lebih pentingnya adalah informasi apakah wanita tersebut sudah memiliki 'azam untuk membina keluarga atau belum.

Semua informasi itu bisa didapatkan baik secara langsung maupun melalui perantara. Untuk  memastikan dua syarat di atas, tentu saja seseorang mengetahui siapa-siapa kerabatnya, dan siapa saja yang termasuk mahram dan siapa yang bukan mahram. Mahram yang perlu dicari informasinya dengan bertanya adalah mahram karena sepersusuan. Hal itu karena kebiasaan di masyarakat, banyak orang yang tidak menaruh perhatian mengenai persusuan. Perlu dipertanyakan dari siapa saja ia pernah meminum ASI. Berikut juga perlu dipertanyakan kepada wanita yang menyusuinya, siapa sajakah yang pernah ia susui atau pernah meminum ASInya. Intinya semua mahram sepersusuan harus diketahui. Dengan begitu ia bisa memastikan bahwa wanita yang hendak ia khitbah tidak termasuk mahramnya dari sisi manapun.

Dan yang paling pokok adalah informasi apakah perempuan tersebut sudah memiliki 'azam untuk berkeluarga belum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa khitbah ialah ajakan untuk menikah dengan kesungguhan dan keseriusan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun